Oleh : Dr.Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab, Lc., MA
(Ketua Umum Front Pembela Islam)
Pada tanggal 1 Jumadil Ula 1401 H / 7 Maret 1981 M, Majelis Ulama
Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa tentang Natal Bersama yang intinya
bahwa mengikuti Natal Bersama bagi umat Islam hukumnya HARAM, dengan
hujjah antara lain : Surat Al-Kaafiruun 1 - 6, Surat Al-Baqarah : 42,
Hadits Nu'man ibnu Ba'syir tentang Syubhat, dan Kaidah Ushul "Dar'ul
Mafaasid Muqaddamun 'alaa Jalbil Mashaalih" (Menolak kerusakan
didahulukan daripada mengambil mashlahat).
Ketika itu, Rezim
yang berkuasa tidak suka terhadap Fatwa MUI tentang Natal Bersama,
karena dianggap anti toleransi dan bertentangan dengan semangat
pluralisme. Lalu MUI dipaksa untuk mencabut Fatwanya, tapi almarhum Buya
Hamka selaku Pimpinan MUI kala itu lebih suka meletakkan jabatannya
daripada menarik kembali Fatwa tersebut, demi untuk menjaga aqidah umat
Islam.
Belakangan, tampil sejumlah "Tokoh Islam" yang
menggulirkan "Fatwa" bahwa Natal Bersama bagi umat Islam hukumnya BOLEH,
dengan menyampaikan sejumlah argumentasi yang tidak lepas dari
MANIPULASI HUJJAH dan KORUPSI DALIL. Fatwa Kontroversial mereka tersebut
sangat digandrungi oleh KAUM SEPILIS (Sekularisme, Pluralisme dan
Liberalisme), bahkan dijadikan Rujukan Utama hingga kini. Fatwa Aneh
tersebut telah menebar SYUBHAT yang melahirkan FITNAH di tengah umat
Islam.
Syubhat Natal adalah pemutar-balikkan ayat mau pun hadits
untuk menyamarkan hukum Natal yang sebenarnya sudah jelas keharamannya,
sehingga Natal Haram diupayakan menjadi Natal Halal, sekurangnya menjadi
Natal Syubhat. Berikut beberapa Syubhat Natal dan jawabannya :
1. SYUBHAT PERTAMA :
Dalam
Al-Qur'an cukup banyak ayat yang bercerita tentang Nabi 'Isa as
sekaligus menjadi hujjah bahwa umat Islam wajib mencintai, menghormati
dan mengimani beliau sebagai salah seorang Rasul. Bahkan dalam Surat
Maryam : 33, Allah swt menceritakan ucapan Nabi 'Isa as yang berbunyi :
"Wassalaamu 'alayya yauma wulidtu wa yauma amuutu wa yauma ub'atsu
hayyan" (Keselamatan atasku di hari aku dilahirkan dan hari aku mati
serta hari aku dibangkitkan dalam keadaan hidup). Dengan dasar itu
semua, maka merayakan dan saling mengucapkan selamat atas kelahiran Nabi
'Isa as menjadi sejalan dengan semangat Al-Qur'an, sekaligus menjadi
bukti cinta, hormat dan iman kita kepada Nabi 'Isa as.
JAWABAN :
Iman
kepada Para Rasul merupakan salah satu Rukun Iman. Dan Nabi 'Isa as
merupakan salah satu Rasul yang wajib diimani. Mengekspresikan cinta dan
hormat serta iman kepada Nabi 'Isa as yang paling utama adalah dalam
bentuk memposisikan beliau sebagai Hamba Allah SWT dan Rasul-Nya, serta
menolak segala bentuk PENUHANAN terhadap dirinya. Jadi, pengekspresian
tersebut tidak mesti dengan memperingati Hari Lahirnya.
Andaikata
pun kita ingin merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as dengan dasar ayat 33
Surat Maryam, maka kita akan kesulitan menentukan tanggalnya, karena
tidak ada satu pun ayat Al-Qur'an atau Hadits Nabi saw atau Atsar dari
Shahabat, Tabi'in mau pun Tabi'it Tabi'in, yang menginformasikan tentang
tanggal kelahiran Nabi 'Isa as.
