Berikut ini wawancara Abdul Halim dari Tabloid Suara Islam dengan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Muhammad Rizieq Syihab, seputar perjuangan umat Islam untuk melawan penindasan sistimatis yang selama ini terjadi melalui penegakan NKRI Bersyariah sehingga Syariat Islam bisa berlaku di Indonesia.

Mengapa secara politik, umat Islam Indonesia yang mayoritas terus mengalami kekalahan sejak zaman Orla, Orba hingga Reformasi sekarang ?

Kekalahan Partai Islam di sepanjang sejarah Pemilu Indonesia kembali kepada dua faktor : internal dan eksternal. Secara Internal, Partai Islam "kurang idealis" dengan Hukum dan Etika Politik Islam. Buktinya, Partai Islam masih sering menggunakan berbagai terminologi sistem politik non Islami, dan masih banyak politisi Partai Islam yang ucapan dan tindakannya tidak Islami. Lalu Partai Islam juga sering tampil eksklusif dan tidak merakyat, serta kurang silaturrahim dengan habaib, ulama, tokoh, aktivis dan Ormas Islam.

Selain itu, Partai Islam lebih sering memperjuangkan kepentingan partainya ketimbang kepentingan umat, sehingga terkesan angkuh dan sombong serta tidak tahu diri. Karenannya, umat Islam menganggap bahwa Partai Islam dan Partai Sekuler sama saja, sehingga secara fisik mereka tidak punya beban apa pun saat meninggalkan atau tidak memilih Partai Islam.

Ditambah lagi, adanya "kelompok ekstrim" di tengah umat Islam, yang tidak sekedar mengumbar fatwa haram berpartai dan ikut pemilu, tapi juga mengkafir-kafirkan saudara muslimnya sendiri yang berpartai dan ikut pemilu. Tentu semakin banyak umat Islam yang tidak ikut pemilu, semakin terpuruk perolehan suara Partai Islam.

Sedang secara Eksternal, Partai Islam sejak dulu hingga kini selalu digembosi dan dibonsai oleh lawan-lawannya dengan cara-cara keji penuh intrik dan fitnah. Partai Islam sendiri, jangankan melakukan perlawanan, membela diri saja sulit dan berat, karena Partai Islam tidak boleh menghalalkan segala cara dalam melawan, sedang musuh selalu menghalalkan segala cara dalam menyerang.

Selain itu, Kaum Sekuler sudah terlalu lama meracuni pemikiran umat Islam dengan aneka racun yang mematikan nalar dan akal, antara lain : benak umat Islam telah lama didoktrin bahwa Politik itu adalah dunia kotor lagi keji, sedang Islam adalah agama mulia lagi suci. Oleh karenanya, agama Islam yang bersih dan suci tidak boleh ditarik ke dalam politik yang licik dan penuh intrik, sehingga agama Islam harus dijaga di masjid, majelis, madrasah maupun pesantren, dan mesti dijauhkan sejauh-jauhnya dari segala kenajisan dunia politik.

Doktrin tersebut sangat efektif, dan berhasil meracuni pemikiran umat dari berbagai tingkatan. Lihat saja, di level Kyai dan tokoh umat Islam masih banyak yang mengatakan : Kalau ceramah jangan bicara politik. Agama dan politik harus dipisah, jangan disatukan, biarkan saja agama ya agama dan politik ya politik. Akibatnya, banyak umat Islam di level bawah bukan lagi merasa tak bersalah saat meninggalkan Partai Islam, bahkan justru menganggap berpahala karena merasa sudah menyelamatkan kesucian agama dari kekotoran politik.

Mengapa juga secara ekonomi, umat Islam Indonesia masih tertinggal sehingga banyak yang miskin jika dibandingkan dengan kelompok minoritas?

