DRAFT RUU - KKG
Draft
RUU - KKG yang disusun oleh Timja sejak 24 Agustus 2011, kini sengaja
disebar-luaskan di tengah masyarakat. Entah untuk memancing emosi umat
Islam, atau sekedar politik pengalihan, atau justru bagian strategi
pengkondisian agar RUU - KKG tersebut bisa berhasil dijadikan
Undang-Undang dengan tanpa hambatan. Apa pun alasannya, umat Islam wajib
waspada !
Melihat
dan memperhatikan Draft RUU - KKG versi Timja yang beredar di
masyarakat, ada sejumlah sorotan penting dan wajib segera disikapi oleh
umat Islam, karena bertentangan dengan ajaran Islam, antara lain :
Pertama,
dalam Bab I pasal 1 ayat 1 tentang pendefinisian "Gender" yang
menjadikan pembedaan peran dan tanggung-jawab laki-laki dan perempuan
sebagai "hasil konstruksi sosial budaya" yang bersifat "tidak tetap" dan
"dapat dipertukarkan". Padahal, pembedaan peran dan tanggung-jawab
laki-laki dan perempuan dalam Islam merupakan ketentuan Allah SWT dan
Rasulullah SAW yang bersifat tetap tidak berubah dan tidak perlu
dipertukarkan, karena sudah sempurna dan adil.
Kedua,
dalam Bab I pasal 1 ayat 2 tentang pendefinisian "Kesetaraan Gender"
yang mencantumkan penyamaan kondisi dan posisi bagi perempuan dan
laki-laki dalam semua bidang kehidupan. Penyetaraan dan penyamaan macam
ini merupakan pemaksaan dan penindasan gaya baru terhadap kaum
perempuan. Apalagi hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat mustahil,
karena adanya perbedaan biologis dan psikologis antara perempuan dan
laki-laki merupakan suatu keniscayaan, yang secara otomatis menuntut
pembedaan peran dan tanggung-jawab sesuai dengan karakter dasarnya
masing-masing.
Ketiga,
dalam Bab I pasal 1 ayat 3 tentang pendefinisian "Keadilan Gender"
yang menegaskan persamaan hak dan kewajiban perempuan dan laki-laki
sebagai individu, anggota keluarga, masyarakat dan warga negara. Lucu,
"Kesetaraan Gender" yang memaksa kaum perempuan untuk mengambil peran
dan tanggung-jawab kaum pria yang bertentangan dengan kodrat biologis
dan psikologisnya, kok bisanya disandingkan dengan "Keadilan Gender" ?!
Padahal, justru konsep "Kesetaraan Gender" itu sendiri sudah
meruntuhkan dan memporak-porandakan norma-norma "keadilan" dari
fondasinya, sehingga mestinya "Kesetaraan Gender" tersebut disandingkan
dengan "Ketidak-adilan Gender". Karenanya, "Keadilan
Gender" hanya boleh disandingkan dengan "Keserasian Gender" yang
menempatkan dan memperlakukan perempuan dan laki-laki secara adil
sesuai kodratnya masing-masing berdasarkan ketentuan wahyu Allah Yang
Maha Adil.
Keempat,
dalam Bab I pasal 1 ayat 4 tentang pendefinisian "Diskriminasi" yang
diartikan sebagai segala bentuk pembedaan, pengucilan atau pembatasan
dan segala bentuk kekerasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin
tertentu. Padahal, pembedaan dan pembatasan tidak bisa disamakan dengan
pengucilan dan kekerasan. Pembedaan dan pembatasan yang datang dari
ajaran agama Islam adalah kewajiban agama, bukan kejahatan. Peran dan
tanggung-jawab laki-laki dan perempuan wajib dibedakan sebagaimana
diatur oleh ajaran Islam. Baik perempuan mau pun laki-laki harus
dibatasi peran dan tanggung-jawabnya masing-masing agar tercipta
keharmonisan hidup, sebagaimana Islam membatasinya.
