Ahok bilang FPI tidak terdaftar?
Ahok kan melinitir. Dia bilang, “Menteri Dalam Negeri itu bagaimana, FPI
ini kan organisasi yang tidak terdaftar’, apalah. FPI jelas terdaftar.
Bisa digugat?
Boleh FPI mengajukan. Di dalam UU Ormas juga boleh. FPI mengajukan
tuntutan, gugatan dan sebagainya kepada pejabat publik yang melakukan
itu. Bedanya dengan pimpinan ormas dengan pejabat ya di situ. Kalau kita
sebagai pimpinan ormas, mengajukan apa saja boleh. Kalau pejabat harus
lengkap data, informasi, konteks dan kontennya harus jelas, baru kita
memberi respon. Bukan mendengar langsung respon.
Tapi dia menimpakan ke Pak Menteri lho, katanya Pak Menteri
pernah bilang bahwa FPI itu diminta oleh Presiden untuk dibubarkan.
Ngarang saja itu?
Statemen itu nggak benar. Statemen yang benar, Pak Presiden itu meminta
menindak organisasi-organisasi yang melanggar hukum. Yang melanggar
hukum ya semuanya kan? Pernyataan itu sudah biasa ketika di ruang
publik.
Tadi sudah saya sampaikan 72 orang yang sudah ditahan dan diproses, itu
sudah jelas dari Kapolri. Ada lagi statemen tidak ngerti konstitusilah.
Kalau bicara itu Pak Menteri ini mantan bupati dua kali, mantan
gubernur, mantan pengacara, juga mengajar di Lemhanas.
Berkaitan dengan implementasi dari saran Mendagri agar Pemda
bekerja sama dengan ormas, kalau nanti Pemda DKI, Ahok menentang itu
bagaimana Pak?
Ya nggak bisa. Itu kan melanggar UU. UU itu bunyinya ada pemberdayaan.
Dia kan nggak bisa tidak melakukan itu, sebab itu perintah
undang-undang. Pemerintahan di DKI kan bukan pak Ahok, ada Pak Jokowi.
Artinya, kalau itu tidak dilaksanakan, tentu dia tidak melaksanakan
undang-undang. Tapi saya yakin sudah berjalan. Sudah berjalan di DKI
itu, di ormas-ormas paling bawah juga dilibatkan, (termasuk) PNPM yang
tingkat kelurahan.
Jadi sebenarnya itu kewajiban Pemda, istilahnya Pak Menteri ini refresh saja?
Iya mengingatkan. Pak Menteri itu sebenarnya mengingatkan apa yang
menjadi tugas kita. Gubernur tugasnya apa. Pemerintah daerah itu
tugasnya apa. Termasuk mengelola potensi masyarakat yang disebut ormas
itu. Bagaimana dia berpartisipasi dalam pembangunan daerah, di segala
bidang, begitu. Nah, termasuk FPI kan di dalamnya, begitu.
Taruhlah misalnya FPI ada bandel misalnya, itu lain urusannya. Itu sudah
ada ranahnya sendiri itu. Kalau FPI melanggar hukum kan ada hukum
pidana di dalamnya, lain urusannya. Tapi dalam kerangka fungsi-fungsi
pemerintahan beliau menjelaskan, dalam kerangka fungsi pemerintahan
tetap harus berjalan. Kepala desa di tingkat kelurahan, pak camat di
tingkat kecamatan, pak bupati dan walikota di tingkat kabupaten/kota
sudah terstruktur.
Tanggapan Ahok itu sebenarnya komentar yang nggak perlu?
Terlalu berlebihan dan tendensius. Dan melanggar etika pejabat itu.
Masyarakat saya kira sudah cerdas. Apakah yang dilakukan itu etis atau
tidak etis. Cuma kalau ini dibiarkan, karena akan menjadi kebiasaan,
jadi yang bawah boleh protes atas dan sebagainya. Otonomi ini sebenarnya
diberikan pemerintah pada daerah untuk kesejahteraan, kan gitu. Kalau
tidak bisa melaksanakan boleh ditarik lagi ke presiden. Mana yang bisa
dilaksanakan kita perkuat. Mana yang tidak, ditarik lagi.
Saat Ahok bilang ‘Pak menteri tidak ngerti konstitusi’, ada nggak komentar khusus Mendagri menanggapi pernyataan itu?
Secara negarawan sebetulnya sudah tahulah kalau ini reaktif, yang
sebetulnya tidak boleh dilakukan. Menteri itu diangkat oleh presiden
dengan kriteria-kritera tertentu. Kalau Pak Menteri tidak tahu
konstitusi, tentu nggak diangkat oleh pak presiden. Tapi menteri kami
itu orangnya santun, tidak bereaksilah. Cuma komentar-komentar akhirnya
banyak. Kalau soal pribadi, Pak Menteri dari bawah juga, tahu aturannya.
(Dia pernah) Jadi bupati dua kali, jadi gubernur. Sedangkan Ahok baru
jadi Bupati setengah periode, kemudian jadi Wagub sekarang.
Menurut saya statemen itu terlalu dibesar-besarkan, berlebihan,
emosional, tidak difikir dulu. Pemerintah itu satu, kalau DPR mungkin
ada fraksi-fraksi. Seharusnya suara provinsi sama dengan suara pusat,
suara kabupaten juga, mestinya mengalir seperti itu. Kita bukan negara
federal. Negara kita Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beda pendapat
itu bisa dilakukan di dalam forum dialog, tetapi ketika mengeluarkan
statemen itu ya suara pemerintah. Apakah itu pemerintah provinsi, apa
pemerintah kabupaten/kota, apa pemerintah pusat, mestinya sama. Kita
satu undang-undang, satu aturan yang harus kita taati semua. (SI-Online)
Budi Prasetyo, SH., MM
Direktur Ketahanan Seni, Budaya, Agama dan Kemasyarakatan, Ditjen Kesbangpol Kemendagri.