Imam
Al-Buthi telah gugur sebagai SYAHID pada hari Kamis 09 Jumadil Awwal
1434 H/ 21 Maret 2013 M (malam Jum’at), bersama cucunya Ahmad dan
sedikitnya 40 orang ikut terbunuh, termasuk 23 muridnya saat menghadiri
ta'lim rutin di Masjid Jami' Al-Iman, kawasan Mazra’ah - Damascus -
Suriah karena DIBOM di dalam Masjid.
Semua
Ulama sepakat bahwa sesungguhnya menumpahkan darah kaum Muslimin adalah
HARAM, apalagi menumpahkan darah Ulama, terlebih lagi di dalam Masjid.
Masjid adalah Baitullah, tempat suci dan sakral. Berjual beli atau
berbisnis pun haram dilakukan di masjid, apalagi menumpahkan darah umat
Islam secara massal. Laa Haula Wa Laa Quwwata illaa Billaah.
Jika
pun Imam Al-Buthi dalam ijtihad politiknya salah, tidak serta merta
boleh ditumpahkan darahnya. Sungguh sangat tidak beradab yang membantai
Sang Imam bersama jama'ahnya di dalam Masjid. Pembunuhan di dalam masjid
akan menciptakan citra buruk dalam dunia Islam. Mujahidin Sejati tidak
mungkin menabrak adab-adab Jihad dalam Islam.
Imam
Al-Buthi adalah manusia yang pasti memiliki kesalahan. Selama kesalahan
itu masih dalam wilayah Ijtihad, tetap wajib dihargai dan dihormati.
Beliau dikenal di dunia sebagai ulama yang memiliki otoritas Ijtihad.
Apalagi perbedaan yang terjadi antara Imam Al-Buthi dan sebagian ulama
Suriah adalah terkait sikap politik yang merupakan masalah Furu'uddin,
bukan Ushuluddin, sehingga tidak boleh dikafirkan dan dihalalkan
darahnya. Bahkan saling menghina dalam masalah Furu'uddin tidak akan
dilakukan seorang muslim yang baik, apalagi menghina Ulama.
Ketua
Umum Front Pembela Islam (FPI), Habib Muhammad Rizieq Syihab,
menyesalkan kelompok yang telah menghina IMAM AL-BUTHI seraya menukil
Hadits: "Udzkuruu Mahaasina Mautaakum" artinya "Sebutlah olehmu sekalian pelbagai kebaikan orang-orangmu yang telah mati.
Jadi,
tidak pantas kata HINAAN dilontarkan buat saudara muslim yang telah
wafat, apalagi yang wafat adalah SYAHID seperti Imam Al-Buthi. Beliau
adalah ULAMA BESAR ASWAJA ABAD INI yang terkenal sebagai Ulama SHOLEH
dan ZUHUD.
Menurut
Habib Rizieq, soal Al-Buthi tidak bergabung dengan MUJAHIDIN SURIAH,
beliau punya alasan sendiri yang wajib kita hormati, walau pun belum
tentu kita sepakat, antara lain:
- Pertama, usia yang sudah sangat lanjut, yaitu dilahirkan pada tahun 1929, sehingga saat Syahid usianya telah mencapai 84 tahun.
- Kedua, Imam Al-Buthi sibuk habiskan usia buat ilmu, belajar mengajar dan mengarang kitab.
- Ketiga, diberitakan secara terbuka oleh semua media bahwa Mujahidin masih bergabung dengan barisan OPOSISI yang di dalamnya banyak orang KAFIR dan LIBERAL serta memperoleh senjata dari AS dan sekutunya, sehingga beliau khawatir konflik Suriah hanyalah permainan KONSPIRASI ASING.
- Keempat, Imam Al-Buthi bukan satu-satunya Ulama Aswaja Suriah yang tidak bergabung dengan Mujahidin.
- Kelima, Imam Al-Buthi ulama yang berilmu mumpuni, sehingga berhak Ijtihad, jika benar ijtihadnya dapat dua pahala dan jika salah dapat satu pahala.
- Keenam, Imam Al-Buthi punya perjanjian politik dengan Dinasti Al-Asad jauh sebelum ada pemberontakam, dan beliau orang yang tidak suka khianat dengan janjinya.
- Ketujuh, perjanjian politik tersebut ketika itu telah berhasil menghindari berlanjutnya pembantaian Aswaja yang sebelumnya sering terjadi.
- Kedelapan, perjanjian politik tersebut telah berhasil membebaskan Ulama Aswaja yang banyak dipenjara oleh Dinasti Al-Asad.