Kelima, dalam
Bab I pasal 1 ayat 5 s/d 12 tentang strategi, perangkat dan
infrastruktur serta anggaran untuk mensukseskan program "Kesetaraan
Gender" secara nasional di Indonesia. Artinya, seluruh perangkat negara
Indonesia dengan menggunakan uang rakyatnya, harus dilibatkan dalam
program yang nyata-nyata bertentangan dengan nilai-nilai adat dan budaya
mana pun, serta menabrak ajaran semua agama, khususnya Islam sebagai
agama yang dianut mayoritas bangsa Indonesia.
Keenam,
dalam Bab II pasal 2 dan 3 tentang Asas dan Tujuan menyebutkan
dasar-dasar Kesetaraan dan Keadilan Gender, yaitu : kemanusiaan,
persamaan substantif, non-diskriminasi, manfaat, partisipatif,
transparansi dan akuntabilitas. Perhatikan dengan baik bahwa agama tidak
dijadikan dasar sama sekali ! Keadilan macam apa yang diperjuangkan
tanpa ajaran agama ?! Itulah karenanya, KKG dalam RUU tersebut
semestinya merupakan singkatan dari "Kesetaraan dan Ketidak-adilan
Gender" !!!
Ketujuh,
dalam Bab III Bagian Pertama banyak pasal "mubadzdzir" bahkan "haram"
karena sudah diatur dalam Undang-Undang lain yang jauh lebih baik.
Pasal 4 s/d 13 sudah diatur dalam UU Politik, Keimigrasian, Sisdiknas,
Komunikasi dan Informasi, Ketenaga-kerjaan, Kesehatan, Perekonomian,
Peradilan, Perkawinan dan KUHP. Contoh kebobrokan bagian
ini, misalnya dalam pasal 12 ada ketentuan bahwa "Setiap orang berhak"
antara lain : "(a) memasuki jenjang perkawinan dan memilih suami atau
isteri secara bebas" dan "(e) atas perwalian, pemeliharaan, pengawasan
dan pengangkatan anak". Kedua poin dalam pasal ini sangat berbahaya,
karena pasal 12 a memberi kebebasan kawin beda agama secara mutlak,
bahkan pasal ini tidak menjelaskan tentang "siapa memilih siapa",
padahal dalam dunia Homosexual telah terjadi laki memilih laki sebagai
pasangan suami-isteri, dan dalam dunia Lesbianisme sudah berlangsung
perempuan memilih perempuan sebagai pasangan suami-isteri. Sedang pasal
12 e memberi "hak perwalian" kepada perempuan dan laki-laki, sehingga
ke depannya perempuan pun boleh menjadi Wali Nikah. Ini bertentangan
dengan UU Perkawinan yang sudah ada selama ini sebagai bagian dari KHI.
Kedelapan,
dalam Bab III Bagian Kedua yang berisi pasal 14 dan 15 tentang
kewajiban Negara dan Warga Negara dalam mensukseskan program "Kesetaraan
Gender". Disana ada tercantum dua poin penting untuk disoroti dari
sekian poin yang tertera, yaitu : Pertama, tentang kewajiban
"penghapusan diskriminasi dalam bidang hukum", yang tentunya ke depan
akan sangat bisa digunakan sebagai dasar perundang-undangan untuk
menolak penerapan Hukum Islam bagi umat Islam itu sendiri, seperti :
membatalkan Hukum Waris Islam yang menetapkan untuk anak laki dua bagian
anak perempuan, dan memberikan Hak Thalaq kepada isteri sebagaimana
yang dimiliki suami, bahkan pembolehan bagi perempuan untuk polyandri
(bersuami lebih dari satu dalam satu waktu) sebagaimana
halalnya bagi laki-laki untuk poligami (beristeri lebih dari satu dalam
satu waktu), atau sebaliknya pengharaman poligami bagi pria sebagaimana
pengharaman polyandri bagi wanita. Kedua, tentang kewajiban "perubahan
perilaku sosial dan budaya yang tidak mendukung Kesetaraan Gender",
artinya di hadapan Kesetaraan Gender tidak ada istilah "Kearifan Lokal"
yaitu suatu istilah yang selama ini selalu mereka gunakan untuk
menentang dan menolak penerapan Syariat Islam.
