Belum lama Media Asing “Al-Jazeera” memunculkan berita tentang Dewan
Revolusi Islam (DRI) hingga menghebohkan seantero nusantara, berita
tersebut meyakinkan bahwa Front Pembela Islam (FPI) berada dibalik
rencana kudeta yang matang, parahnya juga dikait-kaitkan dengan tragedi
Ahmadiyah belum lama ini terjadi di berbagai wilayah di Indonesia yang
sangat menyudutkan FPI.
Namun belum lama berita itu berselang, senin lalu (21/3/2011) Media
Portal Asing “The Jakarta Post” kembali memuat berita palsu tentang
pergerakan FPI ke dunia musik underground disaat publik masih panas
dengan kampanye Pembubaran Ahmadiyah, yang memang didominasi oleh
gerakan ormas-ormas Islam seperti FPI. Berita ini dinilai sebagai berita
fitnah yang sangat menyesatkan umat.
Berita yang berjudul “FPI sets its eyes on underground music” yang di
muat di halaman HEADLINES cukup menarik perhatian publik, dengan menuduh
FPI yang berniat mengadakan perlawanan terhadap musik underground yang
membuat munculnya beragam pernyataan, tudingan, kecaman, pro dan kontra,
tidak lama setelah berita ini di publish ke dunia maya. Melalui berita
ini pula banyak sekali anggota komunitas underground menjadi salah paham
dan mengambil kesimpulan bahwa FPI akan membubarkan komunitas
Underground.
Dituliskan bahwa anggota senior FPI yang dinilai sebagai ahli musik
Islam, yang bernama Budi Fahri Farid menduga adanya gerakan mengaburkan
ajaran Islam dengan berbagai aliran musik underground.
Padahal nyatanya, setelah ditelusuri lebih dalam, sepanjang Struktur
Organisasi DPP – FPI dari dulu hingga kini tidak pernah ada yang bernama
Budi Fahri Farid ahli musik Islam seperti yang disebutkan. Hal ini
menguak kenyataan bahwa berita yang diangkat “The Jakarta Post” adalah
fiktif dan menyudutkan dengan menuliskan bahwa FPI akan mengincar
pembubaran dunia musik underground.
Saat pengajian rutin rabu malam (16/3) DPP FPI di Majlis Ta’lim
Silaturahmi Al-Jabhah yang bertempat di Masjid Al-Ishlah Jl. Petamburan
Raya 3 Tanah Abang, Jakarta memang dibahas realita perang pemikiran di
komunitas musik underground.
Namun pembahasan ini bukan bermaksud untuk mengajak umat memberikan
perlawanan terhadap musik underground, seperti yang dituliskan "The
Jakarta Post”. Justru sebaliknya, yang disampaikan dalam pengajian ini
dalam rangka memaparkan informasi, bahwa musik underground saat ini
sebagian didominasi oleh intrik Zionis. Hal ini menjadi pemicu beberapa
komunitas musik underground untuk bangkit dan berbalik melawan
konspirasi Zionis lewat musik underground.
Dalam pengajian ini menghadirkan pembicara dari Komunitas GHURABBA
MILITANT TAWHEED, sebuah komunitas musik underground yang menjadikan
musik sebagai sarana dan alat dakwah untuk menyampaikan Islam ke para
penggemar musik cadas di komunitas tersebut, yang dipelopori oleh band
Rock indie label The Roots Of Madinah. Pembicara tersebut adalah Thufail
Al-Ghifari salah satu rapper yang cukup dikenal di komunitas
underground dan hiphop local sekaligus vokalis dari band The Roots Of
Madinah.
Dakwah di kalangan underground
Thufail Al-Ghifari mengupas tuntas mengenai musik underground yang
pada awalnya lahirnya bertujuan sebagai kontra kultur dalam industri
musik mainstream yang telah banyak berkembang, namun saat ini aliran
musik ini justru ditunggangi oleh Zionis dengan menjauhkan pemuda-pemuda
dari sendi kehidupan agamanya melalui pengidolaan figur-figur yang
kontra islam, dan syair syair lagu yang mendoktrin pemahaman kontra
islam.
“Para musisi ini kebanyakan menjalankan misi Zionis tanpa mereka
sadari. Kita tidak bisa mengatakan bahwa anak underground itu sesat,
atau anak underground itu agen zionis karena konspirasinya tidak
terletak pada subjek tapi ada pada lirik yang disampaikan oleh musik –
musik yang kebanyakan membawa ideologi dan pesan terselubung yang
akhirnya menjadi gaya hidup dan perlawanan terhadap apa yang sering kami
sebut kemapanan,” ujar Thufail.
Thufail juga menduga beberapa dari kutipan lirik yang ada di dalam
musik-musik underground saat ini, antitesis dunia tanpa agama, tanpa
negara dan tanpa ideologi yang murni merupakan pesan Zionis. Dan aspek
lainnya yang mencoba menggiring para pemuda Muslim untuk menjauh dari
agama mereka melalui musik.
Sama halnya dengan Muhammad Hariadi Nasution yang juga dikenal dengan
panggilan “Ombat” vokalis dari band kawakan TENGKORAK, juga mengutip
pernyataan seorang peneliti yahudi bernama Jeremiah Walah, yang memang
sangat concern melakukan penelitian terhadap watak dan psikologi
masyarakat Indonesia. Jeremiah Walah justru mengatakan secara terbuka
kepada Ombat bahwa untuk menghancurkan Indonesia tidak perlu menggunakan
senjata, hancurkan saja para generasi mudanya. Melalui musik metal dan
film porno.
