Selalu ada yang luar biasa dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad S.A.W
di Markaz FPI. Berbeda dengan peringatan Maulid Nabi di tempat lain yang
biasanya selalu mengulang cerita kelahiran Nabi saja, Seperti
tahun-tahun sebelumnya, perayaan maulid akbar di markaz FPI memang penuh
dengan nuansa perjuangan. Para tokoh undangan yang hadir mayoritas
adalah ulama-ulama pergerakan yang selama ini berjuang untuk tegaknya syariat Islam di bumi nusantara ini.
Di tahun ini Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (DPP-FPI) kembali
mengundang seluruh umat islam untuk mengikuti peringatan maulid akbar
Rasululah S.A.W ke 1488. Insya Allah acara ini akan diisi tausiyah oleh
ulama, kiyai, ustadz, dan habaib yang hadir dari seluruh nusantara.
HADIRILAH MAULID AKBAR NABI BESAR MUHAMMAD SAW
YANG KE-1488 ( DARI 12 ROBI'UL AWWAL TAHUN GAJAH S/D 12 ROBI'UL AWWAL 1436 H ).
BERSAMA FRONT PEMBELA ISLAM & GUBERNUR RAKYAT JAKARTA K.H. FAKHRURROZI ISHAQ (BANG ROZI ).
HARI/TANGGAL : JUM'AT, 2 JANUARI 2015 M
PUKUL : 19.00 S/D SELESAI
TEMPAT : JL. RAYA PETAMBURAN TANAH ABANG - JAKARTA PUSAT.
Dalam catatan historis, Maulid dimulai sejak zaman kekhalifahan
Fatimiyah di bawah pimpinan keturunan dari Fatimah az-Zahrah, putri Nabi
Muhammad SAW. Perayaan ini dilaksanakan atas usulan panglima perang,
Shalahuddin al-Ayyubi (1137M-1193 M), kepada khalifah agar mengadakan
peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Tujuannya adalah
untuk mengembalikan semangat juang kaum muslimin dalam perjuangan
membebaskan Masjid al-Aqsha di Palestina dari cengkraman kaum Salibis.
Yang kemudian, menghasilkan efek besar berupa semangat jihad umat Islam
menggelora pada saat itu. Secara subtansial, perayaan Maulid Nabi adalah
sebagai bentuk upaya untuk mengenal akan keteladanan Nabi Muhammad SAW
sebagai pembawa ajaran agama Islam. Tercatat dalam sepanjang sejarah
kehidupan, bahwa Nabi Muhammad SAW adalah pemimipn besar yang sangat
luar biasa dalam memberikan teladan agung bagi umatnya.
Dalam
konteks ini, Maulid harus diartikulasikan sebagai salah satu upaya
transformasi diri atas kesalehan umat. Yakni, sebagai semangat baru
untuk membangun nilai-nilai profetik agar tercipta masyarakat madani
(Civil Society) yang merupakan bagian dari demokrasi seperti toleransi,
transparansi, anti kekerasan, kesetaraan gender, cinta lingkungan,
pluralisme, keadilan sosial, ruang bebas partisipasi, dan humanisme.
Dalam tatanan sejarah sosio antropologis Islam, Nabi Muhammad SAW dapat
dilihat dan dipahami dalam dua dimensi sosial yang berbeda dan saling
melengkapi.
Pertama, dalam perspektif teologis-religius, Nabi
Muhammad SAW dilihat dan dipahami sebagai sosok nabi sekaligus rasul
terakhir dalam tatanan konsep keislaman. Hal ini memposisikan Nabi
Muhammad SAW sebagai sosok manusia sakral yang merupakan wakil Tuhan di
dunia yang bertugas membawa, menyampaikan, serta mengaplikasikan segala
bentuk pesan “suci” Tuhan kepada umat manusia secara universal.
Kedua, dalam perspektif sosial-politik, Beliau dilihat dan dipahami
sebagai sosok politikus andal. Sosok individu Nabi Muhammad SAW yang
identik dengan sosok pemimpin yang adil, egaliter, toleran, humanis,
serta non-diskriminatif dan hegemonik, yang kemudian mampu membawa
tatanan masyarakat sosial Arab kala itu menuju suatu tatanan masyarakat
sosial yang sejahtera dan tentram.
Tentu, sudah saatnya bagi
kita untuk mulai memahami dan memperingati Maulid secara lebih mendalam
dan fundamental, sehingga kita tidak hanya memahami dan memperingatinya
sebatas sebagai hari kelahiran sosok nabi dan rasul terakhir yang sarat
dengan serangkaian ritual-ritual sakralistik-simbolik keislaman semata,
namun menjadikannya sebagai kelahiran sosok pemimpin.
Karena
bukan menjadi rahasia lagi bila kita sedang membutuhkan sosok pemimpin
bangsa yang mampu merekonstruksikan suatu citra kepemimpinan dan
masyarakat sosial yang ideal, egaliter, toleran, humanis dan
nondiskriminatif, sebagaimana dilakukan Nabi Muhammad SAW untuk seluruh
umat manusia. Kontekstualisasi peringatan Maulid tidak lagi dipahami
dari perspektif keislaman saja, melainkan harus dipahami dari berbagai
perspektif yang menyangkut segala persoalan. Misal, politik, budaya,
ekonomi, maupun agama.