Ketika itu Habib Rizieq mengatakan, “…Mereka (masyarakat
muslim awam) kecewa terhadap partai Islam yang ada, karena merasa
dikhianati…lalu lahirlah rekomendasi tentang Kajian Pendirian Partai
Islam sendiri sebagai wadah aspirasi bagi segenap aktivis FPI dan
keluarganya, termasuk untuk simpatisan FPI di seluruh pelosok Indonsia.
Partai yang mereka harapkan adalah Partai Islam yang memiliki ruh
revolusi Islam, yang melaksanakan Politik Syariat, bukan politik
kepentingan, yang tujuannya hanya ridho Allah Swt semata, sehingga
urusan dipilih tidak dipilih dan menang kalah bukan agenda penting
lagi…”
Jadi kesimpulannya, bukan FPI jadi partai sebagaimana
diberitakan sejumlah media, melainkan FPI berencana membentuk partai.
Dalam buku itu juga ditampilkan sejumlah tokoh, dari mulai tokoh
politik, pengamat politik, hingga aktivis liberal. Ada pro-kontra dalam
menyikapi FPI jadi parpol. Semua kritik dan saran tersebut diterima
dengan baik oleh FPI, selama argumentatif.
FPI Tidak Boleh Jadi Partai
Setelah memperhatikan semua pernyataan Pro dan Kontra
terhadap wacana Partai FPI, Habib Rizieq Syihab selaku pendiri dan Ketua
Umum FPI, menegaskan:
“Tidak, FPI tidak boleh jadi partai, dan insya Allah
tidak akan pernah jadi pertain. Itu adalah amanat Pendiri FPI saat
dideklarasikan pada 17 Agustus 1998. Namun, sesuai AD/ART organisasi,
tidak menutup kemungkinan FPI mendirikan partai sebagai saluran aspirasi
umat Islam yang ingin menegakkan syariat Islam secara kaaffah. Itulah
yang direkomendasikan Munas II FPI yang berlangsung pada 9-11 Desember
2008 yang lalu.”
Rekomendasi Munas II FPI tentang kajian pendirian partai
semula menjadi pro-kontra dalam internal organisasi, namun setelah
menjadi Ketetapan Munas, maka suka tidak suka semua aktivis FPI mesti
tunduk kepada hasil Munas, karena karakter dan tradisi di FPI selalu
menjunjung tinggi Musyawarah untuk mufakat. Rekomendasi tersebut
ditanggapi beragam oleh kalangan politisi nasional maupun pengamat, ada
yang menyambut positif, tapi tidak sedikit yang sinis.
Selama ini, sikap politik FPI jelas, seperti ditulis
Habib Rizieq, yaitu mendukung sepenuhnya semua Partai islam, dan dalam
setiap pemilu hanya menyalurkan suara ke Partai Islam. Lalu, kenapa kini
FPI ingin mendirikan partai sendiri?
“Saya melihat, fenomena pendirian partai bagi FPI,
merupakan akumulatif kekecewaan kawan-kawan FPI di berbagai daerah
terhadap kinerja Partai-partai Islam selama ini.”
Yang menjadi pertanyaan besar adalah mampu dan siapkah
FPI membentuk partai politik? Siapkah aktivis FPI menerima wacana ini?
Siapkah aktivis FPI menghadapi godaan-godaan politik yang bisa
menjerumuskan? Apakah aktivis FPI mewarnai system yang ada atau justru
diwarnai? Masih banyak lagi yang perlu dikaji. Kalau saja FPI membentuk
partai politik, apa kata dunia?Sumber : Voa-Islam.com