Di Indonesia sudah ada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 156 atau Peraturan Presiden Nomor 1/1965 yang mengatur tentang penodaan agama, namun aturan tersebut tidak mampu menyelesaikan kasus penodaan agama jika sudah dibawa keranah politik.

"Secara teori hukum, semua aliran sesat mestinya bisa dituntut, bisa diseret ke pengadilan. Jadi seperti Ahmadiyah bisa diproses dengan aturan tersebut," ujar Habib Rizieq dalam diskusi di Markaz Syariah, Megamendung Bogor, Jumat (1/8/2014).

Namun, kata Habib Rizieq, harus diketahui bahwa negeri kita ini tidak sepenuhnya negara hukum tapi juga negara politik, jadi ada putusan politik yang bisa mengalahkan putusan hukum.

"Dalam urusan Ahmadiyah, itu sudah dipolitisasi dan sudah menjadi urusan politik ketimbang masalah hukum. Jadi, jangan mimpi jika berharap ahmadiyah diproses hukum. Dan karena ini urusan politik, kita tuntut keputusan politik lewat Keputusan Presiden (Kepres) pembubaran Ahmadiyah, itu penyelesaian politik. Kalau sudah ada kepresnya, selesai," jelas Habib Rizieq.

"Tapi kalau masalah aliran sesat lain seperti Lia Eden, Ahmad Musadeq, Yusman Roy itu bisa kita proses karena tidak dipolitisasi, itu murni hukum. Karena itulah mereka bisa dijebloskan ke penjara," tambahnya.

Imam Besar FPI ini juga mencontohkan kasus lain yang dipolitisir sehingga tidak tuntas penyelesaiannya.

"Contoh lain, kasus Bank Century dan BLBI, secara hukum kasus ini harus diproses sampai tuntas. Tapi kalau putusan politiknya mengatakan tidak perlu kita mau bilang apa, tidak berani itu Polisi dan Jaksa untuk memproses jika putusan politiknya ini tidak boleh diproses. Jadi siapa yang punya kekuatan politik di DPR, siapa yang jadi presiden, itu sangat berpengaruh untuk menentukan. keputusan," pungkasnya.