Front Pembela Islam (FPI) sebenarnya sudah lama jadi incaran aliansi
musuh Allah SWT yakni kelompok gabungan antara kelompok liberal,
kelompok maksiat (prostitusi, perjudian, dan pornografi), kelompok
kuffar, dan aparat serta pejabat yang selama ini mendulang uang haram
dari perputaran bisnis haram tersebut.
Abdurrahman Wahid saja,
gembong kaum liberal dan sekutu Zionis, dengan sangat pede menyatakan
jika dirinya sudah 15 tahun berjuang hendak membubarkan FPI. Itu berarti
sejak tahun 1993. Padahal FPI baru berdiri tahun 1998. Walau demikian
kita hendaknya maklum dengan pernyataannya yang ngawur ini karena memang
orang yang sudah kena serangan stroke dua kali biasanya banyak syaraf
yang sudah tidak terkoneksi dengan baik. Istilah komputernya sering
hang, sehingga harus di-restart atau kalau tidak bisa juga ya di-off-kan
saja.
Sejak berdiri pada tahun 1998, FPI memang getol memerangi
tempat-tempat maksiat. “Sudah banyak tokoh dan elemen Islam yang
menyampaikan amar ma’ruf, maka kami memang mengkhususkan diri pada Nahyi
Munkar. Tapi tentu dengan prosedur yang benar secara hukum formal, ”
demikian ujar Habib Rizieq.
Keberanian FPI ini dalam menggempur
lokasi-lokasi kemaksiatan memang tidak main-main. Rumah-rumah pelacuran,
rumah judi, termasuk kantor tempat raja media porno dunia “Playboy”di
Jakarta, semua diganyang oleh laskar Islam yang satu ini. Bagi media
massa, baik cetak, radio, maupun teve, tindakan FPI tersebut memang
merupakan berita yang layak dijadikan tajuk utama. Sayangnya,
media-media yang juga banyak disusupi kelompok liberal dan kelompok
penyuka kemaksiatan ini yang diekspos adalah kekerasan FPI semata.
Padahal,
kekerasan atau penyerbuan yang dilakukan FPI merupakan jalan terakhir
yang terpaksa diambil FPI setelah melewati berlapis-lapis prosedur, di
antaranya mendesak kepolisian untuk berbuat.
“Media massa hanya
mengekspos hal itu, tapi tidak memuat apa yang kami lakukan sebelum itu,
” ujar Habib Rizieq dalam sebuah pertemuan beberapa waktu lalu.
Penyerbuan
atau pengrusakkan merupakan langkah terakhir yang diambil FPI setelah
melewati tahap-tahap sebelumnya. Habib Rizieq memaparkan, “Jika ada
informasi yang menyebutkan di suatu tempat ada lokasi yang tidak beres,
maka kami biasanya mengirim intelijen kami yang terdiri dari beberapa
orang untuk menggali informasi yang valid. Jika benar itu tempat yang
tidak beres, maka ada dua pengelompokkan yang FPI lihat. Jika tempat
maksiat itu didukung warga sekitar dalam arti banyak warga sekitar yang
mencari nafkah di sana dan menggantungkan hidupnya di sana, maka kami
kirim ustadz untuk memberi pencerahan. Ini sisi amar ma’ruf FPI. Kami
mendirikan pengajian dan sebagainya.”
“Namun jika tempat maksiat
itu ternyata meresahkan warga sekitar, dan banyak yang dilindungi oleh
preman terorganisir atau malah ada oknum aparat yang ikut melindungi,
maka kami biasanya melayangkan surat pemberitahuan kepada pihak
kepolisian agar polisi bisa bersifat pro-aktif. Jika sampai waktu yang
kami minta belum ada tindakan apa pun juga dari kepolisian, kami
melayangkan surat kembali mendesak agar aparat segera turun tangan. Ini
kami lakukan sampai tiga kali. Namun jika aparat ternyata diam terus,
tidak menunjukkan itikad baik untuk menyikat kemaksiatan, maka FPI pun
segera mengirim surat pemberitahuan bahwa FPI akan mengirim laskarnya ke
tempat tersebut untuk membantu tugas kepolisian. Ini semata-mata kami
lakukan karena polisi tidak bertindak, ” lanjut Habib.
“Kami
membantu tugas kepolisian. Ini patut diberi tekanan. Karena polisi
terlalu sibuk sehingga tempat maksiat tersebut tetap berjalan dengan
aman dalam meracuni masyarakat, maka laskar kami yang turun. Selain
memberi surat kepada polisi, kami pun melayangkan surat pemberitahuan
berlapis-lapis kepada pengeloal tempat kemaksiatan itu, dan biasanya
mereka membandel karena menganggap polisi saja tidak berani
membereskannya, apalagi FPI. Tapi sekali lagi saya tekankan. FPI
berjuang untuk menegakkan agama Allah, jadi kami tidak kenal takut
terhadap segala kemaksiatan. Mereka yang berada di jalan setan saja
berani, masak kami yang berjaung di jalan Allah harus takut?” tegas
Habib.
“Sisi inilah yang jarang diekspos media massa sehingga
masyarakat banyak tahunya kami ini organisasi anarkis. Padahal kami
telah melakukan berlapis-lapis peringatan, bahkan berkoordinasi dengan
kepolisian dan sebagainya, ” tambah Habib.
Sebenarnya,
media-media massa di negeri ini banyak yang mengetahui hal tersebut.
Namun disebabkan mereka memang banyak yang berkepentingan agar FPI
bubar, maka yang diberitakan adalah sisi kekerasan dari FPI. Padahal,
FPI hanya membantu tugas kepolisian yang terlalu sibuk dengan
tugas-tugas rutin seperti “razia” di jalan-jalan dan sebagainya.