- Kesembilan, perjanjian tersebut telah menyelamatkan bangsa Kurdi dari kejaran militer Al-Asad.
- Kesepuluh, perjanjian tersebut telah berhasil mengizinkan Ulama Suriah yang lari ke luar negeri untuk kembali seperti Al-Marhum Imam Abdul Fattah Abu Ghuddah, seorang Ahli Hadits abad ini.
- Kesebelas, perjanjian tersebut telah berhasil memperkenankan Ulama luar Suriah tampil di Suriah untuk berda'wah, seperti Syeikh Yusuf Al-Qordhowi.
- Kedua belas, tidak ada satu pun Ulama Aswaja Suriah yang menyalahkan, apalagi menghina Al-Buthi terhadap ijtihad politiknya, KECUALI kelompok yang memang suka dan sering mengkafirkan muslim lain yang berbeda pendapat dengan mereka.
Karenanya,
Kami FPI membela MUJAHIDIN SURIAH melawan BASYAR AL-ASAD yang ZOLIM,
tapi kami tetap harus jaga AKHLAQ terhadap ULAMA ASWAJA SURIAH yang
tidak gabung dengan Mujahidin. Itu persoalan IJTIHAD POLITIK, mereka
lebih tahu situasi negeri mereka daripada kita. Siapa pun PELAKU BOM
BUNUH DIRI yang menggugurkan Imam Al-Buthi dan 23 muridnya di DALAM
MASJID, dan apa pun alasannya, maka hal tersebut tidak bisa dibenarkan.
ANDAIKATA
MUJAHIDIN SURIAH yang melakukan itu atau terlibat dalam pembantaian
tersebut dalam bentuk apa pun, maka mereka yang salah jalan, bukan Imam
Al-Buthi. Semoga pelakunya bukan dari kalangan MUJAHIDIN sebagaimana
PERNYATAAN RESMI yang dikeluarkan oleh Persatuan Ulama Suriah yang
dipimpin oleh Asy-Syeikh Muhammad Ali Ash-Shobuni sbb:
- Kami mengutuk penyerangan sejumlah masjid, ulama dan warga sipil yang tidak bersalah. Kami juga mengutuk segala macam tindakan pembunuhan tanpa alasan yang jelas. Dan kami menolak semua tuduhan bahwa ini adalah tindakan para mujahidin yang telah mengabdikan dirinya untuk membela darah, kehormatan dan kesucian kaum muslimin.
- Kami yakin bahwa tindakan seperti ini adalah perbuatan rezim Asad yang sering menyerang masjid-masjid, tempat-tempat ibadah dan membunuhi para ulama. Perbuatan seperti ini bukanlah suatu hal baru yang dilakukan rezim jahat dan para intelijennya yang licik.
Kini,
ada situs di Indonesia yang memberitakan bahwa Syeikh Ash-Shobuni
mencaci-maki dan mencemooh Imam Al-Buthi, maka patut dicurigai sebagai
fitnah, karena bertentangan dengan isi penyataan resmi tersebut di atas.
Andaikata pun benar, wajib diteliti juga, apakah karena beliau berada
di bawah tekanan pemerintah Saudi yang memusuhi Imam Al-Buthi atau
tidak, karena beliau mendapat izin tinggal dan mencari nafkah disana.
Pemerintah
Suriah dan Oposisi saling tuding dalam Tragedi Pembantaian Imam
Al-Buthi. Pihak pemerintah menuduh bahwa oposisi adalah pelaku pemboman
terhadap Imam Al-Buthi, karena Sang Imam tidak mendukung pemberontakan
oposisi. Sementara pihak oposisi justeru menuding balik pemerintah
Suriah yang membunuh Imam Al-Buthi, karena Sang Imam ditengarai ingin
menarik dukungannya dari pemerintah. Terlepas dari pihak mana yang
benar, maka saling tuding tersebut menunjukkan bahwa kedua belah pihak
sangat takut dan khawatir dituduh sebagai pelaku pembantaian Imam
Al-Buthi. Dan ini sekaligus menjadi bukti kebesaran pribadi Imam
Al-Buthi, kemuliaan kedudukannya, dan ketinggian kharismatiknya di hati
umat Islam Suriah sebagai seorang IMAM yang MATI SYAHID di jalan Da'wah,
sehingga tidak berlebihan jika dia diyakini oleh pecintanya di seluruh
dunia sebagai WALIYULLAH.