Hal ini pun ada faktor internal dan eksternal. Secara internal, umat Islam tidak kompak, bahkan banyak yang egois yang hanya mementingkan diri sendiri. Ini pun terjadi dari level atas hingga level paling bawah. Lihat saja, banyak pejabat Muslim di level atas hanya untuk memenuhi nafsu serakah mereka, dengan mudah mengizinkan para importir Kafir untuk membanjiri pasar kita dengan aneka beras dan sayuran impor yang serba murah, sehingga petani Muslim kita mati jalan akibat hasil panennya membusuk tidak laku.

Sementara di level bawah, gaya hidup umat Islam sangat memprihatinkan, giliran tanggung bulan, duit gaji sudah habis, ngutang ke warung Pak Haji, tapi saat tanggal muda, baru terima gaji, ramai-ramai shoping ke mall-mall yang notabenenya hampir semua dimiliki kaum kafir. Akhirnya, warung Pak Haji bangkrut, sedang mall-mall kafir makin makmur.

Sedang secara Eksternal, memang Umat Islam Indonesia sengaja dimiskinkan. Bagaimana tidak ?! Indonesia ini negara kaya dan serba ada, mulai dari gas dan minyak bumi sampai minyak langit, yaitu sawit, berlimpah ruah. Semua tambang disini ada, mulai dari emas, perak, platina, biji besi, baja, timah, chrom, bauxit, aspal, aluminium, uranium, dan sebagainya.

Saking dahsyatnya kekayaan Indonesia, jangankan berpenduduk 250 juta seperti saat ini, 2 miliar pun jumlah rakyat Indonesia, kekayaan Indonesia masih lebih dari cukup untuk menghidupi mereka. Tapi, yang terjadi Kekuatan Ekonomi Asing mencengkeram Indonesia melalui perusahaan-perusahaan mereka yang mengeruk habis-habisan kekayaan Indonesia tersebut. Lihat saja, Freeport, Newmont, Chevron, Exxon Mobile, Mobil Oil dan sebagainya.

VOC abad modern yang datang ke Indonesia ini memiliki tangan-tangan ahli dari anak negeri sendiri untuk memuluskan perampokan yang mereka lakukan terhadap kekayaan Indonesia. Para pengkhianat tersebut bergerak secara struktural dan sistematis. Melalui Legislatif, para pengkhianat bangsa tersebut mengamandemen UUD 1945 yang semula menganut Ekonomi Kerakyatan diubah menjadi Ekonomi Liberal. Lalu aneka perundang-undangan mereka buat agar Bos-Bos Asing mereka semakin leluasa menyedot kekayaan alam dan bumi Indonesia. Misalnya UU Migas yang kini sangat Neo Liberal. Para eksekutif pun dari pusat hingga daerah saling berlomba memberikan izin dan memberi pelayanan istimewa untuk para "perampok asing" tersebut. Tidak ketinggalan para Yudikatif tidak mau ketinggalan berlomba untuk memberi perlindungan hukum bagi penyelamatan para koleganya dari kalangan VOC modern ini untuk memperkaya diri mereka.

Yang jadi korban ya rakyat. Lihat saja, melalui kebijakan outsourching misalnya, para buruh hanya dianggap budak yang tak lebih berharga dari alat dan mesin pabrik. Sementara para pemilik industri yang kebanyakan asing, kalau pun bukan asing, mayoritas tetap saja Kafir, semakin hari semakin kaya di atas penderitaan para buruh miskin yang mayoritas Muslim. Lihat juga pesatnya perkembangan berbagai Mini Market Kafir, hingga ke kampung-kampung, sehingga banyak warung wong cilik Muslim yang gulung tikar. Kasihan, bangsa Indonesia bagai tikus yang mati kelaparan di lumbung padi.

Mengapa dalam bidang media massa, umat Islam juga tertinggal jauh jika dibandingkan dengan kelompok Sepilis apalagi Nasrani yang menguasai media massa di negeri ini?

Ya itu tadi, kalau politik dan ekonominya sudah jatuh ke tangan orang Kafir, maka medianya, baik cetak mau pun elektronik, mereka borong semua.

DR.Habib Muhammad Rizieq Syihab,Lc. MA
Imam Besar Front Pembela Islam