"Kenapa KPK mandul ketika berhadapan dengan
kasus "Ibu Kota Jakarta", padahal di daerah itu meski tidak ada hasil
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) pun yang secara undang-undang tidak memiliki kewenangan untuk menentukan
ada indikasi pidana atau tidak itu biasanya aparat hukum di daerah langsung
bekerja," ujar Munarman kepada Suara Islam Online, usai pertemuan dengan
Wakil Ketua DPR Fadli Zon bersama sejumlah ulama di Gedung DPR, Selasa
(6/3/2016).
Tetapi, lanjut Munarman, BPK ini ada mandat
undang-undangnya, dia bisa menentukan adanya suatu indikasi pelanggaran hukum
pidana, dan itu menjadi wajib ditindaklanjuti karena hasil audit BPK inilah
yang menjadi dasar pertimbangan mengenai kerugian negara.
"Dan kerugian negara dalam hal ini tidak hanya
kasus RS Sumber Waras yang 191 miliar, tetapi ada beberapa kasus lain yang
total kerugiannya yang langsung dilakukan oleh Plt Gubernur pada waktu itu
(Ahok) lebih kurang totalnya 1,8 triliun, jadi ini adalah grand corruption
(korupsi tingkat tinggi) sebetulnya," kata dia. (baca: KPK Mandul dalam
Kasus Korupsi Ahok)
"Jadi aneh bagi kita, kalau nilainya sampai
1,8 triliun ini tidak dianggap oleh KPK sebagai temuan yang berharga untuk
membersihkan negara ini dari korupsi," tambahnya.
Menurut petinggi Front Pembela Islam (FPI) ini,
pihaknya sudah tiga kali mendatangi KPK untuk menanyakan proses hukum kasus
tersebut. "Dan para ulama dari Gerakan Masyarakat Jakarta (GMJ) nanti akan
mendatangi kembali KPK untuk menanyakan hal yang sama," ungkapnya.
Oleh sebab itu, kata Munarman, dalam pertemuan
dengan Wakil Ketua DPR tersebut, para ulama ingin mengajak DPR agar ikut
berperan dalam mendorong KPK supaya berani dalam menegakkan hukum.
"DPR sebagai lembaga yang berwenang melakukan
pengawasan yang salah satunya terhadap KPK harus menggunakan kewenangannya
secara maksimal, dan ini bukan intervensi karena ini memang sudah menjadi tugas
DPR," tandas Munarman.
Sumber : Suara Islam/ adhila