2. SYUBHAT KEDUA :
Dalam
Hadits Muttafaqun 'Alaihi yang bersumber dari Sayyiduna 'Abdullah ibnu
Sayyidina 'Abbas ra diceritakan bahwa Rasulullah saw pernah menerima
informasi dari Yahudi tentang Kemenangan Nabi Musa as di Hari 'Asyura
(10 Muharram), lalu Nabi saw dan para Shahabatnya merayakan Kemenangan
Musa as di hari itu dengan berpuasa. Jika Nabi saw menerima INFO YAHUDI
tentang tanggal bersejarah 10 Muharram sebagai Hari Kemenangan Nabi Musa
as lalu merayakannya, maka tidak mengapa kita menerima INFO NASHRANI
tentang tanggal bersejarah 25 Desember sebagai Hari Kelahiran Nabi 'Isa
as dan merayakannya pula.
JAWABAN :
Dalam Hadits
Muttafaqun 'Alaihi yang lain bersumber dari Sayyidatuna 'Aisyah ra
menerangkan bahwa Puasa 'Asyura sudah dilakukan masyarakat Quraisy sejak
zaman Jahiliyyah, dan di zaman permulaan Islam menjadi Puasa Wajib
hingga diwajibkan Puasa Ramadhan di tahun kedua Hijriyyah.
Jadi,
Puasa Nabi saw di Hari 'Asyura bukan meniru-niru perbuatan Yahudi.
Apalagi dalam sebuah Hadits Shahih disebutkan tentang niat dan anjuran
Nabi saw buat umatnya agar juga Puasa Tasu'a (9 Muharram) untuk
membedakan Puasa Umat Islam dengan Puasa Yahudi di hari 'Asyura.. Dengan
demikian menjadi jelas bahwa tuntunan Nabi saw adalah tidak meniru-niru
perbuatan kaum kafirin, apalagi dalam sebuah Hadits lainnya beliau saw
menegaskan barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian
darinya.
Memang, sikap Nabi saw yang diartikan sebagai bentuk
perayaan terhadap Hari Kemenangan Nabi Musa as bisa dijadikan dalil
pembenaran syar'i bagi perayaan Hari Bersejarah seorang Nabi atau Rasul,
termasuk Hari Lahir Nabi 'Isa as. Namun itu tidak boleh dijadikan dalil
pembenaran syar'i bagi tanggal 25 Desember sebagai Hari Kelahiran Nabi
'Isa as. Apalagi dijadikan dalil buat meniru-niru Nashrani dalam
merayakan Natal.
Penerimaan Nabi saw terhadap INFO YAHUDI
tentang tanggal 10 Muharram sebagai Hari Kemenangan Nabi Musa as menjadi
PEMBENARAN SYAR'I bagi info tersebut, karena Sunnah Nabi saw adalah
sumber hukum Islam yang autentik setelah Al-Qur'an. Artinya, info itu
menjadi benar bukan karena datangnya dari Yahudi, tapi karena DIBENARKAN
oleh Nabi saw. Sedang INFO NASHRANI tentang tanggal 25 Desember sebagai
Hari Lahir Nabi 'Isa as tidak memiliki PEMBENARAN SYAR'I sama sekali,
sehingga tidak bisa dibenarkan.
3. SYUBHAT KETIGA :
Ada
Hadits Rasulullah saw yang membolehkan umat Islam menyampaikan berita
yang berasal dari Ahlul Kitab. Karenanya, jika Nashrani di seantero
dunia sudah sepakat merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa pada tanggal 25
Desember, maka itu bisa menjadi bagian berita Ahlul Kitab yang boleh
kita terima.
JAWABAN :
Memang, ada Hadits tentang
kebolehan menyampaikan berita Ahlul Kitab, tapi ada Hadits juga yang
mengarahkan umat Islam agar tidak mempercayai (membenarkan) dan tidak
pula mendustakan (menyalahkan) berita Ahlul Kitab. Maksud berita Ahlul
Kitab adalah segala info yang datang dari Kitab-kitab suci atau Doktrin
Asli ajaran agama Yahudi dan Nashrani. Ahlus Sunnah wal Jama'ah
mengklasifikasikan berita Ahlul Kitab menjadi tiga katagori, yaitu :
a. Info yang dibenarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah maka wajib diterima,
b. Info yang ditentang Al-Qur'an dan As-Sunnah maka wajib ditolak.
c.
Info yang tidak dibenarkan dan tidak pula ditentang Al-Qur-an dan
As-Sunnah maka wajib tawaqquf, yaitu tidak menerima dan tidak juga
menolak.
