Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah didesak untuk segera disahkan. Hal krusial dalam RUU ini adalah mengenai pemilihan kepala daerah, apakah dipilih secara langsung seperti yang dilakukan selama pasca reformasi, atau pemilihan dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Bagaimana pandangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Syihab soal ini, berikut petikan wawancaranya dengan Suara Islam Online:

Apa pandangan Habib selaku Imam Besar FPI tentang pilkada via DPRD?

Bagus sekali! Dan memang sudah sejak tiga tahun lalu FPI mengusulkan secara tertulis ke pemerintah dan DPR RI agar pilkada langsung di stop saja, karena lebih banyak mudhorotnya dari pada manfaatnya.

Bukankah penghapusan pilkada langsung dan mengubahnya menjadi pilkada via DPRD merupakan perampasan kedaulatan rakyat?

Siapa bilang?! Kan semua anggota DPRD itu dipilih langsung oleh rakyat, sehingga mereka itu adalah wakil rakyat yang secara resmi memegang amanah kedaulatan rakyat. Jadi, pilkada via DPRD tetap merupakan bagian dari kedaulatan rakyat. Selain itu, justru pilkada via DPRD lebih sesuai dengan asas musyawarah dan lebih sejalan dengan sila keempat Pancasila yaitu sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Tapi menurut polling bahwa rakyat lebih senang pilkada langsung?

Bohong! Itu polling ngawur! Justru rakyat jelata banyak yang kebingungan, karena mereka hanya dijadikan alat politik, dan selalu dijadikan target pembodohan dan money politic. Bahkan dalam pilkada langsung, rakyat sering jadi korban adu domba untuk dipecah-belah.

Soal money politic, di DPRD juga bisa terjadi!

Betul, tapi mengawasi dan mencegah money politic terhadap puluhan atau ratusan anggota DPRD jauh lebih mudah daripada mengawasi dan mencegah money politic terhadap ratusan ribu bahkan jutaan rakyat yang ikut pilkada. Andai pun terjadi money politic di DPRD, maka KPK lebih mudah menangkapnya, tapi money politic terhadap rakyat banyak sulit sekali mengungkapnya.

Tapi kan pilkada langsung itu menguntungkan umat Islam sebagai pemilik mayoritas suara?

Omong Kosong! Faktanya pilkada langsung telah menjadikan orang kafir sebagai pemimpin di tengah mayoritas umat Islam, seperti di Kalteng dan Kalbar, termasuk di DKI Jakarta. Belum lagi di tingkat kota dan kabupaten. Hal yang tidak pernah terjadi di zaman Orla mau pun Orba. Pilkada via DPRD justru bisa lebih menjamin asas proporsional, sehingga terjaga minoritas tidak memimpim mayoritas berbeda, agar supaya pemerintahan mayoritas yang terpilih lebih legitimate.

Jadi apa alasan FPI mendukung pilkada via DPRD?

Ada dua belas alasan. Pertama, sesuai dengan asas musyawarah. Kedua, sejalan dengan sila keempat Pancasila. Ketiga, menekan biaya pemilu. Keempat, menghindarkan konflik horisontal antar rakyat. Kelima, mencegah pembodohan rakyat. Keenam, mencegah pembudayaan money politic di tengah masyarakat. Ketujuh, menjamin asas proporsional agar minoritas tidak memimpin di daerah mayoritas berbeda. Kedelapan, menjamin lahirnya kepala daerah yang berkualitas karena via seleksi DPRD. Kesembilan, mencegah lahirnya "raja-raja" kecil di daerah yang membangkang terhadap pemerintah pusat, karena merasa pilihan rakyat. Kesepuluh, setiap saat rakyat lebih mudah mencopot kepala daerah yang buruk atau jahat melalui DPRD secara konstitusional.

Kemudian kesebelas, pengawasan dan pencegahan money politic terhadap puluhan atau ratusan anggota DPRD jauh lebih mudah daripada pengawasan dan pencegahan money politic terhadap ratusan ribu bahkan jutaan rakyat yang ikut pilkada. Adapun yang keduabelas adalah penangkapan terhadap anggota DPRD yang melakukan money politic oleh KPK lebih mudah daripada penangkapan money politic yang dilakukan rakyat banyak.

Pesan Habib untuk pemerintah dan DPR RI serta rakyat Indonesia?

Segera sahkan saja pilkada via DPRD. Jangan takut dengan ancaman kaum liberal. Ingat, Indonesia adalah negara musyawarah bukan negara demokrasi !!!

Sumber: Suara Islam Online