Ustadz Murhali gundah lantaran pilkada jadi ajang kampanye hitam menggunakan bahkan menyerang Islam. Hal itu terjadi menjelang pemilihan kepala daerah (pemilukada) Kota Bekasi, Jawa Barat. Dalam aksinya, para pendukung salah satu pasangan calon Walikota Bekasi itu menolak poligami. Diduga, musuh Islam dari kelompok liberal berada dibalik aksi tersebut.
Mereka
membentangkan spanduk dan poster, para ibu-ibu menggelar aksi di depan
pusat perbelanjaan Mega Bekasi Hypermall (Giant), depan pintu tol Bekasi
Barat. Seolah mereka mengharamkan poligami, namun membolehkan
perzinaan. "Kami kaum perempuan di Kota Bekasi menolak praktek Poligami,
baik yang dilakukan oleh masyarakat umum, maupun para pejabat publik,"
kata salah satu koordinator aksi.
Kerisauan
Ustadz Murhali ini terkait dengan aksi unjuk rasa yang dilakukan
sekelompok orang yang menamakan dirinya Gerakan Wanita Antipoligami
(Gewap). Bahkan akhlak dalam berunjuk rasa pun sudah diabaikan.
menurutnya, pengunjuk rasa sudah sampai menggunakan pakaian dalam wanita
dan BH sebagai masker dalam aksinya. ”Kenapa harus (menyerang) syariat?
Katanya anti poligami, tapi itu malah anti syariat. Ini sudah tidak
benar,” tegas Ustadz Murhali di Bekasi. Jumat (14/12/2012).
Ustadz Murhali mensinyalir, di
balik Gewap ada muatan politik untuk menjatuhkan salah satu pasangan
calon. Tapi, kata dia, jika ingin menarik simpati pemilih janganlah
menjelek-jelekkan syariat Islam. ”Pernyataan saya ini tidak membela
siapapun. Tapi jujur saya tidak terima dengan aksi Anti Poligami
kemarin. Aksi itu sudah kurang ajar. Saya ingin tahu siapa aktor di
belakangnya? Saya ingin datangi. Kalau ingin menjatuhkan lawan politik,
jangan dengan cara seperti itu. Cari yang lebih kreatif. Katanya
Soekarnois. Tapi kok mereka malah menolak poligami. Soekarno saja
istrinya banyak. Tapi dia mampu memimpin istri-istrinya secara adil,”
ungkap Murhali.
Ustadz
Murhali menambahkan, bahwa aksi unjuk rasa itu baik untuk menyampaikan
aspirasi rakyat, namun jangan coba-coba melecehkan Syariat Islam. Ia
memperingatkan kepada semua pihak agar tidak mengusik perasaan umat
Islam. “Aksi unjuk rasa itu bagus untuk menyampaikan aspirasai rakyat,
namun jangan coba-coba melecehkan syariat Islam. Semua pihak agar
hati-hati, jangan mengusik perasaan umat Islam”, pesannya kepada redaksi
fpi.or.id, Sabtu (15/12/2012).
Sebelumnya,
mantan Rektor Universitas Islam 45 (Unisma) yang kini aktif sebagai
Kepala Pusat Kajian Otonomi & Pembangunan Daerah (Puskopda) Unisma
Bekasi, Haris Budiyono, juga mengungkapkan hal serupa. ”Hampir di semua
ajang Pilkada, aksi black campaign (kampanye hitam) muncul. Karena pada
umumnya para kandidat maupun tim sukses mencoba mencari kelemahan
lawan-lawannya. Terlebih kepada lawan yang dianggap punya kekuatan dan
peluang lebih kuat,” ungkap Haris.
Namun
masalahnya, kenapa harus menentang dan menyerang syariat Islam? Apa
hubungannya dengan poligami yang merupakan syariat yang terdapat dalam
Al-Qur’an?... Apa pula kaitannya dengan kasus Bupati Aceng di Garut? Tak
ada hubungannya, karena kasus Aceng bukan masalah poligami, melainkan
persoalan cara dan etika dalam menikah.
Sementara
itu, Ketua Lembaga Kajian Politik & Syariat Islam (LKPSI) Fauzan
Al-Anshari mengecam demo puluhan ibu-ibu di bekasi (Gewap) yang
menggunakan celana dalam dan BH. Menurutnya, demo menentang hukum
Allah: menolak syariat poligami yang dihalalkan Allah! Kenapa, ujarnya,
mereka tidak demo terhadap pejabat atau artis yang berzina? Kenapa kaum
wanita yang berunjuk rasa itu diam terhadap pelacuran?
“Kasus
Aceng memperlihatkan betapa bencinya sebagian kaum wanita yang mengaku
Islam terhadap syariat Islam poligami, padahal kasus Aceng bukan kasus
poligami, tapi lebih ke soal etika sehingga tidak separah
pejabat/anggota DPR yang berzina dan tidak dihukum, karena KUHP tidak
mengatur hukum orang yang berzina,” papar Fauzan kepada salam-online.
Seperti
diketahui, kata Fauzan, di republik ini berzina, asal suka sama suka,
tidak ada delik aduan, maka bebas! UU Perkawinan mensyaratkan izin istri
pertama untuk bisa kawin lagi di samping alasan mandul dan cacat tetap. Ini
undang-undang zalim dan kafir, sehingga memaksa suami yang sanggup adil
dalam poligami disalahkan karena menikah tanpa izin istri. Ini
demo-demo kaum perempuan yang menentang syariat poligami yang dihalalkan
Allah, mendompleng kasus Bupati Garut. Padahal, menurut Fauzan, kasus
Bupati Aceng terkait dengan masalah cara dan etika, bukan poligaminya.
Jadi
demo-demo yang menentang syariat poligami itu mendompleng kasus Aceng,
kata Fauzan. “Demo-demo yang mendompleng kasus Aceng itu yang padahal
menentang syariat adalah bentuk kekafiran walaupun dia berjilbab. Jadi
mereka harus taubat,” tegasnya.
Sungguh,
tutur Fauzan, demo mereka akan mendatangkan azab Allah. Poligami
dihalalkan Allah SWT. Siapa yang mengharamkannya maka dia kafir (kepada
Ayat-ayat Allah). “……..,
Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau
empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (An-Nisaa’: 3)
Ia
menambahkan, menikah adalah sunnah Nabi Shallalallhu ‘Alaihi Wasallam,
maka siapa yang benci dengan sunnahnya maka dia kafir. Siapa yang ragu
terhadap kekafiran mereka yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka dia
kafir juga. “Adapun pelanggaran harus tetap dihukum sesuai syariat,
bukan dengan undang-undang produk hawa nafsu. Siapa yang berhukum dengan
selain Allah maka dia kafir, fasik dan zalim (Al-Maaidah: 44 ,45, 47),“
terang Fauzan.
Sumber : www.fpi.or.id