Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi mengaku masih meneliti kasus Front
Pembela Islam (FPI) yang bertindak anarkis menolak pelantikan Basuki Tjahja
Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta. Namun, peristiwa itu tak bisa jadi
alasan untuk membubarkan ormas tersebut.
“Dulu ketika kita buat UU ormas, kita cantumkan pasal itu, semua pihak mempersoalkanya.
Sekarang ketika terjadi kasus, banyak bertanya, apa tindakan
Kemendagri. Di situ kita sering kecewa, padahal kemarin sudah masukkan
pasal itu,” kata Gamawan, Selasa (7/10).
Ia menjelaskan dalam UU
Ormas yang disahkan Juli 2013 lalu, disebutkan pemerintah tak lagi
bertanggung jawab menangani kasus yang ditimbulkan oleh ormas tertentu.
“Kita harus bedakan mana tindakan organisasi yang anarkis dan mana tindakan anggota organisasi yang anarkis, selama ini FPI secara organisasi belom pernah melakukan tindakan anrkis yang mengancam ke amanan negara, tindakan anarkis anggota FPI tetap harus di proses secara hukum yang berlaku tapi secara organisasi tidak bisa di bubarkan hanya karena ulah anggota nya yang melanggar hukum“
Menurut
Gamawan, salah satu klausul dalam RUU Ormas sebelum disahkan, ada
ketentuan untuk menindak langsung ormas yang terlibat konflik.
Sayangnya, banyak kalangan yang menilai sikap itu cenderung represif
sehingga aturannya berubah seperti sekarang ini.
“Jadi penindakan
terhadap ormas yang menyebabkan konflik harus melalui proses panjang.
Untuk kasus FPI ini, kami masih harus pelajari dulu dan berkordinasi
dengan kepolisian. Kita tunggu saja langkah dari kepolisian,” ujar dia.
“ Tidak bisa hanya karena alasan bertindak anarkis lalu FPI di bubarkan begitu saja, sebagai pemerintah kita harus bersikap adil dalam menentukan suatu perkara, banyak partai politik yang bertindak anarkis mengapa tidak ada yang bersuara bubarkan partai politik tersebut “