Puluhan anggota Front Pembela Islam (FPI) Kota
Pekalongan mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan di Jalan
Cendrawasih, Jumat (12/6). Mereka meminta agar putusan hakim
terhadap pelanggar Peraturan Daerah (Perda) tentang larangan minuman
keras (miras) dimaksimalkan.
Dalam audiensi yang digelar di Ruang
Sidang Cakra, puluhan anggota FPI itu memberikan masukan kepada pihak
PN Pekalongan. Dari PN Pekalongan diwakili oleh tiga orang hakim, yakni
Purnawan yang juga selaku Wakil Ketua PN Pekalongan, Humas PN Pekalongan
Hendy Nurcahyo Saputro, dan M Ikhwanudin.
Wakil Ketua FPI,
Sodik, menilai bahwa selama ini hukuman bagi pelanggar Perda anti miras
masih terlalu ringan. “Dari semua perkara pelanggaran Perda miras yang
masuk di pengadilan, rata-rata tidak ada yang dihukum sesuai Perda,”
ungkapnya, dalam audiensi yang digelar di Ruang Sidang Cakra kemarin.
Ketua FPI, Ustadz Abu Ayyash, mengharapkan PN Pekalongan memandang
aspek sosiologis dalam setiap pengambilan keputusan terutama terhadap
para pelanggar Perda miras, maupun tindak pidana ringan lainnya.
“Harus perhatikan aspek psikologis bagi keluarga korban, aspek
sosiologis dari dampak mengonsumsi miras. Jangan abaikan tentang
kerusakan moral yang terjadi akibat dari konsumsi miras,” ujarnya.
Dia membeberkan, bahwa lahirnya Perda anti minuman keras di Kota
Pekalongan mendapat dukungan semua pihak. Tak hanya dari penganut agama
Islam saja, tetapi juga dari penganut agama lain dan seluruh golongan
masyarakat. “Ini sudah disepakati bersama oleh seluruh komponen
masyarakat, dan umat beragama di Kota Pekalongan,” tegasnya.
Ayyash mengharapkan, proses panjang dalam penerbitan Perda tersebut,
ditambah dengan komitmen dari aparat kepolisian maupun Satpol PP dalam
menegakkan aturan itu agar diiringi dengan penegakan hukum di pengadilan
yang benar-benar maksimal.
“Pada prinsipnya kami datang ke sini
dengan itikad baik, kami memberi masukan ke pengadilan agar bersama-sama
berkomitmen agar memberikan putusan dengan maksimal. Dengan komitmen
ini kami berharap pengadilan akan mendapat apresiasi dari masyarakat,”
imbuh dia.
Wakil Ketua PN Pekalongan, Purnawan, menjelaskan bahwa
majelis hakim dalam setiap mengambil putusan selalu didasari dengan
bukti-bukti yang ada, serta dengan berbagai pertimbangan hukum. Baik itu
pertimbangan sosiologis maupun filosofis.
Pihaknya meminta agar
masyarakat, termasuk FPI, untuk ikut serta mengawasi proses perkara dari
mulai di pihak kepolisian sampai jatuhnya putusan hakim di pengadilan.
“Jadi agar imbang, tidak miss informasi. Maka, mari diawasi bersama,
agar tidak sepihak dalam mendapatkan informasi. Misal si X, dari proses
ditangkap, lalu diajukan ke persidangan, diawasi terus. Bagaimana
putusannya, apa saja bukti-buktinya. Kalau bukti-buktinya sahih, insya
Allah putusannya juga maksimal,” jelas dia.
Demikian pula yang
disampaikan Humas PN Pekalongan, Hendy Nurcahyo Saputra. PN Pekalongan
menyatakan senang dengan adanya masukan dari FPI tersebut. “FPI adalah
salah satu elemen masyarakat juga, yang pendapatnya juga merupakan
ukuran bagi kami, apakah kinerja pengadilan sudah sesuai dengan
keinginan masyarakat,” ujarnya.
Adanya masukan dari FPI itu akan
digunakan sebagai pertimbangan, terutama sebagai pertimbangan faktor
psikologis. Hal itu akan menjadi pertimbangan hakim dalam setiap
pengambilan keputusan.
“Tetapi tidak hanya terbatas pada FPI,
kami pun sangat mengharapkan masukan-masukan, terutama kontrol dari
masyarakat. Dari proses penyidikan sampai putusan kita bersama-sama
mengawal, tidak hanya pilih-pilih perkara. Semua idealnya sesuai dengan
hukum yang berlaku,” tandasnya.
Mengenai penilaian bahwa hukuman
bagi pelanggar tindak pidana ringan (tipiring), salah satunya terkait
miras, ia mengungkapkan bahwa itu sudah diatur dalam Perda maupun KUHAP.
Dalam KUHAP, pelaku peredaran miras dijerat dengan hukuman denda maupun
pidana kurungan. “Pilihannya ada dua, pidana denda atau kurungan. Kalau
selama ini yang sudah berjalan di PN Pekalongan, denda yang dijatuhkan
antara Rp50 ribu hingga 500 ribu,” terangnya.
Lebih lanjut, Hendy
berjanji bahwa masukan dari FPI itu akan direspon. “Kita meresponnya
dengan melakukan instrospeksi ke dalam. Kita akan bicara dengan
teman-teman hakim tentang adanya masukan seperti ini. Output kita, kita
ingin semaksimal mungkin dan seobyektif mungkin dalam mengambil putusan
pengadilan,” imbuh dia.