Majelis Ulama Indonesia (MUI) Wilayah Jawa Timur menghimbau perusahaan
untuk tidak memaksakan karyawannya memakai baju Santa (Sinterklas)
kepada karyawannya yang Muslim.Himbauan ini disampaikan kepada MUI Jatim
guna menghargai perbedaan agama dan keyakinanan masing-masing.
“Himbauan ini disampaikan agar perusahaan bisa menghargai perbedaan
keyakinan karyawannya dan tidak perlu memaksakan, “ demikian ujar
Mohammad Yunus, Sekretaris MUI Jawa Timur dalam sebuah pernyataan yang
disampaikan kepada hidayatullah.com, Selasa (17/12/2013).
Menurut Yunus, silahkan ada perayaan agama lain, namun tetap tidak
perlu penyeragaman, apalagi harus mewajibkan para karyawan menggunakan
simbol-simbol agama dan keyakinan.
“Lakum dinukum wa liyadin (Bagimu agamamu, bagiku agamaku), ” ujar Yunus mengutip Surat al Kafiruun.
Menurut Yunus, himbauan ini juga mestinya berlaku pada perayaan
Hari-hari besar Islam. Agar tidak seharusnya karyawan non-Muslim
diwajibkan menggunakan pakaian Muslim semisal jilbab untuk wanita.
Salah Kaprah
Senada dengan MUI Jatim, Front Pembela Islam (FPI) DPD Aceh meminta
mendesak pemerintah dan seluruh perusahaan dan instansi untuk tidak
memaksakan kehendak kepada para karyawan atau pegawai yang beragama
Islam untuk menggunakan simbol-simbol ibadah Natal seperti topi
Sinterklas ataupun simbol-simbol ibadah Natal lainnya.
Himbauan ini disampaikan FPI DPD Aceh berdasarkan Surat Edaran Majlis
Permusyarawatan Ulama (MPU) Banda Aceh No: MPU/169/SE/2013 tentang
pelarangan Perayaan Natal Bersama dan Tahun Baru Masehi.
“Karena budaya latah di Aceh akhir-akhir ini sudah sering terlihat di
Provinsi mayoritas muslim. Padahal jika kita berkaca ke negara-negara
Kristen di Eropa tidak ada ketika Idul Fitri atau Idul Adha karyawan
toko atau mall menggunakan sorban ala ustadz-ustadz. Di Indonesia saja
yang aneh, yang tidak ada jati diri dengan mudah tanpa filter latah
menalan mentah-mentah ritual budaya agama impor,” demikian disampaikan
Tgk Mustafa Husen, Jubir DPD FPI Aceh kepada hidayatullah.com.
Menurut Husen, campur-aduk dalam peringatan seperti itu adalah sebuah toleransi yang salah kaprah.
FPI juga berharap kepada Pemerintah Kabupaten/Kota di Aceh untuk
menutup sementara tempat-tempat yang berpotensi perayaan Natal bersama
dan Tahun Baru Masehi mengingat acara ini tidak sesuai dengan agama dan
adat istiadat Aceh.
FPI Aceh juga memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kota Banda Aceh
yang sudah mengeluarkan maklumat dan MPU Kota Banda Aceh yang sudah
mengirim surat edaran ke seluruh ormas dan instansi tentang larangan
perayaan Natal bersama dan tahun baru Masehi.