Penanganan masalah insiden Tolikara Papua harus tegas dan cermat.
Pertama kali kaum Nasrani di lingkungan kejadian dan organisasi yang
bertanggung-jawab dimana oknum-oknum penyerang berada, harus meminta
maaf kepada kaum muslimin Indonesia secara terbuka .
Selanjutnya, pemerintah harus bertindak tegas terhadap pelaku-pelaku penyerangan
terhadap jamaah kaum muslimin yang sedang menjalankan solat Idul
Fithri. Orang-orang muslim yang melakukan tindakan melanggar hukum di
Indonesia telah menerima hukumannya, baik yg teroris, pelaku kekacauan,
peristiwa Ahmadiyah misalnya, bahkan Habib Rizieq sendiri pernah
mendapatkan hukuman.
Saatnya sekarang negara bertindak adil,
bukan karena agamanya, namun karena pelanggaran hukum Indonesia.
Selanjutnya, kerukunan lintas umat agama harus digalakkan lagi dalam
jalur moderasi bukan liberalisasi.
Ternyata agama masih terus digunakan untuk kepentingan lain dengan tujuan merusak Indonesia secara luas melalui konflik agama.
Saatnya pula sekarang masyarakat barat / eropa berkesempatan untuk
menata kembali visi pandangannya terhadap agama-agama di Indonesia
termasuk Islam, karena selama ini mereka melihat sentral kekacauan
hanya bersumber dari Islam.
Kita ingin melihat dari mereka
sekarang bagaimana korelasi antara freedom of speech, freedom of
religion dan freedom of expression dalam peristiwa Papua ini .
Hari pertama bulan Romadon 18 Juni 2015 jam 9.00 am waktu Den Haag,
Greet Wilders (ketua partai kebebasan) mengumunkan kartun Nabi Muhammad
di Den Haag dan hari pertama Idul Fithri jamaah kaum muslimin diserang
di Papua.
Sekalipun demikian kaum muslimin Indonesia tidak
boleh emosi, karena emosi itulah yg ditunggu tunggu pihak Islamo-phobia
agar langkah kaum muslimin tak terkendali.
Kaum muslimin
Indonesia harus menata kembali kwalitas perjuangannya untuk agama,
bangsa dan dunia. Bersamaan dengan itu kita menghimbau agar teman-teman
sebangsa dan setanah air tidak melaporkan hal-hal negatif di dalam
negeri kepada asing dengan sedikit "imbalan", padahal mengakibatkan
kerugian martabat bangsa.
Lebih baik duduk bersama menyelesaikan segala masalah di dalam negeri sendiri. Lebih terhormat dan lebih nasionalis.
KH. A Hasyim Muzadi
Sekjen ICIS (International Conference of Islamic Scholar)