Kesembilan,
dari Bab IV s/d Bab VI yang berisikan 50 pasal yaitu dari pasal 16 s/d
65, boleh disebut sebagai PASAL FULUS, karena isinya tentang membangun
strategi, perangkat dan infrastruktur secara nasional dari pusat
sampai ke daerah yang melibatkan semua instansi dan lembaga negara
dengan anggaran pembiayaan dari UANG NEGARA. Ini menjadi pintu baru
bagi "tikus-tikus negara" untuk menggerogoti uang negara secara "legal"
sesuai justifikasi yang diberikan Undang-Undang yang dibuat tersebut.
Dengan kata lain, RUU - KKG merupakan justifikasi dan legalisasi bagi
"pemborosan uang negara" sekaligus menjadi "pembuka pintu korupsi"
secara nasional.
Kesepuluh,
dari Bab VII s/d Bab XI yang berisikan 14 pasal yaitu dari pasal 66
s/d 79, ada dua pasal yang sangat berbahaya, yakni : Pertama, pasal 67
yang menyatakan bahwa "Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang
memiliki unsur pembedaan, pembatasan, dan / atau pengucilan atas dasar
jenis kelamin tertentu". Kedua, pasal 70 yang berbunyi "Setiap orang
yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang memiliki unsur pembedaan,
pembatasan, dan / atau pengucilan atas dasar jenis kelamin tertentu
sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 dipidana dengan pidana penjara
paling lama ......(...........) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp.......(...........)". Dalam Draft RUU - KKG masa penjara dan jumlah
denda masih dikosongkan. Ini adalah "Pasal Kriminalisasi" ajaran Islam
yang mengakui adanya pembedaan dan pembatasan peran serta tanggung-jawab
antara pria dan wanita sesuai dengan aspek biologis dan psikologisnya
masing-masing secara adil berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
AWAS, BAHAYA MENGANCAM !
Dengan
demikian, jika Draft RUU - KKG sebagaimana diuraikan di atas dijadikan
Undang-Undang dan diberlakukan di Indonesia, maka segenap umat Islam,
pria mau pun wanita, ayah mau pun ibu, kakek mau pun nenek, Ustadz mau
pun Ustadzah, Kyai mau pun Nyai, harus siap dipenjara dan didenda jika
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan "Kesetaraan Gender", walau
pun dibenarkan Syariat Islam.
Misalnya
: menolak homosexual dan lesbianisme, memberi warisan kepada anak
perempuan separuh dari bagian anak laki, menyuruh wanita pakai jilbab,
mengaqiqahkan anak perempuan dengan seekor kambing sedang anak laki
dengan dua ekor kambing, melarang anak wanita kawin beda agama, melarang
anak wanita pacaran, melarang anak wanita keluar malam, melarang
wanita adzan di Masjid, melarang wanita Khathib Jum'at, menjadikan
suami sebagai kepala keluarga, tidak mengizinkan isteri bekerja di luar
rumah, menyuruh isteri hamil, mendesak isteri menyusui anak, meniduri
isteri saat isteri tidak mau, menjewer atau menyentil telinga anak
wanita dalam memberi pelajaran, apalagi memukul walau dengan "pukulan
sayang" yang tidak melukai di tempat yang dibenarkan syar'i sebagaimana
diajarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Semua itu dikatagorikan "kejahatan
pidana" atau "kriminal" dengan sanksi hukuman penjara dan denda.
Jelaslah
persoalannya, bahwa Draft RUU - KKG menjadi ancaman serius bahkan
sangat berbahaya bagi umat Islam, karena Draft RUU - KKG tidak
menjadikan agama sebagai dasar, bahkan secara jahat dan licik melakukan
"kriminalisasi ajaran agama".
Jadi,
RUU - KKG bukan untuk melindungi wanita, apalagi mengangkat derajat
harkat dan martabat kaum perempuan. Justru, RUU - KKG menjebak kaum ibu
agar tidak bisa lagi mengatur anak wanitanya. Di samping itu, RUU KKG
membuka peluang penelantaran anak, baik laki mau pun perempuan, karena
mendorong kaum wanita untuk aktif di ruang publik, sehingga meninggalkan
"karir termulianya" sebagai "Ibu" bagi anak-anaknya di rumah yang
selalu membutuhkan sentuhan dan kelembutan cinta serta kasih sayangnya.
