Direktur An-Nashr Insitute, H.Munarman SH menilai siapapun yang
menganggap bahwa penghinaan Nabi yang dilakukan Charlie Hebdo bukan
sebagai suatu kesalahan karena alasan prinsip kebebasan, orang tersebut
layak dikenai hukuman yang sama dengan majalah Perancis itu.
“Yang menyatakan Charlie Hebdo tidak bersalah karena alasan kebebasan
pers, maka sudah pantas ditembak mati juga.”tegas Munarman seperti
dikutip Kiblat.
Juru bicara FPI ini juga menilai bahwa opini penembakan terhadap
penghina Nabi, Charlie Hebdo akan menimbulkan mudharat dalam ruang
dakwah di Barat, hanya dilakukan oleh kelompok yang menimbang sesuatu
bukan dengan kepentingan akhirat.
“Itu argumen biasanya diucapkan oleh aktivis perdamaian yang cinta kehidupan dunia,” jelasnya.
Munarman berpendapat, dakwah pada hari ini sudah mengalami kemajuan
pesat. Seseorang dapat menyebarkan Islam tanpa perlu berhadapan secara
fisik dengan sasaran dakwah. Terlebih, Islam saat ini juga sudah dikenal
cukup luas. Sehingga tidak ada alasan dakwah terhambat dengan adanya
peristiwa penembakan Charlie Hebdo.
“Dakwah pada masa kini, bahkan sudah dilakukan melalui internet tanpa
harus hadir secara fisik di Eropa. Lagi pula Islam saat ini bukan
seperti pada masa-masa awal, di mana manusia banyak belum tahu tentang
Islam,” ucapnya.
Saat ini, kata Munarman, semua makhluk di muka bumi sudah tahu
tentang Islam. Bagi orang di luar Islam, hanya masalah hidayah saja.
Bahkan banyak sekali fakta, justru umat non-Muslim masuk Islam setelah
peristiwa serangan 9/11 yang lebih dahsyat peristiwanya dibandingkan
dengan kasus penembakan terhadap Charlie Hebdo.
“Jadi argumen-argumen bahwa kekerasan tersebut menghalangi dakwah
adalah keliru, karena tidak sesuai dengan fakta, dan itu hanya diucapkan
oleh kaum Hubbudunya (pecinta dunia),” tandasnya.
Seperti diketahui, sejumlah pria bertopeng menyerbu kantor majalah
Charlie Hebdo di Paris, Prancis, Rabu (7/1/2015) ketika sedang menggelar
rapat redaksi. Mereka menembaki orang-orang yang ada di kantor
bersebut, termasuk penjaga keamanan, sehingga menewaskan 12 orang.
Majalah
Charlie Hebdo memang dikenal kerap menerbitkan kartun-kartun yang
menghina dan melecehkan umat Islam serta simbol-simbolnya. Pada tahun
2007 Charlie Hebdo diperkarakan karena memuat kartun Nabi Muhammad,
sehingga membuat marah umat Muslim dunia.
Majalah ini terbit sejak 1970, mendapat inspirasi namanya dari tokoh
kartun Amerika, Charlie Brown. Sejak awal majalah ini diterbitkan untuk
‘meledek’ selebriti, politisi bahkan agama.
Pada 2006, Charlie Hebdo menjadi target utama umat Islam yang tidak
menerima agamanya dilecehkan, setelah mencetak ulang 12 kartun Nabi
Muhammad yang sempat diterbitkan harian Denmark, Jyllands-Posten.
Salah
satu kartun menampilkan sebuah bom yang ditempatkan dalam sebuah surban
memicu protes di negara-negara muslim. Namun, redaksi majalah ini
selalu berkilah bahwa apa yang mereka lakukan adalah bagian dari
kebebasan berekspresi.
Sebelumnya, seorang pemimpin redaksi surat kabar terbesar di Qatar
akhirnya buka suara terkait Izzah Islam wal Muslimin di Twitter-nya.
Beliau mendesak umat Islam tidak perlu minta maaf atas pembantaian di
kantor majalah mingguan Charlie Hebdo di Paris.
Apa pernah 300 juta warga Amerika meminta maaf kepada korban-korban
perang yang mereka kobarkan di Irak? Apa pernah 66 juta warga Prancis
meminta maaf karena telah melakukan serangan udara di Libya? Apa
Holocost lebih suci dari nabi Muhammad?”, tulis Pimred portal raialyoum,
Abdel Bary Athwan.
Kepada Al Arabiya News, Al-Athba mengatakan; “Menyerang orang tak bersalah tidak dapat diterima. Saya juga menentang pembunuhan wartawan.”
“Tapi mengapa tidak ada orang Kristen yang minta maaf ketika tiga
masjid di Swedia diserang dan dibakar, dan di Jerman terjadi kampanye
kebencian terhadap Muslim,” lanjutnya.
Jadi, masih menurut Al-Athba, mengapa umat Islam harus capek-capek minta maaf atas kejahatan yang tidak dilakukannya.
“Pengadilan Prancis seharusnya menangani kasus ini tanpa politisasi
atau mengambil insiden ini sebagai alasan menekan Muslim Prancis dan di
seluruh Eropa, atau di tempat lain,” lanjut Al-Athba.
“Jangan pernah meminta maaf atas kejahatan yang dilakukan orang-orang itu,” tulis Abdullah Al-Athba, pemimpin redaksi Al-Arab.
“Prancis sedang mencari alasan untuk ikut campur di Libya.”
Dalam tweet lain, Al-Athba bertanya; “Ketika Masjid London diserang, apakah ada orang Kristen atau warga Inggris meminta maaf?”
Al-Athba mengatakan pada follower-nya di Twitter untuk melihat pembantaian Charlie Hebdo dari perspektif berbeda.
Ia mengatakan Prancis sedang mencari alasan untuk melakukan
intervensi militer di Libya, dan akan menggunakan insiden ini sebagai
pembenar tindakan Paris mengirim pasukan.
“Prancis ingin menyerang Libya dengan dalih memerangi terorisme,
setelah sukses menduduki Mali dengan alasan serupa,” tulis Al-Athba.
“Operasi ini merupakan alasan tepat untuk membunuh Muslim, dan menguasai ladang minyak-nya.”
Dia juga menyarankan semua pihak untuk melihat hubungan antara
peningkatan serangan terhadap sebanyak mungkin masjid di Eropa, dan
insiden di kantor Charlie Hebdo.
Serangan di Prancis dimanfaatkan banyak pihak untuk disulap menjadi
perang melawan Islam dan warga muslim, lalu mengkambinghitamkan warga
muslim di Prancis dan seluruh dunia sebagai pihak yang harus
bertanggungjawab, sehingga siapa saja yang tidak mengecam komunitas
muslim dan dunia islam terkait kejadian tersebut secara langsung maka
dianggap teroris.
Sumber : http://antiliberalnews.com/2015/01/14/munarman-pembela-charlie-hebdo-pantas-ditembak-mati-juga/