Ketua Dewan Pers, Bagir Manan meminta media massa mengoreksi atau
memuat hak jawab atas pemberitaan yang belum dikonfirmasi atau berita
yang berasal dari narasumber yang tidak
kompeten, hal tersebut disampaikan terkait keberatan Front Pembela Islam
(FPI) atas pemberitaan sejumlah media dalam kasus bentrok massa di
Lamongan, Jawa Timur pada Agustus 2013.
Terkait insiden
Lamongan, juru bicara FPI Munarman mengatakan bahwa kasus tersebut tidak
ada hubungannya dengan FPI karena FPI di Lamongan sudah tidak ada sejak
tahun 2010
"Saya tegaskan bahwa DPW FPI Lamongan sejak
pertengahan 2010 sudah dibekukan. Diakhir 2010 kita melakukan pelantikan
pengurus FPI se Jawa Timur, saat itu saya hadir, dan tidak ada dari
Lamongan. Itu artinya, sejak dibekukan ia (FPI Lamongan) tidak pernah
dihidupkan lagi," ujar Munarman, seperti dilansir Metrotvnews, Rabu
(19/2/2014).
Terkait pemberitaan yang tidak sesuai faktanya,
Bagir Manan mengatakan bahwa media wajib memberikan koreksi yang belum
diketahui pers saat pemberitakan. "Bahwa beritanya tidak tepat, ya
tinggal di koreksi atau memuat hak jawab," tegasnya.
Sebelumnya, Agustus 2013 lalu, FPI melayangkan surat pengaduan ke Dewan
Pers untuk melaporkan sejumlah media tv dan cetak yang menyebarkan
berita bohong. Media tersebut antara lain; MetroTV, Tv one, Transtv,
Trans7, RCTI, ANTV, SCTV, Sindotv, Kompas, Media Indonesia dan Warta
Kota.
Dalam rilis FPI, tindakan pengaduan tersebut dilakukan
sebagai bentuk protes secara hukum pers atas penyebaran berita bohong
yang dilakukan media-media tersebut tentang FPI dalam peristiwa Lamongan
dan Tasikmalaya. Yang sangat keterlaluan, berita bohong tersebut terus
menerus diulang-ulang tanpa melakukan cover bothside dan bersifat
insinuatif untuk menggiring opini publik.
Bahkan FPI menyebut
kesebelas media masa yang diadukan tersebut dalam pemberitaannya tentang
FPI telah mengoplos antara fakta dan opini.