Laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat yang menuding pemerintah Indonesia gagal dalam mengambil tindakan tepat terkait dengan diskriminasi, pelarangan, serta serangan yang kerap terjadi terhadap penganut agama minoritas, menuai reaksi keras dari dalam negeri.

Ketua DPP Front Pembela Islam (FPI) Munarman, mengingatkan supaya AS tidak perlu banyak mengurusi urusan HAM negara lain.

"AS nggak perlu banyak bacot komentari urusan HAM negara orang lain. Itu penjara Guantanamo tragedi kemanusiaan terbesar abad ini, orang ditahan tanpa tuduhan dan tanpa diadili bertahun tahun, hanya karena mereka beragama Islam," kata Munarman kepada SI Online, di Jakarta, Kamis (20/6) saat dimintai komentar tentang laporan Deplu AS itu.

Bukan hanya itu saja tindak pelanggaran HAM yang dilakukan negeri Paman Sam itu. Penyadapan terhadap Muslim di seluruh dunia termasuk di AS sendiri merupakan pelanggaran HAM berat.

"Kemudian penyadapan yang dilakukan terhadap Muslim di seluruh dunia, termasuk umat Islam di negara mereka sendiri, juga hanya karena alasan obyek yang disadap adalah beragama Islam. Itu apa bukan pelanggaran HAM berat?", tanyanya retoris.

AS, lanjut Direktur An-Nashr Institute itu, terbukti bukan hanya gagal melindungi tapi juga melakukan kejahatan tak bermoral.

"Perbuatan menahan orang tanpa alasan dan tanpa pengadilan serta penyadapan terhadap umat Islam itu bukan lagi gagal melindungi, tapi AS jelas jelas melakukan kejahatan tak bermoral. Jadi ibarat rampok teriak copet itu," ungkapnya.

Deplu AS baru saja merilis Laporan Tahunan Kebebasan Beragama di Indonesia 2012 yang dikeluarkan oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Selasa (18/6/2013). Laporan ini merupakan laporan tahunan Deplu AS soal kebebasan beragama di mancanegara.

"Sikap hormat pemerintah terhadap kebebasan beragama tidak mengalami perubahan signifikan selama tahun tersebut, namun tahun lalu pemerintah terkadang gagal melindungi hak-hak kelompok agama minoritas," tulis laporan yang telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia sebagai bagian dari "2012 Report on International Religious Freedom" itu.