Selain
itu, ada tuduhan bahwa FPI membela Al-Buthi karena Ashobiyyah sama-sama
bermadzhab Syafi'i dan Asy-'ari. Terkait hal itu, Habib Muhammad Rizieq
Syihab memberikan jawaban sebagai berikut:
"Bahwa
membela Ulama ASWAJA yang mati DIBUNUH secara ZHOLIM saat usai TA'LIM
bersama para muridnya di dalam MASJID dengan BOM BUNUH DIRI itu bukan
ASHOBIYYAH, karena itu membela yang benar.
Yang
ASHOBIYYAH itu: membela Pelaku BOM BUNUH DIRI yang telah membunuh Ulama
ASWAJA di dalam MASJID saat usai TA'LIM bersama para muridnya. Kok
sudah salah dibela ? Camkan ! "
Selanjutnya
Habib Rizieq melontarkan tantangan: "Bagi mereka yang tetap "NGOTOT"
merendahkan Asy-Syahid Al-Buthi: Silakan tunjukan ULAMA ASWAJA SURIAH
mana yang membenarkan PEMBUNUHAN AL-BUTHI ???!!! " Haat Burhaanakum in
Kuntum Shoodiqiin".
Al-Habib
Ali Al-Jufrie, seorang Da’i kondang Timur Tengah mengatakan: “Aku telah
menelefonnya dua minggu sebelum kewafatannya dan beliau (Imam
Prof.DR.M.Said Ramadhan Al-Buthi) berkata pada akhir percakapan: “Tidak
akan lama umurku melainkan beberapa hari lagi. Sesungguhnya aku sedang
mencium bau surga dari belakangnya. Jangan lupa wahai saudaraku untuk
mendoakan aku.”
Dan
pada beberapa hari sebelum kewafatannya, Imam Prof.DR.M.Said Ramadhan
Al-Buthi berkata: “Setiap apa yang berlaku padaku atau yang menuduhku
daripada ijtihadku, maka aku harap ia tidak terlepas dari ganjaran
ijtihad ( yaitu yang ijtihadnya betul mendapat dua ganjaran dan yang
keliru mendapat satu ganjaran ).”
Bagi
yang membenci Imam Al-Buthi dengan FITNAH bahwa Imam Al-Buthi ANTEK
DINASTI AL-ASAD, takutlah kepada Allah SWT, karena Fitnah lebih berat
dari pada pembunuhan. Jagalah lisan dan sikap anda di Indonesia yang
mayoritas ASWAJA, karena di Indonesia Imam Al-Buthi punya banyak murid
dan pengikut. Jangan lagi undang polemik dan perpecahan!!!..
Menurut para murid Imam Al-Buthi di Indonesia tentang kenapa kalangan WAHABI di
Suriah dan Saudi tidak senang terhadap Imam AL-BUTHI, sehingga sama
sekali tidak prihatin dengan tragedi PEMBANTAIAN IMAM AL-BUTHI, karena
Imam Al-Buthi seorang ULAMA ASY'ARI tulen, dan banyak kalangan Wahabi di
Suriah dan Saudi yang benci dengan Madzhab Asy'ari, bahkan
mengkafirkannya.
Apalagi
Al-Buthi mengarang dua kitab monumental, yaitu: Pertama, ALLAA
MADZHABIYYAH AKHTHORU BID'ATIN TUHADDIDUSY SYARII'ATAL ISLAMIYYAH (Bebas
Madzhab adalah bid'ah paling bebahaya yang mengancam Syariat Islam). Kedua,
kitab AS-SALAFIYYAH MARHALATUN ZAMAANIYYAH MUBAAROKAH WA LAISA
MADZHABAN ISLAAMIYYAN (Salafiah adalah masa penuh keberkahan bukan
madzhab Islam). Kedua kitab tersebut mengurai asal-usul Wahabi dan
menelanjangi pemikirannya yang tidak sejalan dengan Salaf, serta
mengecam kebanyakan Wahabi yang mengaku sebagai pengikut Salaf, tapi
selalu mencaci-maki, bahkan mengkafirkan sesama muslim yang berbeda
pendapat dengan mereka.
Kini,
tatkala Imam Al-Buthi tidak mau mendukung para Mujahidin, yang
diberitakan di Suriah bahwa mereka kebanyakan berasal dari kalangan
Wahabi yang bergabung dengan oposisi Suriah yang terdiri dari
orang-orang Kafir dan kaum Liberal, serta dibantu SAUDI dan Amerika
Serikat beserta sekutunya, maka Imam Al-Buthi pun jadi sasaran empuk
aneka fitnah kalangan Wahabi di Suriah dan Saudi. Beliau dituduh sebagai
antek dinasti Asad, pembela Syi'ah, pengkhianat Jihad, Fasiq dan
Munafiq, bahkan Kafir.
