Peran media sebagai penyampai
atau pembawa berita sangat besar pengaruhnya dalam membawa opini publik
terhadap satu masalah. Misalnya saja peran media dalam memberitakan
Front Pembela Islam (FPI), yang sangat tidak berimbang, telah membawa
citra FPI tampil tidak seperti wujud aslinya. Pemelintiran berita di media telah membuat masyarakat seolah alergi dengan FPI terlebih dengan tidak pernah dimuatnya berita positif tentang FPI.
Sewajarnya media harus FAIR, jangan hanya
menayangkan FPI terkait Kasus Monas, Kendal dan Lamongan, tapi
tampilkan juga sejumlah kegiatan sosial yang dilakukan oleh relawan FPI.
Misal, saat FPI mengevakuasi 70 ribu hingga 100 ribu mayat pasca
Tsunami di Aceh, Aksi kemanusiaan FPI di lokasi Banjir, Kebakaran
Jakarta, Gempa Padang, Letusan Merapi Yogya, Longsor Leuwi Gajah, Gunung Meletus Sinabung, Air
Bah Morowali, Jebolnya Tanggul Tangerang, meredah kerusuhan Mbah Priok,
dan sebagainya.
Bahkan saat FPI bekerjasama dengan
Kemensos RI secara nasional dalam Program BEDAH KAMPUNG tak pernah ada
beritanya. Sudah berapa ribu rumah rakyat miskin di puluhan kampung yang
DIBEDAH di Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi, Purwakarta, Pasuruan,
Palu, Gresik, dan sebagainya.
Termasuk kerjasama FPI dengan Kemenag RI
dalam Program Pengembalian Ahmadiyah kepada Islam. Sudah berapa ribu
jemaat Ahmadiyah yang taubat masuk Islam, di Tenjo Waringin Tasik saja
ada 800 Warga Ahmadiyah yang sudah kembali ke Islam. Tak hanya itu,
sejumlah Pemda di berbagai Daerah bekerjasama dengan FPI dalam berbagai
program: Kebersihan Lingkungan, Penyuluhan Kesehatan, Pemberantasan Hama
Pertanian, Penghijauan Lahan Gundul, dan sebagainya.