Lalu, berita Hari Lahir Nabi 'Isa as pada tanggal 25
Desember masuk katagori berita Ahlul Kitab yang mana ? Atau bahkan tidak
termasuk katagori yang mana pun ?
Dalam menjawab pertanyaan
tersebut, harus dilihat terlebih dahulu tentang Hari Lahir Nabi 'Isa as
dalam Bibel. Berikut DATA BIBEL tentang Kelahiran Nabi 'Isa as :
A. Lukas 2 : 4 - 7
Ayat-ayat
ini menginformasikan bahwa Sayyidatuna Maryam as saat hamil tua
bermusafir ke Yerusalem, setibanya disana ia tidak mendapatkan
penginapan karena semuanya sudah penuh terisi, sehingga ia melahirkan di
palungan (tempat jerami). Lalu dalam Lukas 2 : 41 ada keterangan bahwa
setiap tahun Orang tua Nabi 'Isa as datang mengunjungi Yerusalem di Hari
Raya Paskah yaitu Hari Raya Bani Israil yang jatuh pada awal musim
gugur. Itulah sebabnya, walau hamil tua Sayyidatuna Maryam as tetap
musafir karena pentingnya Hari Raya tersebut, dan itu pula sebabnya
semua penginapan penuh karena di Hari Raya tersebut semua Bani Israil
mendatangi Yerusalem. Artinya, menurut DATA BIBEL bahwa Nabi 'Isa as
lahir di awal musim gugur, dan itu tentu bukan bulan Desember melainkan
awal Sepetember.
B. Lukas 2 : 8 – 11
Ayat-ayat ini
menginformasikan bahwa di malam kelahiran Nabi 'Isa as, di sekitar
Yerusalem para gembala sedang menjaga kawanan ternaknya di padang
terbuka. Dan dalam Ezra 10 : 9 - 13 serta Kidung Agung (Nyanyian
Solomon) 2 : 9 - 11, ada keterangan bahwa di musim hujan / dingin semua
ternak disimpan dalam kandang dan semua manusia berada di rumah,tidak
keluar tanpa keperluan yang mendesak, karena mereka tidak sanggup
menahan dingin di luar rumah. Dengan demikian, DATA BIBEL ini pun
menunjukkan bahwa saat Nabi 'Isa as dilahirkan bukan musim hujan /
dingin, karena manusia dan ternak masih sanggup di padang terbuka pada
malam hari. Artinya, Nabi 'Isa as tidak dilahirkan bulan Desember,
karena Desember di Yerusalem musim hujan dan hawa sangat dingin,
sehingga tidak mungkin ada rombongan gembala pada malam hari menjaga
kawanan ternak di padang terbuka.
C. I Tawarikh (Chronicle) 24 : 10 dan Lukas 1 : 5 – 38
Ayat-ayat
ini menginformasikan bahwa Nabi Zakaria as dan rombongannya dalam
kelompok Abia mendapat tugas menjaga Rumah Tuhan pada giliran ke
delapan, dan itu menurut Kalender Hebrew jatuh pada tanggal 27 Iyar - 5
Sivan, atau bertepatan dengan tanggal 1 - 8 Juni (Awal Juni). Lalu
ketika tugas itulah Nabi Zakaria as mendapat wahyu tentang kehamilan
istrinya yang kelak akan melahirkan Nabi Yahya as. Artinya, 9 bulan
setelah tugas itu menurut masa kehamilan normal maka Nabi Yahya as
dilahirkan, yaitu awal Maret. Kemudian diinformasikan bahwa usia Nabi
'Isa as 6 bulan lebih muda daripada Nabi Yahya as. Artinya, jika Nabi
Yahya as dilahirkan awal Maret maka Nabi 'Isa as dilahirkan 6 bulan
sesudahnya, yaitu Awal September.
Dengan demikian DATA BIBEL di atas juga menginformasikan bahwa Nabi 'Isa as tidak dilahirkan bulan Desember.
Seorang
Pastur dari Gereja Wolrdwide Church of God di Amerika Serikat, Herbert
W. Armstrong (1892-1986), dalam bukunya yang berjudul The Plain Truth
About Christmas menyatakan bahwa Nabi 'Isa as tidak dilahirkan bulan
Desember, dan Perayaan Hari Raya Natal bukan ajaran asli gereja,
melainkan bersumber dari ajaran paganisme (penyembah berhala) yang sejak
lama, jauh sebelum kelahiran Nabi 'Isa as, telah merayakan Hari
Kelahiran Dewa Mithra sebagai Dewa Matahari mereka pada tanggal 25
Desember.