Padahal,
Imam Al-Buthi tidak mendukung karena khawatir para Mujahidin tanpa
disadari tengah ditunggangi oleh konspirasi ASING untuk memecah belah
Suriah yang selama ini menjadi salah satu penyokong utama perjuangan
perlawanan terhadap Israel, baik melalui Hamas (Sunni) di Palestina mau
pun Hizbullah (Syi'ah) di Selatan Libanon.
Di
antara FITNAH TERKEJI adalah yang diberitakan sebuah situs di Indonesia
bahwa Syeikh Ghayyats Abdul Baqi di sebuah Masjid di Bekasi saat acara
Munasharah Suriah mengecam Imam Al-Buthi karena memberikan fatwa DOSA
BAGI MEREKA YANG TIDAK MAU SUJUD KEPADA BASHAR ASSAD. Dia menyatakan :
“Saya tidak habis pikir apa yang ada dalam benak dia (Al Buthi). Atas
dasar apa sehingga dia nyaman mengucapkan hal itu,” katanya. Ternyata
dalam rekaman ceramah Imam Al-Buthi yang baru beredar di You Tube tidak
seperti itu. Bahkan Imam Al-Buthi dengan tegas menegur langsung Al-Asad,
kenapa membiarkan ada pemuda yang sujud kepadanya, karena itu perbuatan
haram dan kufur.
Silahkan klik link video ceramah Imam Al-Buthi: http://www.youtube.com/watch?v=_BNXQBudHCY
Tak
hanya itu, salah seorang Imam Al-Masjidil Aqsha, Syeikh Sholahuddin bin
Ibrahim (Abu Urfah), mengecam habis-habisan PEMBANTAIAN IMAM AL-BUTHI,
sekaligus mengkritik keras Syeikh Yusuf Al-Qordhowi yang masih saja
merendahkan Imam Al-Buthi setelah kematiannya. Silahkan buka rekamannya
di link :
Selain
itu, bagi yang ingin melihat rekaman Syahidnya Imam Al-Buthi dan
mendengar kecaman dan kutukan Ulama sedunia terhadap PEMBANTAIAN IMAM
AL-BUTHI, silakan buka link-link berikut :
(Syahidnya Al-Buthi )
(Kritik terhadap Syeikh Al-Qordhowi)
Bagi
para murid Imam Al-Buthi di Indonesia melihat sikap Wahabi Suriah dan
Saudi seperti itu terhadap guru mereka, mudah ditebak maksud dan
tujuannya, yaitu agar pengaruh Imam Al-Buthi di tengah umat Islam dunia
hilang, sehingga kitab-kitabnya yang mengkritisi WAHABI secara ilmiah
dengan dalil kuat tak terbantahkan jangan sampai dibaca orang.
Imam Al-Buthi Penulis yang Sangat Produktif
Imam
Prof.DR. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi adala Ulama Besar yang telah
melahirkan puluhan kitab yang sarat ilmu dan bermanfaat bagi umat Islam.
Beliau adalah seorang penulis yang sangat produktif. Karyanya mencapai
lebih dari 60 buah, meliputi bidang syari’ah, sastra, filsafat, sosial,
masalah-masalah kebudayaan, dan lain-lain.
Beberapa karyanya yang dapat disebutkan di sini, antara lain, Al-Mar‘ah
Bayn Thughyan an-Nizham al-Gharbiyy wa Latha‘if at-Tasyri’
ar-Rabbaniyy, Al-Islam wa al-‘Ashr, Awrubah min at-Tiqniyyah ila
ar-Ruhaniyyah: Musykilah al-Jisr al-Maqthu’, Barnamij Dirasah
Qur‘aniyyah, Syakhshiyyat Istawqafatni, Syarh wa Tahlil Al-Hikam
Al-‘Atha‘iyah, Kubra al-Yaqiniyyat al-Kauniyyah, Hadzihi Musy ki
latuhum, Wa Hadzihi Musykilatuna, Kalimat fi Munasabat, Musyawarat
Ijtima’iyyah min Hishad al-Internet, Ma’a an-Nas Musyawarat wa Fatawa,
Manhaj al-Hadharah al-Insaniyyah fi Al-Qur‘an, Hadza Ma Qultuhu Amama
Ba’dh ar-Ru‘asa‘ wa al-Muluk, Yughalithunaka Idz Yaqulun, Min al-Fikr wa
al-Qalb, La Ya‘tihi al-Bathil, Fiqh as-Sirah, Al-Hubb fi al-Qur‘an wa
Dawr al-Hubb fi Hayah al-Insan, Al-Islam Maladz Kull al-Muj tama’at
al-Insaniyyah, Azh-Zhullamiyyun wa an-Nuraniyyun.
