Ketua Front Pembela Islam Kota Makassar Ustadz Abdul Rahman menyesalkan penangkapan ustad Basri, pimpinan Pondok Pesantren Tahfidzul Al-Quran, oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror Markas Besar Polri. Menurut Ustadz Abdul Rahman, proses penangkapan Basri melanggar hak asasi manusia.

“Ustadz Basri ditangkap seperti binatang, seharusnya datang baik-baik ke rumahnya. Karena polisi pasti tahu alamat rumahnya,” kata Ustadz Abdul kepada, Jumat, 24 April 2015.

Densus 88 Antiteror menangkap Basri di depan Apotek Bungadia di BTN Hartaco Indah Blok A Nomor 29, Jalan Manuruki, Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Biringkanaya, Makassar, Jumat, 24 April sekitar pukul 09.30 Wita. Ustadz Basri disinyalir terlibat jaringan teroris dan membaiat anggota ISIS di Makassar.

Menurut Ustadz Abdul Rahman, informasi penangkapan ustadz Basri didapat dari keterangan warga setempat yang melihat langsung penangkapan. FPI pun sudah memeriksa ke rumah dan pesantren, tapi sampai sekarang keberadaan Ustadz Basri belum diketahui.

Ustadz Abdul Rahman menduga yang menangkap Basri adalah Densus 88 Antiteror. Sebab, mereka menggunakan senjata lengkap.

Penangkapan ustad Basri yang dikaitkan dengan gerakan ISIS, masih perlu dikaji. “Kami masih selidiki apa betul beliau anggota ISIS,” kata Ustadz Abdul Rahman.

Camat Biringkanaiyya Syahrum Makkuradde membenarkan jika ada warganya yang bernama Ustadz Basri dan menjadi pimpinan pondok pesantren. “Tapi saya jarang berkomunikasi dengan dia. Sehingga saya juga tidak tahu pasti apakah dia terkait ISIS atau tidak,” kata Syahrum.

Kepala Polda Sulawesi Selatan dan Barat Komisaris Jenderal Anton Setiadji membenarkan penangkapan Basri oleh Densus 88. Namun, Anton enggan menceritakan peran dan keterlibatan Ustadz Basri.

Harits Abu Ulya : Penangkapan Ustadz Basri Sarat Kejanggalan

Pemerhati kontra-terorisme Harits Abu Ulya menganggap penangkapan Pemimpin Pondok Pesantren (Ponpes) Tanfidzul Alquran, Ustad Muhammad Basri MA penuh kejanggalan. "Densus 88 selalu saja melakukan penindakan dengan cara-cara yang tidak humanis. Padahal, Ustadz Basri niscaya bisa dibawa baik-baik dari tempatnya," ungkap Harits Sabtu (25/4/2015).

Dia menambahkan, Densus 88 harus menjelaskan alasan utama dan delik hukum yang dijadikan dasar penangkapan Ustadz Basri. "Kalau terkait ISIS, tidak ada payung hukum yang bisa dijadikan pegangan. Kalau dikaitkan dengan kelompok Santoso Cs di Poso semua baru dugaan," sambungnya.

Bahkan, soal Ustadz Basri sebagai perencana pelemparan bom ke calon Gubernur Sulawesi Selatan tahun lalu, diakui Harits hanya sebatas dugaan dan tuduhan yang harus dibuktikan kebenarannya tanpa rekayasa.
"Tidak pantas perlakuan terhadap seorang ustadz dengan cara-cara kasar seperti menangkap jambret sementara status beliau masih tidak jelas. Asas praduga tidak bersalah sering kali diabaikan begitu saja dalam kasus terorisme," tegasnya.

"Karena itu, masyarakat jangan heran jika ada sekelompok umat Islam marah dan bahkan makin radikal karena melihat tindakan Densus 88 yang dinilai semena-mena terhadap sosok seorang ustad," tukas Direktur The Community of Ideological Islamic Analisyst (CIIA) itu.