"Judul
buku ini memang bombastis. Penulisnya pun, Muhammad Pizaaro, dibantu
koreksi oleh Muhammad Jibril dkk, adalah para pemuda produktif yg sangat
kritis. Mengait-ngaitkan Syiah, Wahabi, Jama'ah Tabligh, Hizbut Tahrir,
Ikhwanul Muslimin, bahkan Al-Qo'idah, dengan Gerakan Zionis mau pun
Salibis Internasional, merupakan "issue" yang menggemparkan Dunia Islam,
dan menjadi polemik dimana-mana. Kini persoalaannya, mana issue yg
benar dan mana issue yg tidak benar ?! Nah, buku ini membahas salah satu
issue tersebut, dg pemaparan fakta dan data yang patut disimak oleh
semua kalangan, khususnya para pencari kebenaran, untuk dianalisa dan
didiskusikan serta diambil hikmahnya. Bagi saya, terlepas dari benar
tidaknya "issue-issue" tersebut, yg jelas Ahlus Sunnah wal Jama'ah wajib
merapatkan barisan dan mesti menyatukan kekuatan, serta harus selalu
waspada dari segala bentuk infiltrasi mau pun konspirasi Zionis dan
Salibis, yg sering menggunakan tangan orang Islam sendiri atau yg
mengaku Islam, dlm upaya penghancuran Islam."
Dalam
acara bedah buku tersebut hadir Ketua DPP FPI, H.Munarman SH, yang
memaparkan beberapa Strategi Penyebaran Syiah di Indonesia, antara lain :
Pertama, mempropagandakan Syiah sebagai satu-satunya Madzhab Ahlul Bait yaitu madzhabnya Keluarga Rasulullah SAW sepanjang masa. Kedua,
mengeksploitasi penderitaan Ahlul Bait Keluarga Nabi SAW untuk menarik
simpatik terhadap madzhab Syiah, khususnya peristiwa Karbala. Ketiga,
mempropagandakan bahwa Negara Iran dan Hizbullah Libanon yang nota bene
adalah Syiah sebagai negara dan organisasi terdepan dalam melawan
Salibis Amerika dan Zionis Israel. Keempat, mengedepankan penggunaan akal, logika dan nalar dalam beragama hingga berpolitik. Kelima,
menggiatkan "Studi Kritis" terhadap hadits-hadits Ahlus Sunnah,
khususnya Bukhari dan Muslim, bahkan hingga riwayat sejumlah shahabat,
teristimewanya Abu Hurairah RA.
Lebih
jauh H. Munarman SH mengingatkan bahwa dengan strategi tersebut Syiah
berhasil dengan pesat berkembang di Indonesia, khususnya di kalangan
pelajar dan mahasiswa yang memang tertarik dengan sikap kritis dan
konsep logika dalam beragama mau pun berpolitik yang ditawarkan Syiah.
Bahayanya,
kelompok Rafidhoh dari kalangan Syiah ikut membonceng, sehingga
mulailah bermunculan penghinaan terhadap para Shahabat Nabi SAW yang
mulia, seperti Sayyidina Abu Bakar RA dan Sayyidina Umar RA. Apalagi
Mu'awiyah RA mereka kafirkan. Akhirnya, melahirkan konflik di tengah
umat Islam Indonesia yang nota bene mayoritasnya bermadzhab Ahlus Sunnah
yang sangat menyintai keluarga Nabi SAW dan segenap para Shahabatnya.
Bahkan tidak ketinggalan kelompok Ghulat ikut ambil bagian, sehingga
mulailah terdengar pendapat-pendapat aneh dan sesat yang menyatakan
Al-Qur'an kurang, lalu Malaikat Jibril salah menyampaikan Risalah kepada
Muhammad yang mestinya kepada Ali. Bahkan gilanya, ada yang menuhankan
Ali. Na'udzubillaah min dzaalik.
Apa
yang dinyatakan H.Munarman SH sudah sejalan dengan sikap FPI terhadap
Syiah selama ini, yaitu bahwa Syiah dengan berbagai macam sektenya
dibagi menjadi tiga kelompok : Ghulat, Rafidhoh dan Mu'tadilah.
Bagi FPI bahwa Ghulat telah nyata kafirnya, dan Rafidhoh telah nyata
sesatnya, sehingga wajib diperangi. Sedang Mu'tadilah adalah kelompok
Syiah yang tidak Ghulat dan bukan Rafidhoh, kelompok ini secara umum
termasuk kaum muslimin yang tidak boleh dikafirkan selama mereka tidak
menunjukkan pandangan atau pun sikap yang menyebabkab kekafiran. FPI
selalu menyerukan dialog dalam suasana ukhuwwah terhadap kelompok Syiah
Mu'tadilah.
