Banda Aceh – Ketua Front Pembela Islam (FPI) cabang Aceh, Yusuf Qardawi, memprotes pemberitaan sebuah media online asing
"asianews.it" yang menyebutkan Muslim di Aceh ekstrim. Tudingan
ekstrim terhadap Muslim di Aceh itu berlatarbelakang tindakan Pemkot
Banda Aceh menutup rumah ibadah non Islam yang tidak memiliki izin.
Judul berita yang dimuat "asianews.it" Kamis (18/10), "Nine churches and six Buddhist temples shut down under Islamist pressure in Banda Aceh" yang ditulis oleh Mathias Hariyadi. Dalam paragrap kelima dari artikel ini tertuliskan, "Local
Muslim extremists welcomed the decision. Yusuf Al-Qardhawy, head of the
Aceh branch of the Islamic Defence Front (FPI), called on other
jurisdictions to follow Banda Aceh, enforce Islamic law and stop any
non-Muslim worship activity that is not approved".
Bila diterjemahkan secara bebas "Ekstremis Muslim setempat
menyambut baik keputusan tersebut. Yusuf Al Qardhawy, kepala Front
Pembela Islam (FPI) cabang Aceh, menyerukan yurisdiksi lain untuk Banda
Aceh, menegakkan hukum Islam dan menghentikan kegiatan ibadah non-Muslim
yang tidak disetujui”.
“Kami menilai mereka itu tidak memahami masalah, seharusnya mereka
datang ke Aceh untuk mengetahui permasalahannya tentang peraturan atau
regulasi yang ada di Indonesia terhadap rumah ibadah,” ujar Yusuf kepada
The Globe Journal, Jumat (19/10).
Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Nergeri (Mendagri)
dan Menteri Agama (Menag) nomor 8-9 tahun 2006, dan diperkuat dengan
Pergub nomor 25 tahun 2007 telah diatur tentang pendirian rumah ibadah
di Aceh. Jadi menurut Yusuf Qardawi, kebijakan yang diambil Pemko Banda
Aceh justru menjunjung tinggi undang-undang yang ada di Negara ini.
“Dan orang Kristen sendiri sudah mengakui kesalahannya bahwa mereka
tidak tahu ada regulasi tersebut di Aceh, sehingga waktu itu mereka
meminta maaf atas kesalahan tersebut,” ungkap Yusuf Qardawi lagi.
Tak hanya kertua FPI, Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Tgk
Faisal Ali juga memberi komentar yang senada dengan Yusuf Qardawi, bahwa
yang mengklaim muslim di Aceh itu ekstrim itu sebuah tindakan yang
sangat bodoh, dalam artian mereka tidak memahami konteks di Aceh.
“Mereka sangat tidak beralasan mengatakan kita (Muslim Aceh – red)
itu ekstrim, baru bisa dibilang kita ekstrim, jika rumah ibadah
nonmuslim yang telah berizin kita tutup baru bisa dikatakan begitu,
padahal kita cuma menjalankan peraturan,” imbuhnya.
Menurut Tgk Faisal, seharusnya non muslim yang ditutup rumah ibadah
tak berizin itu bersyukur tidak dipidana, karena telah melanggar
peraturan.