Informasi tentang rencana akan masuknya Front Pembela Islam (FPI) ke Bengkulu, mendapat respon positif dari masyarakat Bengkulu. Menurut beberapa masyarakat bahwa degradasi moral yang ada di Bengkulu saat ini sudah meresahkan masyarakat. Bahkan pihak pemerintah pun kewalahan untuk menegakkan ketertiban masayarakat dalam hal meminimalisir degradasi moral yang ada di Bengkulu.

Seperti yang disampaikan oleh Diana Puspita (33), warga RT 03/02 Kelurahan Kandang Limun. Menurutnya dengan ketegasan yang ada pada FPI diharapkan bisa membantu pemerintah dalam melakukan kontrol terhadap prilaku masyarakat yang mulai melupakan norma adat dan agama. “FPI itu bukan keras sebenarnya, hanya saja sedikit tegas. Banyak masyarakat yang mengatakan keras karena mungkin mereka terganggu dengan ketegasan FPI, padahal tanpa mereka sadari bahwa ketegasan itulah saat ini yang dibutuhkan agar kita tetap pada control yang benar,” jelasnya.

Dijelaskan Diana, sejauh ini kontrol sosial khususnya terkait syariat islam mulai terlupakan oleh banyak kalangan masyarakat. Bahkan di Bengkulu belakangan ini banyak aktivitas masyarakat yang secara terang-terangan melakukan kagiatan yang dilarang oleh agama.

“Bahkan pihak pemerintah terkesan menutup mata bahkan ada yang terlibat dalam aktivitas tersebut seperti judi, razia pekat dan miras yang tebang pilih dan lainnya. Kalau FPI dikenal memang tidak tebang pilih, makanya banyak juga kalangan yang tidak suka dengan FPI. Tapi kalau saya setuju jika FPI dibentuk di Bengkulu,” tandasnya.

Senada juga dijelaskan oleh Syahrul Syafe’i (45) warga RT 03 Kelurahan Kampung Bali bahwa dengan kehadiran FPI di Bengkulu diharapkan mampu mencegah semakin luasnya kegiatan masyarakat yang mulai meninggalkan syariat agama. “Kita ini memang negara plural
yang tidak hanya masyarakat Islam saja yang menjadi warga Negara Indonesia. Namun Islam adalah agama mayoritas, jikalau yang mayoritasnya saja sudah lupa akan ajaran agamanya, mau jadi apa Negara kita?,” tegasnya.

Dijelaskan Syahrul, FPI memang dikenal keras dan terkesan arogan dengan tindakannya. Namun masyarakat banyak yang tidak menyadari bahwa arogansi yang ditunjukkan tersebut sebenarnya untuk kebaikan dan kemaslahatan umat. “Sedangkan dengan cara keras saja masyarakat masih banyak yang membandel, apalagi dilakukan dengan cara lunak. Kita saat ini seolah kembali ke zaman jahiliyah versi modern,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Yayasan Al-Fida, Ustadz H Dani Hamdani menanggapi bahwa tidak ada yang salah dengan berdirinya FPI di Bengkulu. Karena pada dasarnya sebuah organisasi yang tujuannya dalam rangka pembinaan umat, kemasyarakatan dan kenyamanan baiknya harus diterima kehadirannya. “Namun jikalau dengan berdirinya sebuah organisasi karena ada kepentingan lain, maka hal itu perlu ada kerja sama dengan pihak lain juga,” jelas mantan calon wakil walikota ini.

Dani menjelaskan bahwa baiknya nanti dalam proses menjalankan kinerjanya jikalau memang FPI berdiri di Bengkulu maka harus ada koordinasi dengan aparat setempat seperti pemerintah, kepolisian, TNI, dan unsur masyarakat lainnya. “Tidak semua yang dilakukan oleh FPI itu anarkis dan vandalis, mungkin hanya pada kasus-kasus tertentu saja. Namun kalau kordinasi berjalan dengan baik, maka anarkisme dengan sikap tindakan vandalisme tidak akan muncul,” ujarnya.