Sikap
FPI tersebut bukan suatu hal yang baru, dan FPI bukan perintis mau pun
pelopor dalam membangun dialog antara Sunni dan Syiah. Bahkan para Ulama
Ahlus Sunnah sejak lama sudah mendahului madzhab mana pun dalam
mempelopori Dialog Sunni - Syiah. Sebut saja Masyaikh Al-Azhar, Cairo -
Mesir, seperti Syeikh Abdul Majid Salim, Syeikh Mahmud Syaltut, Syeikh
Muhammad Al-Madani, Syeikh Abdul Aziz Isa, Syeikh Hasanain Muhammad
Makhluf, Syeikh Muhammad Abu Zahrah, Syeikh Muhammad Arafah, Syeikh
Jaadul Haq, Syeikh Athiyyah Shoqor, Syeikh Abdul Mun'im An-Namr, dan
lainnya, rohimahumullaah.
Selain
mereka, generasi abad ini yang semangat mendorong Dialog Sunni - Syiah
adalah Syeikh Muhammad Ramadhan Al-Buthi, Syeikh Wahbah Az-Zuhaili dan
Syeikh Yusuf Al-Qardhawi. Mereka semua adalah para pendukung Dialog
Sunni - Syiah.
Dari
kalangan Habaib di abad ini yang terkenal berwawasan luas dan
berakhlaqul karimah, serta mengedepankan Dialog Antar Madzhab, serta
menjauhkan diri dari sikap Takfir sesama muslim, antara lain : Al-Habib
Salim Asy-Syathri (Tarim), Al-Habib Zein bin Smith (Madinah), Al-Habib
Abu Bakar Al-Masyhur Al-'Adani (Aden), Al-Habib Abdullah Ba Harun
(Mukalla), Al-Habib Umar Al-Jailani (Mekkah), Al-Habib Ahmad Al-Maliki
(Mekkah), dan lainnya.
Sikap
tidak mudah mengkafirkan sesama muslim tidak hanya dimonopoli para
Habaib Hadhromaut atau para Ulama Al-Azhar, bahkan kalangan Ulama Wahabi
pun ada yang sejalan. Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin
Rahimahullah pernah ditanya tentang status Rafidhoh, apakah dikafirkan?
Bagaimana seorang muslim berinteraksi dengan mereka, karena seringnya
mereka tidak menampakkan kedengkian dan kebencian terhadap Ahlus Sunnah.
Menjawab hal ini, beliau menyampaikan bahwa :
"Tidak
mungkin memberikan jawaban secara gebyah uyah (disamaratakan), bahwa
semua pengikut Rafidhoh (Syi’ah) adalah kafir dan setiap Rafidhoh fasik.
Kedudukan mereka sebagaimana kelompok-kelompok ahli bid’ah lainnya.
Apabila menampakkan sesuatu yang menjadikan kufur, maka mereka menjadi
kafir. Jika mereka menampakkan sesuatu yang menjadikan fasik, maka
mereka dihukumi fasik. Harus ada perinciannya dan melihat tingkat
kebid’ahannya. Kewajiban kita adalah mengajak mereka kepada kebenaran.
Kita jelaskan kebenaran kepada mereka. Jika kita tahu ia dari kelompok
mana, maka kita jelaskan keburukan kelompoknya tersebut. Janganlah putus
asa mendakwahi mereka, karena hati-hati manusia itu ada di antara dua
jari-jemari Ar-Rahman‘Azza Wajalla. Boleh jadi Allah memberi petunjuk
kepada mereka melalui tangan-tangan kita sehingga kita mendapat pahala
yang besar. Dan seseorang yang mendapat petunjuk setelah sebelumnya ia
tidak mendapat petunjuk terkadang manfaatnya untuk masyarakat itu lebih
banyak dan lebih besar daripada orang yang mendapat petunjuk sejak awal.
Karena ia mengetahui kebatilan dan meninggalkannya, menjelaskannya
kepada manusia sehingga penjelasannya kepada manusia benar-benar di atas
ilmu. Wallahu Ta’ala A’lam."
Berkaitan
dengan penyebaran Syiah di Indonesia, Ketua Umum FPI, Al-Habib Muhammad
Rizieq Syihab, mengingatkan bahwa salah satu poin dari hasil Mu'tamar
Antar Madzhab Islam di Dauhah - Qathar pada tanggal 1 - 3 Muharram 1428 H
/ 20 - 22 Januari 2007 menyepakati bahwa tidak boleh ada "Misionaris Madzhab"
terhadap negeri dengan madzhab berbeda. Artinya, di Negeri Syiah jangan
ada Misionaris Sunni yang menyebar-luaskan madzhab Sunni di Negeri
Syiah. Begitu juga sebaliknya, di Negeri Sunni tidak boleh ada
Misionaris Syiah yang menyebar-luaskan madzhab Syiah di Negeri Sunni.
Itu merupakan "syarat mutlak" untuk membangun Dialog Sunni - Syiah.
Karenanya, sekali pun Habib Rizieq termasuk yang selalu menyerukan
Dialog Sunni - Syiah dan selalu kampanye Ukhuwwah Islamiyyah, serta
sosok figur yang menolak Takfir antar sesama Madzhab Islam, namun dalam
soal penyebaran Syiah di Indonesia, dengan tegas beliau menyatakan :
"Jika ingin membangun Dialog Sunni -Syiah yang sehat di Indonesia, maka
tidak boleh ada Misionaris Syiah di Indonesia, karena Indonesia adalah
Negeri Sunni. Stop Pensyiahan Warga Sunni !!!"
Sumber : www.fpi.or.id