Dalam Pembukaan Munas III Front Pembela
Islam (FPI) di Wisma Haji Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (22/8) malam Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Cholil Ridwan membantah
tudingan LSM liberal Setara Instititut yang diketuai oleh Hendardi dengan
mengatakan, bahwa MUI telah
disusupi tokoh Islam garis keras.

Tokoh yang dimaksud itu adalah KH.
Cholil Ridwan. “Setara Institute adalah musuh umat
Islam, kalau terjadi revolusi mereka
harus dihancurkan,” kata KH. Cholil
yang disambut pekikan Allahu Akbar peserta Munas FPI yang hadir dari
berbagai daerah, wilayah dan cabang di seluruh Indonesia.

KH. Cholil menegaskan bahwa dirinya adalah orang yang diutus oleh Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia (DDII) dengan
menggunakan surat resmi agar ia
didudukkan di MUI Pusat. “Jadi tidak ada yang menyusup.

Ketahuilah, MUI
adalah tenda besar yang memayungi
semua ormas Islam, kecuali yang
sesat, seperti Ahmadiyah, Syiah, LDII/Islam Jamaah.” Ketika bicara tegas seperti itu, tampak Hasan Dalil dan rekannya dari Ahlul Bait Indonesia (ABI) – ormas Syiah, yang hadir saat Pembukaan Munas FPI dan duduk di bangku paling depan, tampak terkejut dan cukup membuat telinganya panas.
Syiah pun
disebut-sebut Ketua MUI sebagai
aliran sesat. Di depan Menteri Agara RI (Menag RI) Suryadarma Ali, Ketua Umum FPI
Habib Rizieq Shihab dan peserta
Munas III FPI, KH. Cholil juga
mengaku kecewa dengan Menag
yang mengangkat orang LDII untuk menjadi Amirul Haj tahun 2002 lalu.

KH. Cholil juga mengaku prihatin dan
mempertanyakan pihak Kemenag
yang mengundang LDII dalam sidang
Itsbat setiap kali memasuki awal dan
akhir Ramadhan.

“Dalam Rapat Pimpinan Umum MUI, Ketua Umum MUI KH. Sahal Mahfudz bahkan menegaskan, bahwa LDII tidak diundang dalam setiap agenda
MUI, karena dianggap belum selesai untuk menentukan paradigma baru. Termasuk Ketua MUI KH. Ma’ruf Amin
yang hingga saat ini belum
mengeluarkan surat rekomendasi
terkait paradigma baru LDII.

Tokoh Islam seperti KH. Didin Hafidhuddin di
hadapan 40 tokoh ulama dan ormas Islam, belum lama ini juga menuntut
agar MUI menarik kembali surat
edaran LDII soal paradigma baru.
Terlebih, ketika kampus Universitas
Ibnu Chaldun di Bogor, kampus yang dipimpinnya itu sempat diserbu oleh sejumlah aktivis LDII,” jelas KH. Cholil.

Sebagai tenda besar, MUI memiliki
Forum Ukhuwah Islamiyah,
didalamnya terdapat sejumlah ormas Islam, termasuk didalamnya FPI, HTI, dan sebagainya, kecuali yang sesat
itu (Ahmadiyah, LDII, Syiah). “Di ruangan ini saya merasakan getaran
jihad. Ketahuilah, Islam dan syariat
Islam tidak bisa ditegakan, kecuali
dengan jihad fisabilillah,” kata kiai.

Lebih lanjut KH. Ahmad Cholil Ridwan
mengatakan, ketika hijrah ke
Madinah, hanya dengan 10 tahun
Rasulullah Saw berhasil membentuk
negara Madinah al Munawaroh.
Ketika itu, kekuasaan politik, hukum dan ekonomi ada di tangan Rasulullah Saw.

Ini menunjukkan,
Muhammad saw bukan hanya
sebagai Nabi, tapi juga panglima
perang, kepala pemerintahan, hakim agung, dan jaksa agung. Untuk mewujudkan terbentuknya negara seperti Madinah al Munawaroh, maka
yang pertama kali harus direbut
adalah kekuasaan politik, hukum dan
ekonomi. “Puluhan tahun kita ngaji fiqih, tauhid, tapi tidak terjadi perubahan.

Itulah sebabnya, umat Islam harus
melek politik, umat Islam wajib ngaji
politik,” ungkap KH. Cholil di depan
laskar FPI.