Pendapat Pastur Herbert tersebut sejalan dengan
keterangan dalam Encyclopedia Britannica dan Encyclopedia Americana.
Kedua Literatur tersebut mendefinisikan Natal sama seperti pernyataan
Pastur Herbert di atas.
Pada tahun 1993, seorang Astronom
Inggris, David Hughes dari Universitas Sheffield, dalam sebuah wawancara
dengan Britain's Press Association (BPA), yang dikutip oleh Kantor
Berita Reuter, menyatakan bahwa Nabi 'Isa as diduga kuat lahir pada
tanggal 15 September 7 tahun sebelum Masehi, karena pada tanggal
tersebut terjadi siklus pertemuan 840 tahunan sekali antara planet
Yupiter dan Saturnus, yang dari permukaan Bumi terlihat bagai Bintang
Terang yang langka. Menurutnya, itulah Bintang Terang yang terlihat di
malam kelahiran Nabi 'Isa as sebagaimana diinfokan Bibel dalam Matius 2 :
1 -12.
Selain itu, tercatat dalam beberapa literatur sejarah
Nashrani, bahwa tiga abad pertama Masehi tidak ada umat Nashrani yang
merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as. Dan awal abad keempat Masehi,
perayaan tersebut mulai muncul di tengah umat Nashrani, tapi pada
tanggal yang berbeda-beda, seperti 6 Januari, 28 Maret, 18 April dan 28
Juni. Baru pada tahun 354 M, Paus Liberius di Roma memutuskan tanggal 25
Desember sebagai Hari Lahir Nabi 'Isa as. Keputusan itu diikuti oleh
Gereja Roma di Konstantinopel pada tahun 375 M dan di Antakia pada tahun
387 M. Selanjutnya menyebar ke seluruh dunia hingga saat ini.
Kesimpulannya,
Data Bibel dan Data Astronomi serta Literatur Kristiani lainnya menolak
kemungkinan Kelahiran Nabi 'Isa as pada bulan Desember, sehingga INFO
NASHRANI tentang kelahiran Nabi 'Isa as pada tanggal 25 Desember adalah
info yang tidak termasuk dalam katagori berita Ahlul Kitab, karena Bibel
sendiri menolak. Info tersebut adalah INFO FIKTIF yang tidak bisa
dipertanggung-jawabkan secara Syar'I mau pun secara ilmiah akademis.
4. SYUBHAT KEEMPAT :
Pada
prinsipnya, umat Islam boleh KAPAN SAJA merayakan Hari Kelahiran
seorang Nabi atau Rasul, termasuk Hari Lahir Nabi 'Isa as, untuk
memuliakan mereka para Utusan Allah SWT. Maka, tidak ada masalah
memperingati Hari Lahir Nabi 'Isa as pada tanggal 25 Desember atau
tanggal lainnya, walau pun tanggal Lahir Nabi 'Isa as masih
diperdebatkan kalangan Kristiani sendiri.
Hanya saja, peringatan
Hari Lahir Nabi 'Isa as pada tanggal 25 Desember lebih tepat untuk
membangun toleransi antar umat beragama dalam rangka menyuburkan
keharmonisan hubungan Islam - Nashrani.
JAWABAN :
Justru,
merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as bersamaan dengan umat Nashrani pada
tanggal 25 Desember menjadi MAZHONNATUL FITAN (sumber fitnah) yang
sangat berbahaya, antara lain :
a. Justifikasi kebohongan umat Nashrani dalam penetapan tanggal Hari Lahir Nabi 'Isa as.
b. Justifikasi kesesatan keyakinan umat Nashrani yang merayakan Natal sebagai Hari Lahir Nabi 'Isa as sebagai ANAK TUHAN.
c. Membuat BID'AH DHOLALAH karena merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as dengan dasar INFO FIKTIF NASHRANI.
d. Pencampur-adukkan aqidah haq dengan bathil.
e. Menjerumuskan kalangan awam dari umat Islam yang kebanyakan lemah iman.
f.
