Malang nian nasip Muslim
hidup yang di negara-negara mayoritas Kafir. Aneka penindasan dan
perlakuan tidak mengenakkan harus mereka terima dari tiran mayoritas
Kafir yang berkuasa.
Di Palestina, Muslim jadi bulan-bulanan
kebiadaban Yahudi Israel. Di Barat, muslim harus bersabar karena jadi
bahan olok-olokan dan penistaan oleh Kristen Radikal. Di Kasmir, Muslim
juga ditindas oleh extrimis Hindu. Di Myanmar, nasip Muslim bahkan lebih
mengenaskan. Mereka dibantai dan diusir oleh Teroris Budha. Di Irak dan
Afganistan, negara mereka porak-porandakan dan dirampok oleh Amerika
dan sekutunya. Dan masih banyak yang lainnya.
Ternyata perlakuan
keji tersebut juga menimpa Muslim Cina yang hidup di tengah negara
komunis Cina. Aneka penindasan dan intimidasi dari Pemerintah Komunis
Cina terus mereka terima selama bertahun-tahun. Bahkan kian hari
eskalasinya kian meningkat dan kian keji. Termasuk di bulan Ramadhan
tahun ini.
Pelajar, Mahasiswa dan PNS yang beragama Islam di
kawasan Xinjiang, diperintahkan untuk tidak mengikuti ibadah puasa
selama bulan Ramadhan. Pengumuman itu dipasang di situs-situs
pemerintahan. Pemerintah Komunis Cina berdalih pelarangan itu untuk
melindungi kesehatan murid dan mahasiswa. Sebuah alasan yang
mengada-ada.
Larangan berpuasa pernah juga diterbitkan pada
tahun-tahun sebelumnya. Namun tahun ini isu tersebut menjadi sensitif
karena pengamanan ekstra ketat Beijing terhadap provinsi Xinjiang
menyusul kerusuhan dan serangan terhadap warga sipil. Beijing menuding
kelompok esktremis muslim mendalangi aksi tersebut.
Sementara di
kota Bole, pensiunan guru dari sebuah sekolah menengah dipanggil untuk
berjaga-jaga di sekitar masjid. Tujuannya mencegah murid dan mahasiswa
Muslim memasuki rumah ibadah tersebut.
PAKSA MUSLIM JUAL ALKOHOL
Pemerintah Komunis Cina juga memerintahkan pemilik toko dan restoran
Muslim di desa Aktash, Xinjiang, untuk menjual alkohol dan rokok. Jika
tidak mematuhi maka usaha mereka terancam ditutup dan pemiliknya akan
dituntut.
Di Desa Aktash, selatan Xinjiang, seorang pejabat resmi
Partai Komunis mengatakan bahwa banyak pemilik toko lokal telah
berhenti menjual alkohol dan rokok sejak 2012. Sebab warga lokal juga
telah memutuskan menjauhkan diri dari minuman beralkohol dan rokok.
Pemerintah Komunis Cina menuduh etnis Uighur yang tak merokok sebagai
bentuk ekstremisme agama. Maka mereka lantas mengeluarkan perintah untuk
melawan sentimen beragama yang dikhawatirkan mempengaruhi stabilitas.
Lagi-lagi alasan ini dinilai terlalu mengada-ada dan berlebihan.
Selama ini Cina kerap mengeluarkan aturan keras pada pemeluk Islam
seperti antara lain, pegawai pemerintahan dan anak-anak dilarang
menghadiri masjid atau ikut berpuasa di bulan Ramadhan. Di beberapa
tempat perempuan juga dilarang menggunakan cadar dan laki-laki dilarang
memanjangkan jenggot.
PAKSA RESTORAN BUKA DI BULAN RAMADHAN
Selain memaksa menjual alkohol dan melarang berpuasa, ternyata
Pemerintah Komunis Cina juga memaksa Muslim Cina pemilik restoran untuk
tetap buka seperti biasa selama bulan Ramadhan.
Menurut situs
pemerintah, restoran halal di Jinghe County dekat perbatasan Kazakhstan
diwajibkan oleh pejabat keamanan pangan untuk tetap buka seperti biasa
selama di bulan Ramadhan.
Dalam situs itu disebutkan bahwa restoran halal yang buka di bulan Ramadhan justru akan dihargai oleh pengawas keamanan pangan.
Setiap bulan Ramadhan, pemerintah Cina telah berulang kali melakukan intimidasi dan kezaliman terhadap Muslim Uighur Xinjiang.
Muslim Uighur adalah komunitas minoritas Cina yang berbahasa Turki di
wilayah Xinjiang barat laut. Meski bersifat otonom dengan 8 juta jiwa,
Muslim Uighur kerap menerima tindak kekerasan dari pemerintah.
PECAH KERUSUHAN, 28 ORANG MENINGGAL
Pada Rabu (24/6/2015) Pemerintah Komunis Cina melakukan penyerangan
terhadap Muslim Uighur. Polisi berdalih serangan itu dilakukan untuk
membalas dendam atas klaim serangan bom yang terjadi di pos pemeriksaan
pemeriksaan. Dalam serangan tersebut sedikitnya 28 orang tewas.
Muslim Uighur memprotes atas larangan untuk berpuasa Ramadhan. Seperti
diketahui pemerintah Cina melarang anggota partai, PNS, siswa, dan guru
untuk berpuasa. Larangan tersebut diberlakukan sejak tahun lalu. Protes
atas larangan tersebut kemudian memicu terjadinya insiden yang kemudian
membuat banyak korban berjatuhan.
Cina yang mayoritas adalah
ateis berupaya untuk mengendalikan berbagai agama. “Kita harus mengelola
urusan agama sesuai dengan keinginan kami. Agama harus tunduk pada
kepentingan kami,” kata Presiden Xi Jinping, lansir TheGuardian.