[ Studi Perbandingan Mazhab ]

Oleh :
As-Sayyid Muhamad Hanif Alathas,  Lc.
(Ketum DPP Front Santri Indonesia )

Idul Fitri pada tahun ini kemungkinan jatuh tepat pada hari Jum'at. Seperti biasa, hal ini menyebabkan munculnya tanda tanya besar di tengah masyarakat, Apakah tetap wajib menjalankan solat Jum'at bagi mereka yg sudah solat Ied atau kewajiban nya gugur karena solat ied sehingga boleh memilih antara solat Jum'at dan solat Dzhuhur?

Dengan merujuk ke literatur fiqih klasik yg otoritatif, akan nampak bahwa masalah ini adalah Masalah Khilafiyyah ( berbeda pendapat) lintas Mazhab. setidaknya, sebagaimana dipaparkan oleh guru kami DR. Ahmad Sholeh Bafadhol dalam risalahnya :
( ﺍﻟﻘﻮﻝ ﺍﻟﺴﺪﻳﺪ ﻋﻨﺪ ﺍﺟﺘﻤﺎﻉ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﺑﺎﻟﻌﻴﺪ )
dalam kasus ini ada 4 pendapat yang berbeda dikalangan Ulama :

1. Tetap WAJIB menjalankan solat Jum'at seperti biasa.

Pandangan ini merupakan penapat dari *Mazhab Hanafi* dan *Mazhab Maliki* Radhiallahu 'anhuma.
al-Imam Ibnu Abidin al-Hanafi dalam Hasyiahnya mengutip dari kitab al-Hidayah :

( ﻋﻴﺪﺍﻥ ﺍﺟﺘﻤَﻌﺎ ﻓﻲ ﻳﻮﻡ ﻭﺍﺣﺪ، ﻓﺎﻷﻭﻝ ﺳﻨَّﺔ، ﻭﺍﻟﺜﺎﻧﻲ ﻓﺮﻳﻀﺔ، ﻭﻻ ﻳُﺘﺮَﻙ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﻤﺎ )

" Dua solat Ied (Idut Fitri / Adha dan Hari Jum'at yg merupakan Ied mingguan Umat Islam ) terkumpul dalam satu hari, yang pertama Sunnah (Solat iedul Fitri atau Adha) dan yang kedua wajib(Solat Jum'at), maka keduanya tidak ditinggalkan " (Lihat Roddu al Muhtar 2 : 166) pendapat ini juga di muat oleh al-Imam Al-Qorofi al-Maliki dalam kitabnya ad-Dzakhiroh (2: 355 - 356).

Dasar dari pendapat ini adalah ayat Al-Qur'an juga Hadits Sohih serta Ijma' 'Ulama tentang wajibnya solat Jum'at bagi setiap muslim tanpa terkecuali pada hari ied, disamping itu penggagas pendapat ini juga berpandangan bahwa hadits yang dijadikan dalil oleh pendapat lainnya dianggap belum punya kapasitas yg cukup, baik secara Dalalah atau Tsubut, untuk melahirkan pengecualian hukum dalam konteks ini, sehingga tetap wajib solat Jum'at sekalipun sudah solat Ied dihari yang sama.

2. Tetap WAJIB Solat Jum'at KECUALI bagi mereka yang tinggal di luar wilayah pemukiman sehingga berat untuk kembali lagi ke Masjid yg adanya di tengah pemukiman (Albalad) maka bagi golongan ini tidak wajib menjalankan jum'at dan boleh digantikan dengan Solat Dzuhur.
Pandangan ini merupakan pendapat *Mazhab Syafi'i* sebagaimana dikutip oleh al-Imam an-Nawawi dalam kitabnya Al Majmu' ( 4 : 412 );

( ﻗﺪ ﺫﻛَﺮْﻧﺎ ﺃﻥَّ ﻣَﺬﻫﺒَﻨﺎ ﻭﺟﻮﺏ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﻋﻠﻰ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﻠﺪ، ﻭﺳُﻘﻮﻃُﻬﺎ ﻋﻦ ﺃﻫْﻞ ﺍﻟﻘُﺮﻯ )

Pendapat ini bersandar pada Hadits yang diriwayatkan dalam Sohih Bukhori bahwa Saat hari ied jatuh pada hari jum'at sayyidina Utsman memberikan Ahlul 'Awali ( Penduduk perkampungan dekat kota yang jaraknya kurang kebih 2 atau 3 atau 4 Mil, lihat : Al-Badru al-Munir 4: 591) pilihan antara menghadiri Jum'atan atau tidak.

3. Kewajiban solat Jum'at GUGUR, sehingga jika sudah solat ied, seseorang bisa memilih salah satu diantara Solat Jum'at atau Dhuhur. kecuali bagi Imam maka tetap wajib solat Jum'at.