Pelecehan terhadap kemuliaan Nabi 'Isa as, karena Hari Lahirnya
dirayakan dengan Data Dusta, ditambah lagi dibarengi dengan umat
Nashrani yang merayakannya sebagai Hari Lahir Anak Tuhan.
Dengan
demikian, merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as pada tanggal 25 Desember
bukan bentuk toleransi antar umat beragama, tapi bentuk pencampu-adukkan
aqidah yang sangat dilarang dalam Islam. Dan itu tidak akan menyuburkan
keharmonisan hubungan antar Islam - Nashrani, tapi akan menyuburkan
PENDANGKALAN AQIDAH yang bisa mengantarkan kepada pemurtadan.
Sikap
umat Islam yang tidak mengganggu umat Nashrani dalam merayakan Natal,
dan ikut menjaga kondusivitas suasana dalam masa Natal dan Tahun Baru,
serta memberi kesempatan kepada mereka merayakannya secara semarak di
berbagai tempat, mulai dari Gereja, Pabrik, Kantor hingga Istora
Senayan, sebenarnya sudah LEBIH DARI CUKUP sebagai bentuk toleransi
mayoritas Muslim kepada minoritas Nashrani di negeri Indonesia tercinta
ini.
5. SYUBHAT KELIMA :
Andai pun umat
Islam tidak merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as bersama umat Kristiani
pada tanggal 25 Desember, karena khawatir terganggunya aqidah. tapi
setidaknya tidak mengapa sekedar mengucapkan SELAMAT NATAL kepada mereka
untuk penghormatan dan maslahat pergaulan. Apalagi bagi Tokoh Islam
yang jelas sudah mantap aqidahnya dan diperlukan pemantapan hubungan
pergaulan Lintas Agamanya, sehingga kekhawatiran semacam itu tidak perlu
ada sekaligus tidak lagi menghalangi Tokoh Islam dalam meningkatkan
Dakwah Lintas Agama.
JAWABAN :
Natal secara
Estimologi adalah Hari Lahir. Dan secara Terminologi adalah Hari Lahir
Yesus Kristus sebagai Anak Tuhan, sebagaimana ditulis oleh berbagai
Ensiklopedi. Dan sebutan HARI NATAL hanya digunakan dalam makna
Terminologi. Artinya, jika seseorang mengucapkan SELAMAT NATAL maka
sesuai makna Terminologinya berarti mengucapkan "Selamat Hari Lahir
Yesus Kristus sebagai Anak Tuhan". Dan itu jelas haram bagi umat Islam.
Jika
seorang Muslim terlanjur mendapat ucapan Selamat Natal dari siapa pun,
maka mesti dijawab dengan Surat AL-IKHLASH yang berintikan Keesaan Allah
SWT yang tidak beranak dan tidak diperanakkan.
Syariat Islam
buat semua lapisan umatnya, Ulama dan Awam, Pejabat dan Rakyat, Kaya dan
Miskin. Karenanya, apa pun yang menjadi MAZHONNATUL FITAN diharamkan,
baik bagi yang imannya kuat, apalagi yang imannya lemah. Lebih-Iebih
jika Mazhonnatul Fitannya menyangkut aqidah sebagaimana telah diuraikan
tadi.
Bukankah memandang wanita yang tidak halal, apalagi
berjabat-tangan dengannya, diharamkan bagi laki-laki, termasuk
Rasulullah saw sekali pun, karena hal itu merupakan Mazhonnatul Fitan
yang bisa menggerakkan syahwat dan mengundang fitnah. Padahal kita sama
tahu dan yakin bahwa IMAN dan TAQWA Rasulullah saw adalah yang terkuat
dan terbaik, sehingga syahwat beliau saw tidak akan terpancing hanya
dengann memandang atau berjabat-tangan dengan wanita mana pun yang tidak
halal baginya, namun sungguh pun demikian beliau saw tidak mau
melakukannya karena Mazhonnatul Fitan yang wajib dihindarkan
Karenanya,
tidak ada alasan bagi Tokoh Islam untuk menghalalkan Natal dengan dalih
asal aqidah kuat. Bahkan ketokohan mereka semestinya membuat mereka
lebih hati-hati dalam bersikap, karena mereka adalah teladan yang akan
diikuti umat yang kebanyakan beraqidahkan lemah. Sikap Tokoh Islam yang
mengikuti Natal jelas bisa menjerumuskan umat.
Ayo..., jaga aqidah umat Islam..!
Sumber : www.fpi.or.id