TULUNGAGUNG -- Konsul Jenderal (Konjen) Amerika Serikat di Surabaya, Joaquin Monserrate, sempat menanyakan keberadaan ormas radikal Forum Pembela Islam (FPI) kepada Bupati Tulungagung, Syahri Mulyo, saat bertemu di Pendopo Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Jumat (26/6).

Joaquin yang datang didampingi Wakil Kepala Bagian Politik dan Ekonomi Konsulat Jenderal AS, Jett Thomason, juga menyinggung kasus penembakan dua terduga teroris yang sempat bersembunyi di wilayah Tulungagung.

"Beliau memang sempat menanyakan soal FPI dan kasus penembakan teroris di Tulungagung, tapi saya sampaikan bahwa dua kasus itu tidak merepresentasikan karakter sosial masyarakat Tulungagung," kata Syahri Mulyo saat dikonfirmasi wartawan setelah menerima kunjungan rombongan Konjen AS di Surabaya itu.

Khusus terkait FPI, lanjut Syahri, pemerintah daerah sudah secara tegas menolak mengakui kehadiran organisasi Islam berhaluan radikal tersebut.

Penolakan serupa juga dilakukan masyarakat Tulungagung lain, yang tercermin dari gerakan penolakan ratusan warga melalui aksi damai di depan gedung DPRD Tulungagung, tak jauh dari lokasi kegiatan FPI yang dihadiri imam besarnya, Habib Mohammad Rizieq, akhir Oktober 2014.

"Sampai hari ini tidak ada legalisasi FPI di Tulungagung. Aktivitasnya juga tidak pernah muncul, apalagi sampai mempengaruhi keamanan dan ketentraman masyarakat Tulungagung," tegasnya.

Sementara menyangkut kasus penembakan dua terduga teroris oleh tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror pada 2014, Syahri menjelaskan kepada Joaquin bahwa pelaku bukanlah warga Tulungagung.

"Kebetulan saja Tulungagung menjadi tempat persembunyiannya," ujarnya memastikan bahwa keamanan dan iklim investasi di daerahnya cukup baik.

Dikonfirmasi terpisah, Joaqiun mengakui dalam kesempatan pertamanya berkunjung ke Kabupaten Tulungagung, dirinya lebih termotivasi untuk memahami lebih dulu realitas sosial masyarakat Tulungagung.

Tidak hanya dari sisi budayanya saja, kata dia, tetapi juga mempelajari perkembangan demokrasi, politik, sinergitas antara pemerintah daerah dengan elemen-elemen masyarakat, hingga potensi kerja sama bilateral melalui program pertukaran pelajar.

TANGGAPAN UNTUK BERITA INI DARI SIMPATISAN FPI :

1. Ada apa dengan KONJEN AS, hingga begitu pedulinya dengan keberadaan FPI ? Apakah Ada agenda yang sedang dirancang atau memang sudah dijalankan terkait keberadaan FPI...???

2. FPI kepanjangan dari FRONT PEMBELA ISLAM dan bukan kepanjangan dari FORUM PEMBELA ISLAM. Sungguh kesalahan yang teramat BODOH yang dilakukan media sekelas REPUBLIKA. Pantas semakin hari prestasi Republika semakin merosot.

3. BUPATI TULUNG AGUNG termasuk salah satu orang yang paling MENOLAK KERAS keberadaan FPI di wilayahnya. Usut punya usut ternyata si bupati ini khawatir keberadaan FPI dapat mengganggu lumbung padinya ( Sarang sarang maksiat ). Karena sudah bukan rahasia lagi bahwa sang bupati ini memang mendapatkan banyak manfaat pribadi dari keberadaan sarang sarang kemaksiatan di wilayahnya. Tapi sampai saat ini, keberadaan FPI di tulung agung masih eksis dengan berbagai macam kegiatannya. Mungkin sang bupati yang agak kurang mendapatkan informasi.

4. Penolakan yang berkaitan dengan kedatangan IMAM BESAR FPI di Tulung agung beberapa waktu lalu bukan dilakukan oleh Warga melainkan segerombolan preman yang disiapkan oleh sang bupati dan beberapa pengusaha Sarang maksiat yang khawatir keberadaan usahanya terancam dengan kehadiran FPI disana. Ya, memang setiap preman itu warga tapi tidak setiap warga itu preman, jangan pukul rata bung...!!!

5. Media media semacam inilah yang makin hari semakin merosot prestasinya. Memberitakan suatu berita dengan tidak objektif, tidak akurat dan penuh dengan kesalahan serta tidak memberikan pelajaran bagi masyarakat luas merupakan ciri media murahan yang hanya memenuhi dan membuat sesak dunia maya...!!!