Wanita
Indonesia tidak butuh aturan yang justru merong-rong harkat dan
martabatnya. Wanita Indonesia membutuhkan aturan yang mampu mengangkat
harkat dan martabatnya sebagai wanita mulia. Karenanya, RUU - KKG harus
dilawan habis-habisan oleh seluruh umat Islam dan segenap bangsa
Indonesia. Pemerintah mau pun DPR RI wajib menolak pembahasan RUU - KKG tersebut.
Pemerintah
dan DPR RI jangan membuang waktu untuk pembahasan hal yang tidak
berguna, apalagi yang merusak. Menyangkut wanita, buat saja aturan yang
memberi hak cuti bagi wanita pekerja yang haid, hamil dan melahirkan.
Atau buat aturan cuti ’Iddah bagi wanita yang diceraikan/ditinggal mati
suami. Atau buat aturan yang melarang penahanan terdakwa /
terpidana wanita yang sedang hamil dan menyusui hingga selesai masa
hamil dan menyusuinya. Atau buat aturan perlakuan istimewa bagi wanita
di kendaraan umum padat penumpang seperti bus dan kereta agar terhindar
dari pelecehan. Atau buat aturan yang melarang wanita mengumbar aurat
agar tidak jadi korban perkosaan. Atau buat aturan perlindungan wanita
pembantu rumah tangga yang rentan jadi korban penindasan dan pelecehan
majikan, baik di dalam mau di luar negeri. Dan lain sebagainya dari
berbagai aturan yang betul-betul manfaat bagi wanita Indonesia. Camkan !
KESIMPULAN
Kesimpulannya,
Konsep "Kesetaraan Gender" tidak sesuai dengan karakter bangsa
Indonesia yang dikenal agamis, karena tidak ada satu agama pun yang
menyetarakan pria dan wanita dalam peran dan tanggung-jawab. Semua agama
memposisikan pria dan wanita berbeda, bahkan menjadikan perbedaan
kedua jenis ini sebagai suatu keniscayaan, karena memang faktanya bahwa
biologis dan psikologis kedua jenis ini berbeda. Apalagi konsep "Bias
Gender" sangat bertentangan dengan ajaran Islam, karena konsep ini
merupakan konsep zolim yang memposisikan dan memperlakukan wanita dengan
sangat tidak adil.
Ada
pun konsep "Keserasian Gender" merupakan konsep yang paling tepat
karena berdiri atas dasar keadilan dalam perbedaan peran dan
tanggung-jawab yang ditetapkan oleh wahyu Allah SWT yang Maha Mengetahui
tentang segala kebutuhan tiap jenis ciptaan-Nya. Adil tidak berarti
sama, tapi adil itu adalah menempatkan dan memperlakukan sesuatu pada
tempat dan dengan cara semestinya sesuai dengan aturan Allah SWT Yang
Maha Adil.
"Keserasian
Gender" sebagai cerminan dari "Keadilan Gender" dalam makna yang benar
merupakan bagian dari Wawasan Kebangsaan Indonesia yang mesti
ditumbuhkan-kembangkan, karena Keserasian Gender adalah bagian dari Budi
Pekerti yang mulia lagi luhur, bahkan merupakan bagian dari Akhlaq
Karimah. Syair indah mengatakan :
Tegaknya rumah karena sendi
Runtuh sendi rumah binasa
Tegaknya bangsa karena budi
Hilang budi bangsa binasa
Semoga
Allah SWT menyelamatkan kita dari segala bentuk makar kaum Kafir
Liberal yang semakin hari semakin menjadi. Kepada segenap umat Islam dan
seluruh komponen bangsa Indonesia harus selalu mewaspadai setiap
gerak-gerik Setan Liberal sebagai virus paling berbahaya yang terus
menerus menggerogoti tiang agama dan pilar bangsa. Stop perpecahan ! Ayo
bersatu ! Jangan saling mengkafirkan sesama muslim karena persoalan
Furu' ! Satukan kekuatan untuk ganyang musuh besar bersama kita, yaitu: LIBERAL!
Allahu Akbar !!!
Penulis: Habib Muhammad Rizieq, MA