Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab mengatakan,
para koruptor seharusnya mendapatkan hukuman lebih berat dari sekadar
potong tangan. Alasannya, kata Habib Rizieq, korupsi bukan semata
kesalahan hukum formal, melainkan kejahatan kemanusiaan.
"Kejahatan korupsi bisa dibilang setingkat genocide karena
telah menyebabkan masyarakat kelaparan, pengangguran," kata Habib Rizieq
saat menjadi pembicara dalam seminar "Fenomena Artidjo Alkostar:
Harapan Penegakan Hukum di Indonesia" di Hotel Bidakara, Jakarta
Selatan, Selasa (4/3/2014).
Habib Rizieq mengatakan, dalam ilmu fiqih, ada dua tafsiran ulama
mengenai korupsi. Tafsiran pertama mengatakan bahwa korupsi sama dengan
pencurian sehingga hukuman terhadap koruptor berupa potong tangan.
Sementara tafsiran kedua, kata dia, koruptor tidak bisa disamakan dengan
pencuri.
"Hukumnya mengikuti penafsiran hakim sesuai tingkatan kesalahan yang
dilakukan. Jadi boleh dijatuhi hukuman mati sekalipun," ucapnya.
Menurut kandidat doktor di sebuah universitas di Malaysia itu, hukuman
mati memiliki logika sederhana yang dapat diterima akal sehat manusia.
Dalam Islam, kata dia, seorang pencuri dipotong tangannya saat mencuri
senilai seperempat dinar atau sekitar Rp 600 ribu.
"Bagaimana dengan (kasus dugaan korupsi) Century yang 6,7 triliun? Kalau
korupsi sebanyak itu, yang korupsi bukan tangannya, tapi otaknya. Yang
harus dipotong bukan tangannya," ucapnya.
Keadilan, kata Habib Rizieq, harus ditegakkan dan tidak boleh
ditawar-tawar. Ia pun menyitir kisah Nabi Muhammad saat memberikan
hukuman yang tegas tanpa pandang bulu kepada seorang anak tokoh suku
yang terkemuka. Menurutnya, tanpa keadilan suatu negara bisa binasa.
Meski demikian Habib Rizieq juga mengatakan dalam menerapkan suatu
hukuman harus ada gradualisasi dan disertai dengan pemahaman terhadap
akar persoalan. Tidak asal orang mencuri kemudian dipotong tangannya.
Habib Rizieq kembali mengisahkan mengenai kasus seorang mencuri di zaman
nabi. Pencuri tersebut tidak dipotong tangannya karena setelah
diselidiki orang tersebut mencuri karena keluarganya dalam kemiskinan
dan kelaparan. Padahal, dia sudah berusaha meminta tolong kepada
tetanggannya yang kaya-kaya, meminjam duit dan diberikan pekerjaan,
namun tidak mendapat tanggapan.
"Di dalam penerapannya tetap ada asas gradulisasi. Jangan lupa mempelajari akar masalah," tegasnya.