Gaya
bahasa Am Al-Buthi istimewa dan menarik. Tulisannya proporsional dengan
tema-tema yang diusungnya. Tulisannya tidak melenceng dan keluar dari
akar permasalahan dan kaya akan sumber-sumber rujukan.
Sekilas Kehidupan Al-Buthi
Imam
Prof.DR.Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi dilahirkan di desa Gelika pulau
Buthan wilayah Kurdistan, Turki tahun 1929, 5 tahun setelah khilafah
Utsmani dibubarkan oleh Attaruk. Ayahnya bernama Imam Mala Ramadhan
Al-Buthi, seorang alim, takwa, dan memiliki keluasan ilmu.
Hanya
4 tahun Al-Buthi tinggal di tempat kelahirannya. Hingga tahun 1933 ia
hijrah dibawa ayahnya ke Suriah akibat maraknya tindakan pembersihan
ulama-ulama Islam oleh Attaturk. Keluarga Al-Buthi menetap di desa ‘Ain
Dewar, dekat perbatasan Turki-Suriah.
Imam
Al-Buthi mengenyam pendidikan hingga Doktor di Al-Azhar. Lulus dari
Sekolah Agama Islam kesohor Ma’had Attaujih Al-Islami di Damaskus yang
dipimpin oleh Imam Hasan Habannakah Al-Maidani. Kemudian melanjutkan
kuliah di Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar tahun 1953 dan berhasil
meraih gelar ‘Alamiyah (Imam) tahun 1955. Setelah itu kembali ke kota
Homs tahun 1958 dan menetap hingga 1961, menjadi guru di beberapa
Sekolah Islam, hingga ditunjuk menjadi dosen pembantu di Fakultas
Syariah Universitas Damaskus. Kemudian Al-Buthi dikirim untuk mengambil
program Doktor dan meraihnya tahun 1965. Tak lama kemudian ia ditunjuk
menjadi dosen penuh di fakultas Syariah, hingga menjadi Dekan. Bahkan
setelah itu beliau menjadi dosen resmi di Universitas Damaskus.
Akhina
ustadz Nandang Burhanuddin, Lc, menceritakan dalam artikelnya, ketika
Hafizh Al-Asad berkuasa tahun 1970, artinya jarak antara Al-Buthi lulus
dari Al-Azhar dan Hafizh Al-Asad berkuasa sekitar 16 tahun. Hubungan
Al-Asad dengan Al-Buthi tentu belum terjalin. Al-Buthi seorang dosen,
sedangkan Al Asad menjadi Presiden Suriah.
Hingga
pada tanggal 16 Juni 1979, terjadi peristiwa “pembantaian Sekolah
Altileri Darat di Aleppo (300 km dari Damaskus)”. Sekolah militer
tersebut terletak di wilayah Romusa dekat kota Aleppo sebelah utara
Suriah. Pembantaian dilakukan oleh Kapten Ibrahim Yusuf, perwira di
bagian Bintal sekolah Altileri dibantu oleh Front Tempur Jamaah Ikhwanul
Muslimin, sebagai aksi pembalasan atas tindakan represif rezim yang
salah satu komandannya adalah Hafizh Al-Asad. Peristiwa tersebut
menewaskan 32 Taruna dan sedikitnya 54 orang luka-luka.
Pasca
peristiwa tersebut, kementrian Informasi meminta Imam Prof.DR.Muhammad
Said Ramadhan Al-Buthi untuk mengeluarkan fatwa syariah tentang
pembantaian. Imam Al-Buthi meresponsnya dengan mengungkapkan dalil-dalil
syariat yang mengutuk dan mengharamkan aksi pembantaian.
Tak
disangka, setelah tampil di media hubungan Imam Al-Buthi dengan Hafizh
Al-Asad terbuka, hingga pada tahuna 1982, Kementerian Wakaf Suriah
Kemenag) yang diwakili menterinya bernama Muhammad Al-Khathib mengundang
Imam Al-Buthi untuk menjadi pembicara tunggal dalam acara Festival
Menyambut Abad 15 H. Acara tersebut dihadiri oleh Presiden Hafizh
Al-Asad. Imam Al-Buthi memanfaatkannya untuk menyampaikan nasihat bagi
Hafizh Al-Asad.
