Front Pembela Islam (FPI) Jawa Timur mendesak pemerintah, baik di wilayah pusat maupun daerah, khususnya di Mojokerto untuk mencabut ijin setiap usaha yang digunakan sebagai tempat maksiat.

Demikian disampaikan oleh Sekretaris FPI Jawa Timur, Khoiruddin menanggapi maraknya tempat usaha di Mojokerto yang digunakan atau dialih fungsikan sebagai ajang mesum dan maksiat, kepada hidayatullah.com, Sabtu (08/08/2015) malam.


Sebagaimana dikutip Radar Mojokerto, sebuah kafe berkedok tempat cuci mobil digrebek dan ditutup paksa oleh ratusan warga Desa Perning, Kecamatan Jetis Mojokerto, Kamis (06/08/2015) malam. Warga menyegel kafe tersebut, pasalnya selain tidak berijin, kafe di sebelah SPBU itu ditengarai menjadi tempat mesum dan ajang prostitusi terselubung.

Warga menyegel kafe itu lantaran protes berulang-ulang yang mereka lakukan tidak kunjung direspon aparat, hingga akhirnya warga berinisiatif melakukan penutupan secara paksa. “Warga tidak ingin kampung ini menjadi seperti Dolly di Surabaya,” kata Kepala Desa (Kades) Perning, Supriyono.

Saat sweeping, tutur Supriyono, warga menemukan kondom dan celana dalam perempuan di dalam kafe tersebut. “Makanya, kami minta stakeholder yang punya kewenangan segera menutup kafe,” ujarnya.

Karena itu, Khoiruddin mendesak pemerintah setempat untuk mencabut semua ijin tempat usaha di Mojokerto yang digunakan sebagai ajang mesum dan maksiat, serta menjatuhkan vonis hukum pidana yang paling berat, sebab dinilai telah melecehkan harkat dan martabat perempuan dengan menjadikan mereka sebagai pelacur serta melanggar Undang-Undang (UU) tentang penjualan perempuan yang sudah menjadi UU positif di Indonesia.

“Bahkan melanggar apa yang telah tertera dalam Peraturan Gubernur (Pergub) tentang pelarang tempat pelacuran di seantero Jawa Timur,” tegas Khoiruddin.

Menurut laporan para aktifis dari Mojokerto-Mojosari, kata Khoiruddin, bagian perijinan tempat usaha di wilayah Mojokerto itu tidak jelas dan tidak tegas. Sebab, menurut kesepakatan antara masyarakat dan pejabat setempat, jika ada bukti investigasi penyelewengan tempat usaha menjadi tempat maksiat, maka petugas perijinan harus memberi teguran pada tempat usaha yang sudah dialih fungsikan menjadi tempat maksiat itu.

“Dan jika kejadian sampai tiga kali maka dari teguran akan menjadi penutupan secara paksa. Tetapi, perjanjian tersebut itu faktanya cuma tong kosong nyaring bunyinya,” pungkas Khoiruddin.

- Media News FPI -