Pendapat ini merupakan pendapat *Mazhab Hanbali* yang diperkuat oleh Syekh Ibnu Taimiyah (Lihat : Rosail wa fatawa ibnu Taimiyah fil Fiqih 24 : 211) dan *Mazhab Zaidiyyah* (Lihat : al-Ahkam fil Halal wal Harim 1 : 142 )

al-Imam Ibnu Qudamah al-Hambali dalam al-Mughni 2: 105 berkata :

( ﻭﺇﻥ ﺍﺗَّﻔﻖ ﻋﻴﺪ ﻓﻲ ﻳﻮﻡ ﺟﻤﻌﺔ ﺳﻘَﻂ ﺣﻀﻮﺭ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﻋﻤَّﻦ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻌﻴﺪ، ﺇﻻ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻓﺈﻧﻬﺎ ﻻ ﺗَﺴﻘُﻂ ﻋﻨﻪ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻻ ﻳﺠﺘﻤﻊ ﻟﻪ ﻣَﻦ ﻳُﺼﻠﻲ ﺑﻪ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ و قيل في وجوبها على الإمام روايتان )

" Jika hari Ied bertepatan dengan hari Jum'at,  maka gugur keharusan menghadiri Jumat bagi mereka yang sudah solat Ied, kecuali utk Imam maka tetap wajib atasnya kecuali jika jumlah jamaah jumaat nya tidak terkumpul ( sesuai syarat), adapula yang mengatakan bahwa  kewajibannya atas Imam ada dua riwayat pendapat "  

Hal senada juga diungkapkan oleh Al-Muhaqqiq Al-Buhuti sebagaimana dimuat dalam Syarah Muntaha al-Iroodaat ( 1 : 319 ) , beliau berkata :

(وإذا وقع عيد في يومِها - أي: الجمعة - سقَطت - أي: الجمعة - عمَّن حضَره - أي: العيد - مع الإمام في ذلك اليوم، وأما مَن لم يُصلِّ العيد أو صلَّاه بعد الإمام فيلزمه حضور الجمعة، فإن اجتمَع العدد المُعتبَر أقيمتْ، وإلا صلُّوا ظهرًا لتحقُّق عُذرِهم إلا الإمام فلا يَسقُط عنه حضور الجمعة)

Dasar dari pendapat ini adalah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abi Dawud dalam sunannya bahwa Nabi saw memberikan pilihan - bagi mereka yang telah solat Ied - antara Sholat Dzhuhur dan Jum'at, namun sanad dari hadits tersebut menjadi sorotan di kalangan ulama, bahkan divonis *Dho'if* oleh sebagian pakar Hadits seperti al-Imam Ibnu Abdilbarr dalam kitabnya at-Tamhid (10: 272) dan Imam Ibnu Hajar Al-'Asqolani dalam Talkhishul Habiir (2: 88 ).

4. Gugurnya kewajiban Solat JUMAT juga DZUHUR dengan melakukan solat Ied.

Pendapat ini disandarkan kepada Abdullah bin Zubair ra juga 'Atho ra namun pendapat ini adalah pendapat  sangat lemah yang tidak diamalkan juga bertentangan dengan pendapat mayoritas ulama sehingga sudah sepatutnya untuk TIDAK DIAMALKAN (Lihat : al-Qoul As-Sadid)

PENUTUP

Dari paparan diatas kita dapat menarik benang merah, bahwa; masalah ini merupakan masalah Khilafiyyah diantara ulama, setiap pendapat didasari dengan dalil yang dipandang kuat oleh penggagasnya. hanya saja, dalam konteks kekinian, melihat mudahnya sarana transportasi dan banyaknya masjid disetiap pemukiman sudah sepatutnya setiap muslim tetap melaksanakan Solat Jum'at sebagaimana pendapat Jumhur Ulama, sebagai bentuk kehati-hatian dalam urusan ibadah kepada Allah swt juga sebagai bentuk Khuruj Minal Khilaf, yakni; mengambil jalan tengah saat ada perbedaan sehingga amalannya sah menurut semua mazhab. ( lihat : al- Mantsur fil Qowaid lizzarkasyi. )

Terlebih dalam konteks ke-Indonesia-an yang mayoritas penduduknya menganut mazhab Syafi'i, maka sudah sepatutnya tetap mengamalkan pendapat kedua, kecuali utk mereka yang disibukkan dengan keperluan mendesak atau terjebak dalam kemacetan lalu lintas, dsb, sehingga sulit untuk solat Jum'at maka tidak menjadi masalah untuk mengikuti pendapat ke 3 ( lihat : Al-Qoul as-Sadid) sebagai bentuk rahmah ilahiyyah bagi umat Islam ditengah perbedaan pendapat diantara para ulama. Tentunya hal tersebut tetap dengan memperhatikan syarat-syarat taqlid mazhab lain yg di Jelaskan oleh para Ulama (lihat : Madkhol Ila Fiqih an-
Nawazil, DR. Musthofa bin Sumaith).

Demikian tulisan singkat ini, budayakan MEMBACA SECARA TELITI dan TUNTAS agar tidak menimbulkan kesalahfahaman, bagi siapapun yang ingin mengkaji lebih dalam silahkan merujuk pada berbagai referensi yang telah penulis sebutkan.

Wallahu A'lam.