Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Majelis Ulama Nanggroe Aceh (MUNA)
dan Front Pembela Islam (FPI) mengambil alih manajemen pelaksanaan tata
tertib Shalat Jum’at di Mesjid Raya Baiturrahman Kota Banda Aceh.
“Kita ingin mengembalikan pelaksanaan Ibadah di Masjid Raya
Baiturrahman sebagaimana kejayaan Aceh di masa Kerajaan Iskandar Muda,
seusai dengan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah,” ujar Tgk. Bulqaini Tanjongan,
Sekjen HUDA, Jum’at (19/6/12015).
Tgk. Bulqaini mengatakan
masalah ini bukan khilafiah tapi dikhilafiahkan. “Tidak ada kudeta
masjid, yang kami inginkan mulai hari ini sampai kiamat nanti ibadah di
Mesjid Raya Baiturrahman harus sesuai dengan apa yang tertulis dalam
mazhab Syafii yaitu Ahlus Sunnah Wal Jamaah,” ujarnya disambut teriakan
Allahu Akbar … Allahu Akbar dari para jamaah.
Sementara itu Ketua
FPI Banda Aceh, Abu Pusong mengatakan sejak berdirinya Masjid Raya
Baiturrahman ini sudah melaksanakan ibadah yang sesuai Ahlus Sunnah Wal
Jamaah.
“Tiga tahun belakangan ini kita mengetahui adanya
kelompok Wahabi di Mesjid Raya Baiturrahman yang diduga telah
mengobok-obok manajemen Mesjid Raya Baiturrahman, sehingga hari ini kita
ambil alih harus sesuai dengan Ahlus Sunnah Wal Jamaah,” katanya
mendesak Gubernur Aceh menghargai Keputusan DPRA terkait masalah ini.
Pimpinan FPI Aceh, Tgk. Muslem mendesak Gubernur Aceh agar mendukung
hasil musyawarah para ulama HUDA, FPI, MUNA, Isfhafuddin terkait tata
tertib Shalat Jum'at dan Taraweh sesuai dengan Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Keputusan DPRA yang ditandatangani oleh Tgk. Muharuddin 9 Juni 2015 itu
menyebutkan tata tertib Ibadah Shalat Jum’at di Masjid Raya
Baiturrahman yaitu Azan dilakukan sebanyak dua kali, Khatib memegang
tongkat yang diserahkan oleh Bilal, Mimbar harus mengikuti format mimbar
masjid Nabawi, Khatib Jum’at harus diisi oleh Tokoh Ulama Aceh, Selesai
shalat Jum’at dilanjutkan doa untuk tokoh dan pemimpin Aceh.
Kemudian pelaksanaan Shalat Taraweh juga dilakukan 20 rakaat secara
berkesinambungan dan diselingi dengan salawat dan doa serta dilanjutkan
dengan Shalat Witir tiga rakaat sekali salam.
Menanggapi
persoalan ini, Ketua PWNU Aceh Tgk. Faisal Ali saat dihubungi
acehterkini mengatakan apa yang diinginkan oleh para ulama di Aceh itu
mesti diakomodir oleh Pengurus Mesjid Raya.
Inilah Dasar Mesjid Raya Baiturrahman Diambil Ahlus Sunnah Wal Jamaah
Keputusan DPRA itu, kata Lem Faisal adalah menindaklanjuti musyawarah
yang dilakukan. “Ini kelemahan
Pemerintah Aceh, pada Gubernur Aceh,
Zaini Abdullah yang tidak segera menyelesaikan janji-janji kampanye
politiknya saat Pilkada 2012 lalu.
“Selain satu juta per KK,
janji politik itu termasuk cara beribadah di Mesjid Raya Baiturrahman
harus sama seperti cara-cara yang berlaku di daerah-daerah Aceh, para
ulama ini menuntut janji politik Zikir,” ujar Tgk. Faisal Ali sembari
mengatakan keputusan DPRA itu sah-sah saja.
Terkait dengan Wahabi
itu bukan menjadi persoalan. “Selama ini memang Mesjid Raya
Baiturrahman terkesan sangat dengan satu kelompok saja, mungkin saja
adanya kerjasama pendidikan dengan LIPIA di Jakarta yang berafiliasi
dengan Arab Saudi yang terkenal dengan Wahabi. Sekali lagi masalah ini
muncul ketika pengurus Mesjid Raya Baiturrahman tidak mengakomodir
hal-hal yang bisa diakomodir,” demikian Ketua PWNU Aceh, Tgk. Faisal
Ali.
FPI hanyalah salah satu elemen dari sekian banyak ormas dan
tokoh masyarakat yang menginginkan agar masjid raya baiturrahman di asuh
oleh ulama ahlussunah wal jamaah, saat ini banyak berita sesat yang di
hembuskan oleh kelompok Wahabi yang berkolaborasi dengan Liberal
menuding kalau hanya FPI yang melakukan penyerobotan Masjid Raya
Baiturrahman Aceh.