“Kalau kita menemukan anak metal lebih tersinggung ketika aliran
metalnya dihina daripada agamanya, nah itulah bukti bahwa disini ada
agenda zionis” kutipan pernyataan Ombat dari investigasi FPI di belakang
panggung acara konser musik Approach Deen Avoid Sin di Bulungan pada
tahun 2010.
Sejauh ini gerakan komunitas musik underground seperti GHURABBA
MILITANT TAWHEED juga tidak sendirian, sebelumnya telah muncul pula
beberapa komunitas lainnya, seperti Berandalan Puritan, Salam Satu Jari
(One Finger Underground Movement) yang digawangi Band Senior TENGKORAK
yang beraliran musik Grindcore Metal, ada juga PUNK MUSLIM yang
digawangi Almarhum Budi Choiruni alias Buce yang berkonsentrasi pada
anak-anak punk di sekitaran Blok M dan Senayan, dan gerakan lainnya yang
mulai bermunculan satu persatu sebagai perlawanan kultur Zionis dalam
musik underground.
Komunitas Salam Satu Jari Bahkan lebih frontal mengubah salam metal
yang identik dengan tiga jari menjadi salam tawheed satu jari yang
bermakna satu jari lebih kepada ketauhidan. ”Inti dari Salam satu jari
ini adalah untuk mengingatkan kita kepada simbol Tawheed” begitu
penjelasan Madmor vokalis band Purgatory yang kami dapat disela sela
dokumentasi wawancara mereka disebuah acara konser musik Java Rock In
Land di Indonesia.
Menurut Thufail hanya dengan cara inilah mereka bisa menyadarkan kaum
muda yang berkecimpung dalam dunia underground dari segala pengaruh
buruk. Bila suara pemuka agama tidak lagi didengar, sudah saatnya mereka
sendiri yang harus bergerak. ”Sebenarnya wadah underground ini hanya
bagian dari strategi perang ideologi melalui musik menjadi wadah untuk
melawan sekaligus membangun pertahanan kultur untuk menandingi perang
budaya yang ingin menggeser generasi islam dari nilai nilai Islam itu
sendiri,” tambahnya lagi.
Berita palsu
Dalam kesempatan lain, perwakilan dari FPI Ustadz Tarmidzi, juga sudah
menerima silahturahim dari perwakilan band – band senior dari komunitas
Underground. Seperti Fahmi yang merupakan salah satu personel dari band
Mortus.
Menurut pengakuan Fahmi sendiri, kehadiran dia juga mewakili komunitas
studio Bendera Kuning yang didirikan oleh salah satu personel band
Underground senior Betrayer. Fahmi sudah mendapatkan penjelasan langsung
bahwa tidak ada rencana pembubaran Underground dari FPI.
Ustadz Tarmidzi menjelaskan bahwa semua itu hanyalah berita palsu dan
tidak memiliki dasar yang kuat, mulai dari nama Budi Fahri Farid hingga
Isu pembubaran dunia musik Underground adalah bohong.
“FPI tidak memerangi underground, yang FPI perangi adalah kemaksiatan.
Dimana ada pornografi, alkoholik, dan ide ide liberalisme lainnya, maka
FPI akan konsisten melakukan perlawanan minimal mensupport siapa saja
yang melakukan perlawanan terhadap hal hal seperti itu, jadi isu FPI
akan membubarkan Underground adalah berita bohong” ujarnya.
“Jika anda muslim maka anda tidak perlu takut terhadap gerakan dakwah
ini” begitulah pernyataan Fahmi dari band Mortus diakhir dari
silaturahim beliau yang disambut hangat oleh perwakilan FPI dan juga
komunitas underground muslim.
Kehadiran komunitas Punk Muslim, Ghurabba Militan Tawheed, Salam Satu
Jari (One Finger Underground Movement), Berandalan Puritan dan lain
sebagainya merupakan titik revolusi puncak dari perlawanan terhadap
kultur kontra Islam didalam dunia musik underground. Namun setelah
revolusi, tetap harus ada bab lanjutan dimana dakwah harus terus
bermuara pada pembinaan – pembinaan keislaman.
Dari situlah FPI menjadi tertarik untuk mengundang perwakilan dari
dunia underground muslim ini untuk memaparkan secara singkat efek dari
pergeseran budaya dan pemikiran yang terjadi karena musik musik barat
yang masuk ke Indonesia.
Dan melalui sebuah film dokumenter berjudul Global Metal, kami memang
melihat fakta yang jauh dari perkiraan kami, bahwasanya liberalisme,
sekulerisme, atheisme, agnostik, pornografi, alkoholik dan budaya
kebebasan yang berbeda dengan jati diri bangsa Indonesia justru banyak
ditularkan melalui pergaulan hedonisme disebagian komunitas Underground
ini.
Underground memang tidak sesat, namun setiap oknum dan pelaku
penyebaran doktrinasi dari hal hal yang bertolak belakang dengan Islam
tetap harus ditindak, minimal dibangun kontra kulturnya. Suatu hal yang
mengagumkan kami menemukan banyak anak – anak dengan keterbatasan ilmu
justru telah berani ‘memasang badan’ untuk melawan laju monster budaya
yang merupakan bagian dari agenda zionis internasional ini.
Yang perlu diluruskan adalah, FPI memang tidak akan pernah membubarkan
dunia musik underground. Jadi pemberitaan yang dimuat harian ‘The
Jakarta Post’ terkait FPI dan Dunia Musik Underground adalah tidak
benar. Untuk selanjutnya diharapkan hal serupa tidak terulang kembali.
Sumber : arrahmah.com