Hubungan
Imam Al-Buthi dengan Al-Asad semakin intens. Bahkan Al-Asad suka
mengajak Imam Al-Buthi ke istana, berdialog hingga berjam-jam (6-7 jam),
membicarakan banyak hal. Akhina Nandang Burhanuddin, Lc, yang menjadi
saksi sejarah, saat 1998 berkunjung ke Suriah menyaksikan Islamic Book
Fair di Damaskus ke-14, Al-Buthi benar-benar dicintai rakyat dan
penguasa. Tentu ada juga yang mengkritisi sikap Imam Al-Buthi, salah
satunya adalah Syeikh Usamah Assayyid yang menulis buku bantahan
terhadap pemikiran Al-Buthi berjudul, “Ar Raddu Al ‘Ilmi ‘Alal Buthi”.
Hubungan
manis Imam Al-Buthi dengan Rezim Al-Asad mengundang tuduhan miring
terhadapnya. Di satu pihak, beliau dianggap pendukung rezim Syiah
Nusairiyah Bashar Asad. Kecaman dan makian dilontarkan untuk Imam
Al-Buthi. Ia bahkan dinilai ulama Sunni yang pro rezim Syiah. Wajar saja
bagi kita yang hidup jauh dan tidak mengalami atau malah mencermati
prahara dan tekanan politik di era 60-an hingga 80-an, maka akan
berkesimpulan negatif. Namun jika kita mau sedikit bijak, maka sikap
Imam Al-Buthi itu sangat sah dan dibenarkan syariat.
Di antara landasan Al-Buthi membuka dialog dengan Rezim Al-Asad adalah:
1.
Hubungan gerakan Islam yang dimotori oleh Ikhwanul Muslimin di pelbagai
Negara Arab, tengah berada di titik nadir. Tindakan represif
rezim-rezim dunia Arab, dari mulai Maroko hingga Teluk, Mesir hingga
Syam tengah marak. Bahkan terbukti, tindakan Hafizh Al-Asad yang
membumihanguskan provinsi Homs dan membunuh seluruh penduduknya yang
mendukung gerakan IM, tercatat sejarah sebagai hubungan kelam antara
penguasa dan jamaah IM.
2.
Imam Al-Buthi memandang, rezim Al-Asad dari ayah hingga anaknya Basyar
Al-Asad, sangat kuat dipengaruhi kelompok Ar-Rafidhah yang cenderung
membumihanguskan Muslim Sunni, seperti yang terjadi sekarang ini. Imam
Al-Buthi memiliki komitmen, untuk menyelamatkan entitas Muslim Sunni di
Suriah.
3.
Tindakan represif Al-Asad bukan hanya pada gerakan perlawanan secara
fisik, namun juga mengarah pada non fisik. Di era Hafizh Al-Asad,
pengajian-majlis taklim-dan perkumpulan di atas 3 orang bukan hanya
tidak diizinkan, tapi akan dijebloskan ke penjara tanpa pengadilan. Jika
pun ada, yang berlaku adalah pengadilan militer.
Hasil Nasihat Imam Al-Buthi
Usaha
Imam Al Buthi untuk menasihati penguasa berbuah di tataran nyata. Tentu
dengan pengorbanan tak sedikit, salah satunya, Imam Al-Buthi dituduh
tutup mata dengan tindakan Al-Asad. Di antara hasilnya adalah:
1.
Imam Al-Buthi pernah diundang selama 7 jam, berdialog dengan Hafizh
Al-Asad. Imam Al Buthi lebih banyak menyimak curhatan Al-Asad, hingga
akhirnya Imam Al-Buthi menyarankan Hafizh Al-Asad untuk membebaskan
tokoh-tokoh dan tawanan politik dari Jamaah Ikhwanul Muslimin. Rentang
beberapa minggu kemudian, para tapol IM dibebaskan.
2.
Kesediaan Al-Asad untuk membuka Suriah bagi para pengungsi Palestina
setelah peristiwa Pembantaian Shabra dan Syatila terjadi pada September
1982, di Beirut, Lebanon, yang saat itu diduduki oleh Israel adalah
hasil dari nasihat yang diberikan oleh Imam Al-Buthi. Bahkan Suriah
membuka diri kepada HAMAS untuk membuka satus-satunya kantor Perwakilan
HAMAS. Saat itu, tidak ada satu pun negara Arab yang mau menerima HAMAS
untuk membuka markas di luar Palestina.
