Sepekan pasca insiden Tolikara Papua banyak fakta yaang telah
terungkap. Diantaranya adanya surat edaran pelarangan ibadah yang
tersebar beberapa hari sebelum kejadian. Adanya surat pelarangan
tersebut telah diakui dikeluarkan oleh pihak Gereja Injili Di Indonesia
(GIDI).
“Ini merupakan salah satu indikasi penyerangan
dan pembakaran tersebut dilakukan secara terencana dan sistematis.
Apalagi ada indikasi keterlibatan asing dalam persoalan ini sebagaimana
disampaikan kepala BIN dan BNPT dalam berbagai media,” ujar Anggota
Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Aboe Bakar Al-Habsyi (23/7).
Oleh karenanya, lanjut dia, aparat penegak hukum harus menelusuri aktor
intelektual di balik insiden Tolikara tersebut. Polisi jangan hanya
menindak para pelaku di lapangan saja, usut tuntas siapa saja yang
merencanakan, mendanai dan memberikan dukungan terhadap penyerangan dan
pembakaran masjid Tolikara. Kata Aboe Bakar, pengusutan tuntas aktor
intelektual di balik insiden Tolikara akan menunjukkan adanya kedaulatan
hukum yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia.
“Saya
mengapresiasi ketegasan Kapolri yang langsung menyebut para pelaku
penyerangan dan pembakaran tersebut sebagai pelanggar konstitusi,” papar
Aboe Bakar.
Menurutnya, setidaknya ada tiga tindak pidana yang
mereka lakukan. Pertama, melakukan pelarangan beribadah kepada umat
Islam. Kedua, melakukan penyerangan terhadap umat Islam yang sedang
shalat Idul Fitri. Ketiga, pembakaran rumah ibadah.
“Bahkan ada
lembaga swadaya masyarakat yang mengkategorisasikan hal itu sebagai
tindakan pelanggaran HAM berat,” ungkap Aboe Bakar.
Karenanya, tambah dia, aparat kepolisian harus segera menjalankan tugasnya untuk melakukan penegakan hukum.
“Segera tangkap dan proses mereka secara hukum, jangan sampai
masyarakat melihat polisi hanya berlaku tegas terhadap Front Pembela
Islam (FPI) saja,” demikian Aboe Bakar.