Memilih gubernur Jakarta bukan perihal yang mudah, meskipun dalam Islam memilih dalam pemimpin masuk ke dalam masalah furu'iyah (persoalan cabang). Memilih pemimpin dalam pilkada juga bukan sesuatu yang  wajib. Tetapi karena memilih Gubernur dapat menjadi jalan untuk menegakkan syariat Islam maka memilih pemimpin menjadi hal yang diwajibkan.

Hal itu dikatakan Wasekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Ustadz Fahmi Salim dalam diskusi Pilgub DKI berjudul "Quo Vadis Umat Muslim Ibu Kota", yang diselenggaralan oleh UKM Salam Universitas Indonesia, Senin (9/7/2012).

"Memilih pemimpin dalam pilkada ini adalah masalah fu'ruiyah. Karena bukan merupakan rukun imam. Memilih pemimpin bukan merupakan yang wajib, tetapi yang wajibnya adalah menegakkan agama. Politiknya tidak wajib tapi karena karena politik untuk menegakkan agama berarti ikut kebawa wajib. Memilih dalam pilkada ini adalah dalam menegakkan amar ma'ruf nahi munkar. Yaitu tertera dalam Al Qur'an Surat Attaubah ayat 71," katanya.

Sebagai perwakilan ulama, ustadz yang juga seorang dosen tetap Fakultas Agama Islam Universitas Prof. Dr. Hamka juga mengatakan bahwa Indonesia harus dibangun dengan paradigma bersih

"Kalau saya boleh mewakili ulama yang sekarang ini sebagai silent majority. Paradigma kita  pembangunan Jakarta itu bersih,  dalam arti bersih dari pungli, aliran sesat, bersih dari korupsi," ujarnya
Jakarta juga perlu dibangun secara manusiawi, salah satunya karena Jakarta dipandang sebagai ibukota ASEAN.

"Pembangunan Jakarta harus manusiawi, jangan memikirkan kelompok yang mapan dalam arti ada pendekatan sosial terutama ke ulama, mengembalikan hak masyarakat. Khusus masalah transportasi Gubernur perlu meremajakan moda angkutan masal. Masa Indonesia ibu kota ASEAN angkutannya jorok, bau. Dan perlu ada dukungan untuk warga minoritas," kata ustadz lulusan Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir.


Jakarta Relijius


Selain itu, menurut ustadz Fahmi selain perlu dibangun dengan bersih dan manusiawi, Jakarta juga perlu dibangun dengan agamis atau religiusitas.


"Membangun Jakarta harus dengan agamis atau relijius. Saya mewakili ulama menuntut kondisi dan memberdayakan masjid dan mushola. Kami ingin di pasar, mall dan pusat pembelanjaan menyediakan mushola," lanjutnya.


Untuk itu, menurutnya wajib ada perda untuk pebisnis. Agar pebisnis mendapatkan intruksi untuk mendirikan rumah ibadah di tempat bisnisnya. Mereka perlu juga didorong untuk menggalakkan zakat serta meringankan pajak dalam menjalankan keberangkatan haji dan harus mendapatkan  fasilitas yang lebih baik.


"Gubernur juga harus mengharuskan ONH ke bank-bank syariah, dan perlu juga gubernur untuk meningkatkan fungsi Islamic Center harus ditopang prasarana dan sarana," ungkap anggota Majelis Tarjih PP Muhammadiyah 2010-2015 itu.


Dalam penutupnya, ustadz yang juga peneliti dari
The Institute of Islamic Thought and Civilization (INSIST) ini juga menyampaikan harapan kepada Gubernur DKI Jakarta yang terpilih mendatang.

"Kita ingin lima tahun Gubernur yang terpilih untuk menegakkan syariat Islam, harus banyak kontribusi pada Islam. Kita perlu kepemimpinan dari orang saleh dan  kepemimpinan yang mengayomi rakyat. Juga punya komitmen  memberantas kemaksiatan di Jakarta," pungkasnya.

Suara islam Online
Red: Shodiq Ramadhan