3.
Penerbitan buku-buku Islam Sunni termasuk Al-Qur’an, sangat digalakkan.
Bahkan toko-toko buku di Suriah, penerbit-penerbit Suriah sukses
menjadi penerbit-penerbit buku Islam terkemuka hingga di Mesir. Beberapa
penerbit di Mesir, malah justru dimiliki orang-orang Suriah.
Termasuk
maraknya majlis-majlis taklim di Damaskus yang didukung penguasa Al
Asad, semisal: Kajian Hadits Bukhari oleh Syeikh Musthafa Dib Al-Bugha,
Kajian Fiqh dan Syariah oleh Syeikh Wahbah Az-Zuhaili, Kajian Sirah
Nabawiyah oleh Imam Al-Buthi, hingga kajian dan Kuliah Singkat di
Mujamma’ Abun Nur Al-Islamy yang dipimpin oleh Syeikh Kaftaro. Dimana
kurang lebih ada 25 orang mahasiswa/i Indonesia yang turut menikmati
pendidikan di sekolah-sekolah tersebut.
4.
Hafizh Al-Asad sebelum wafat, mengundang Imam Al-Buthi ke kediamannya.
Ia berpesan agar saat wafat, Imam Al-Buthi sukahati menjadi imam. maka
Imam Al Buthi pun menunaikan pesan Al Asad.
Imam Al-Buthi dan Basyar Al-Asad
Hubungan
Imam Al-Buthi dengan rezim Al-Asad, berlanjut hingga kekuasaan Suriah
berpindah kepada Basyar Al-Asad. Singkat kata, hingga menjelang
demonstrasi yang mengakibatkan revolusi dan perlawanan senjata, Imam
Al-Buthi telah menjalankan fungsinya sebagai penasihat utama rezim
Al-Asad. Imam Al-Buthi bersama rombongan ulama Sunni, mendatangi Al-Asad
dan menuntut beberapa hal:
1.
Al-Asad membuka diri bagi tuntutan reformasi. Hal ini disanggupi
Al-Asad dengan melakukan perubahan birokrasi, mengubah menteri di 6
kementrian, dan memecat Perdana Menteri.
2. Al-Asad diminta untuk tidak menggunakan tindakan represif. Al-Asad menyanggupi, asalkan demonstrasi anti dirinya dihentikan.
Namun
mengapa Al-Asad mengajukan sebuah dokumen kepada Imam Al-Buthi, bahwa
pihak demonstran telah disusupi anasir-anasir Wahabi yang didukung oleh
Saudi Arabia, yang justru didukung oleh AS-Barat. Di sini kita kembali
harus bijak dalam bersikap. Dalam benak Imam Al-Buthi, kesatuan rakyat
Suriah lebih diutamakan. Maka dalam pelbagai khutbah Jumat, Imam
Al-Buthi menyerukan persatuan dan kesatuan itu. Imam Al-Buthi ingin
memahamkan kepada semua elemen termasuk Jamaah Ikhwanul Muslimin, di
awal-awal demonstrasi untuk menahan diri. Karena demonstrasi dan
revolusi sudah ditunggangi. Tak ada yang mengambil manfaat dari kisruh
Suriah, kecuali Israel. Bahkan di salah satu khutbahnya, Imam Al-Buthi
mengungkapkan hadits shahih tentang keharusan taat kepada pemimpin
(amir), terlepas pemimpin itu baik atau jahat, saking pentingnya
persatuan dan kesatuan serta stabilitas.
Hadits-hadits
yang disampaikan Imam Al-Buthi, adalah hadits-hadits yang juga
digunakan oleh rezim Al-Sa’ud di Saudi Arabia, rezim Al-Nihyan di UAE,
atau Al-Khalifah di Qatar, dan lain-lain. Sebaiknya kita tengok tanggal
dan waktu kapan Al-Buthi menyampaikan khutbah, selain kita pun harus
mendengar khutbah tersebut harus utuh, tidak sepotong-sepotong.
Kesimpulan
Akhina
Ustadz Nandang Burhanuddin, Lc, sempat beberapa kali menghadiri taklim
beliau, ia sangat yakin akan ketulusan, keikhlasan, dan muruah yang
dimiliki Imam Al-Buthi. Bahkan menurutnya, Imam Al-Buthi tidak mengambil
royalty dari buku-buku yang diterbitkan. Selain berwasiat untuk
menginfakkannya di jalan Allah. Termasuk buku-buku yang diterjemahkan ke
dalam Bahasa Indonesia. Sebagai orang yang dekat dengan kekuasaan, Imam
Al-Buthi jauh dari kata BORJU atau memperkaya diri. Hal ini
dilatarbelakangi oleh keadaan beliau sejak kecil hidup susah. Ada pun
sikap beliau yang mendukung penguasa, sangat lumrah dan masuk akal:
1.
