Umat Islam tidak boleh lengah, mereka harus selalu waspada dari makar musuh-musuh Islam.  Salah satu yang harus diwaspadai adalah serangan musuh-musuh Islam yang menyamakan demokrasi dengan musyawarah. Padahal secara mendasar demokrasi berbeda dengan musyawarah.

"Musyawarah adalah perintah Allah SWT", kata Ketua umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab dalam Tabligh Akbar di Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin, Palembang, Selasa malam (11/12/2012).

Menurut Habib Rizieq, perintah musyawarah dalam Al-Quran termaktub secara tegas. Dalam masalah penyusuan seorang suami diperintahkan untuk bermusyawarah ketika hendak menyapih anak.

Sementara dalam surat Ali Imran, Allah SWT membimbing Nabi saw dalam memerintah dan memimpin umat dengan mengajak mereka bermusyawarah. Wasyawirhum fil amri (bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan pemerintahan).

"Padahal Nabi seorang pemimpin yang cerdas dan keputusannya final, tapi diperintah untuk musyawarah," tandasnya.

Dalam Surat As Syuura Allah SWT menyatakan identitas orang-orang mukmin adalah menyelesaikan urusan mereka dengan jalan musyawarah. Sebagaimana firman Allah Swt, "wa amruhum syuura bainahum".

"Jadi musyawarah jelas dalam 3 ayat di atas adalah perintah Allah SWT. Sedangkan demokrasi bukan perintah Allah, tidak ada dalam Al Quran dan Al Hadits," tandasnya.

Habib Rizieq melanjutkan, dalam Al Quran pun yang ada surat Asy Syuura dan tidak ada surat demokrasi. Sebab musyawarah identitas orang mukmin sedangkan demokrasi identitas orang Barat. "Jadi demokrasi beda dengan musyawarah," tegasnya.

Dalam musyawarah, kata Habib, perkara yang dimusyawarahkan adalah apa-apa yang belum ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sementara perkara yang sudah ditetapkan dan diputuskan hukumnya oleh Allah dan Rasul-Nya tidak menjadi obyek musyawarah.

"Seperti hukum khamer alias miras yang diharamkan oleh Allah tidak bisa dimusyawarahkan untuk diubah hukumnya jadi makruh misalnya," jelasnya.

Sementara dalam hal-hal yang tidak ditetapkan hukumnya seperti hal-hal teknis untuk melancarkan kepentingan umum seperti lampu lalu lintas, warna dan pengertiannya bisa dimusyawarahkan.

Lain halnya dengan demokrasi. Dalam demokrasi apa saja bisa dibicarakan dan diputuskan oleh anggota DPR, baik hasilnya sesuai syariat Islam maupun tidak.

Keputusan tergantung suara terbanyak. Kalau miras dianggap mayoritas anggota DPR bermanfaat untuk pendapatan dalam APBN maka bisa mereka putuskan boleh diproduksi dan diperdagangkan."Padahal memproduksi dan memperdagangkan miras dilarang dalam al Quran dan as Sunnah," katanya.

Soal peserta atau pihak-pihak yang terlibat. Dalam musyawarah (syuro) yang diajak bermusyawarah adalah orang-orang yang kompeten, beriman, bertaqwa, dan berilmu. Tidak boleh seorang pelacur diajak musyawarah untuk memutuskan jablay dilarang atau tidak.

Sementara dalam demokrasi, kata Habib Rizieq, germo yang ikut pemilu bisa menang dan punya hak untuk memutuskan.

"Dalam Islam dibedakan orang alim dengan tidak. Orang bodoh dan fasik tidak layak diajak musyawarah. Jadi beda antara musyawarah dengan demokrasi," tandasnya lagi.

Negara Musyawarah Bukan Negara Demokrasi

Karena itu Habib Rizieq menjelaskan bahwa sebenarnya Indonesia bukanlah negara demokrasi melainkan negara musyawarah. Dalam sila keempat, disebut kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan/perwakilan. "Tidak ada sila yang menyebut demokrasi," katanya.

Bukti lainnya, lanjut Habib Rizieq, lembaga tertinggi di negara ini adalah MPR. Majelis Permusyawaratan Rakyat, bukan Majelis Perdemokrasian Rakyat.

Habib Rizieq lantas menceritakan pengalamannya bertemu seorang pejabat yang mendiskusikan NKRI negara demokrasi atau negara musyawarah. Kemudian dibacalah sila keempat Pancasila yang berbunyi "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksnaan dalam permusyawaran/perwakilan".

Setelah diulang-ulang, Habib menjelaskan bahwa bahwa sila tersebut tidak menyebut kerakyatan yang dipimpin dalam oleh hikmah dalam perdemokrasian/perwakilan. Akhirnya pejabat tersebut menyadari.

Habib Rizieq Syihab berada di Sumatera Selatan dalam rangka Safari Dakwah dan Dauroh Islamiyyah. Tabligh akbar tersebut merupakan penutupan dari rangkaian Safari Dakwah serta Dauroh Islamiyyah yang diadakan FPI dan FUI Sumsel. Turut serta dalam rombongan Habib Rizieq adalah jajaran pengurus DPP FPI seperti KH Sobri Lubis, KH Awit Masyhuri, KH Misbahul Anam, KH Abdul Qohar, Hb Muhsin al Attas, H Munarman SH, serta Sekjen FUI KH Muhammad al Khaththath.



Sumber : Suara Islam.com