Untuk kesekian kalinya instansi Kuliah Syariah Pondok Pesantren Sidogiri melalui Lembaga Penelitian dan Studi Islam (LPSI) menghelat diskusi panel dengan tema, “Radikalisme dalam Islam” Rabu (19/11). Dalam diskusi yang digagas oleh Forum Kajian Akidah ini KH. Lutfi Bashori dan KH. Yusuf dari Singosari Malang hadir sebagai pemateri. Acara yang bertempat di Gedung Sekretariat Pondok Pesantren Sidogiri Lt. III ini dihadiri oleh semua anggota Kuliah Syariah, murid MMU Aliyah, dan delegasi murid MMU Tsanawiyah.    

1.KH. Lutfi menjelaskan paham radikalisme merupakan perlawanan dari paham liberalisme. “Liberalisme itu KTP nya Islam tapi mereka mau menjalani agama semaunya sendiri, tidak mau mengikuti peraturan syariat,” ungkapnya. Sementara yang seharusnya dilakukan adalah mengambil jalan tengah di antara radikalisme dan liberalisme, yang kita arti sebagai konsisten (istikamah) pada ajaran syariat.

“Jalan tengah ini jangan diartikan sebagai paham moderat karena moderat di zaman sekarang sudah sangat mendekati paham liberal,”tambahnya. “Namun perlu diketahui tidak semua tindakan fisik itu bisa dikatan radikal. Rasullulah pun pernah berduel melawan kafir. Bahkan beliau melakukan peperangan. Apakah Rasulullah juga dikatakan radikal? Tidak. Karena radikal dilegalkan oleh syariat apabila berada pada darul harbi (daerah konflik.red),” jelas putra dari Pengasuh Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ), KH Bashori ini.

“Orang yang melakukan langkah fisik karena ingin menjaga kehormatan dan hartanya, tidak dapat dikatakan radikal,” ungkap beliau. Menurut beliau hal itu tidak bisa dikatakan tindakan radikal, tersebab semua orang berhak melindungi diri dan hartanya. Dalam ajaran agama Islam, seseorang itu boleh melalukan tindakan fisik bahkan membunuh untuk melindungi harga diri, dan harta bendanya. “Kita kan (umat Islam-red) diwajibkan menjaga yang lima, yaitu harta, harga diri, agama, akal, dan keturunan,” tambah Pengusuh Pondok Pesantren Ar-Ribath, Singosari Malang itu.

Selain itu, putra KH. Bashori Alwi ini juga menjelaskan radikalisme pemikiran. Menurut beliau radikal itu ada dua, radikalisme fisik dan radikalisme pemikiran. Radikalisme pemikiran, menurut KH. Luthfi Bashori, seperti pemikiran kelompok Wahabi yang sering melontarkan statemen kafir pada kelompok di luar mereka. “Radikalisme pemikiran itu seperti yang dilakukan kelompok Wahabi. Mereka sering menuduh dan memfonis suatau tradisi tertentu sebagai bid’ah dan orang yang melukannya dianggap kafir, padahal mereka tidak mempunyai dalil kuat,” ungkap KH. Luthfi Bashori memberi contoh  radikalisme pemikiran

Dalam pembukan sambutannya ia menjelaskan syariat Islam melarang ada peperangan di daerah aman seperti di Indonesia ini. Syariat juga melarang membunuh anak kecil, perempuan, menghancurkan fasilitas umum, dan menebang pohon dalam peperangan. Dalam sesi tanya jawab diskusi tampak lebih hidup dan memanas dengan beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh anggota LPSI terkait dengan gerakan FPI yang selalu diisukan sebagai kolompok radikal.

Menurutnya FPI tidaklah bertentangan dengan syariat Islam. Karena Islam menyerukan amar makruf nahi mungkar ini merupakan dua tugas yang dibebankan kepada umat Islam. Hanya saja golongan NU lebih banyak berdakwah di amar ma’ruf-nya. Sementara FPI melengkapi dari sisi nahi mungkar-nya.

“Ibaratkan umat Islam ketika hijrah dulu. Ada yang hijrah secara sembunyi-bunyi dengan cara halus. Sedangkan Umar hijrah dengan terang-terangan. Bahkan menantang orang kafir dengan mengatakan ‘Siapa yang menginginkan istrinya janda atau anaknya yatim, silakan halangi Umar’ tantang Umar di hadapan para pembesar suku Quraisy,” ucapnya menirukan Umar yang diringi gelak tawa hadirin.

“Apakah tindakan Umar yang seperti itu kita katakan radikal? Apakah tindakannya  ditegur oleh Nabi? Sejatinya kita harus berterima kasih kepada Habib Rizieq, karena FPI bukan menentang kadaulatan pemerintah, hanya saja menuntut kebijakan pemerintah, agar Islam tidak terbayang-bayangi kemaksitan dan tertindas oleh penguasa,” papar pengasuh Pesantren Ribath al-Murtadho Malang ini.

Yusuf menambahkan FPI itu tercoreng di mata masyarakat karena ulah media yang memberitakan kejelekkannya saja. “Coba saja FPI mengadakan santunan kepada yatim piatu tidak mungkin masuk TV. Wong setiap FPI melakukan razia mereka sudah mengantongi izin dari pemerintahan dan aparat. Hanya saja sering ada oknum yang menyusup memakai seragam FPI untuk menodai FPI sehingga beritanya di Media menjadi negatif. Padahal mungkin saja oknum memang dibawa oleh media itu sendiri, untuk sebuah kepentingan,” jelasnya panjang lebar.

Di akhir penyampaiyannya KH. Yusuf berpesan agar tidak termakan opini media karena media-media Indonesia saat ini berada dalam cengkaman sekuler dan liberal. “Jangan sampai umat Islam terpancing slogan Barat atas tuduhan radikal, karena tidak semua tindakan fisik itu radikal selagi tidak bertentangan syariat. Dan lebih radikal mana dengan kezaliman Israel kepada rakyat Palestina?,” tandasnya.

Sumber :  http://sidogiri.net/2014/11/diskusi-lpsi-soroti-gerakan-radikalisme-islam/