Beliau adalah salah satu saksi sejarah atas tindakan represif Attaturk
di Turki yang membantai para ulama, menghancurkan masjid, memupus Arab.
Hingga ia dan seluruh keluarganya memilih berhijrah ke Suriah.
Pengalaman pahit tindakan bengis penguasa ini, tak akan bisa dihapus.
Maka sikap beliau yang memilih loyal kepada pemerintah, dipahami sebagai
“DAKWAH” untuk menjaga generasi muda Islam dan alim ulama dari
pembantaian rezim Al-Asad.
2.
Beliau memiliki alasan yang didukung Al-Qur’an dan Sunnah tentang
kewajiban taat kepada pemimpin, karena beliau melihat dan merasakan,
hampir tak ada pemimpin Arab yang peduli terhadap Islam selain Raja
Faisal. Seluruh pemimpin Negara Arab adalah pemimpin dictator. Ingat,
Imam Al-Buthi hidup di 5 generasi. Mulai generasi Raja Faruq di Mesir
hingga Mursi. Beliau paham betul, kepedihan dari praktik zhalim penguasa
terhadap para ulama dan aktivis gerakan Islam di seluruh negeri Arab.
Oleh karena itu, beliau masuk ke dalam lingkaran kekuasaan dalam rangka
menasihati, tidak lebih.
3.
Sebagai alim dan mujtahid, apa yang beliau lakukan dengan mendukung
rezim penguasa adalah bagian dari ijtihad. Jika salah mendapatkan 1
pahala, dan jika benar mendapatkan dua pahala. Imam Al-Buthi adalah
sosok terbaik. Bila ada kekurangan, atau khilaf adalah hal yang lumrah
dari manusia. Namun kekurangan yang sedikit, tidak boleh membuat kita
mencaci maki. Terlebih yang mencaci maki hanyalah bau kencur yang tak
memiliki karya, amal shalih, hingga pengalaman hidup setinggi beliau.
Wallahu A’lam Bisshawab. (Akhina Ustadz Nandang Burhanuddin, Lc).
Kini,
Prof.DR. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi Asy-Syafi'i Al-Asy'ari,
rahimahullahuta`ala telah berpulang ke Rahmatullah. Beliau telah syahid
di malam yang mulia, yakni pada malam Jum’at, di waktu yang mulia yakni
waktu antara Maghrib dan ‘Isya, di tempat yang mulia di dalam Masjid
depan Mihrab dalam suasana Majelis Ta’lim, dan dalam keadaan melakukan
hal yang sangat mulia yakni di saat mengajarkan ilmu-ilmu syariah
Al-Islamiyyah. Beliau gugur menjadi syahid (Insya’ALLAH) pada hari Kamis
09 Jumadil Awwal 1434 H/ 21 Maret 2013 M, bersama cucunya (Ahmad), dan
sedikitnya 40 orang ikut terbunuh, termasuk 23 muridnya karena DIBOM di
dalam Masjid. Beliau dimakamkan di samping makam Panglima Besar
Al-Mujahid Sholahuddin Al-Ayyubi Sang Pembebas Palestina, yang sama-sama
berasal dari suku KURDI.
Melihat
peristiwa syahidnya Imam Al-Buthi yang terbunuh di dalam masjid pada
saat memberikan pelajaran, sungguh kita teringat kembali pada peristiwa
wafatnya dua sahabat Rasulullah SAW_Sayyidina Umar bin Al-Khattab RA dan
Sayyidina ‘Ali Karamallahu Wajhah_saat keduanya juga dibunuh oleh orang
yang mengaku islam dan tragedi itu juga terjadi di dalam masjid.
Dan
ingat, Allah SWT tidak akan membiarkan para Wali-Nya dibunuh secara
zholim, balasan Allah SWT pasti datang, karena Allah SWT telah mengancam
dengan perang terhadap siapa saja yang menyakiti para Wali-Nya.
Semoga
Allah menerima segala amal As-syahid Imam Al-Buthi, mengampuni segala
kekhilafannya dan menempatkannya di tempat yang mulia dengan memperoleh
surga-Nya. Amin, amin Ya Robbal Alamiin.