Pada hari Sabtu, 13 Juli 2013, di Islamic Centrer Pondok Gede - Bekasi - Jawa Barat digelar acara bedah buku “Syiah dan Zionis Bersatu Hantam Islam” karya Muhammad Pizaaro. Buku tersebut diberi "endos cover" oleh Ketua Umum FPI, Habib. Muhammad Rizieq Syihab, yang dalam endosnya menyatakan:
 
"Judul buku ini memang bombastis. Penulisnya pun, Muhammad Pizaaro, dibantu koreksi oleh Muhammad Jibril dkk, adalah para pemuda produktif yg sangat kritis. Mengait-ngaitkan Syiah, Wahabi, Jama'ah Tabligh, Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, bahkan Al-Qo'idah, dengan Gerakan Zionis mau pun Salibis Internasional, merupakan "issue" yang menggemparkan Dunia Islam, dan menjadi polemik dimana-mana. Kini persoalaannya, mana issue yg benar dan mana issue yg tidak benar ?! Nah, buku ini membahas salah satu issue tersebut, dg pemaparan fakta dan data yang patut disimak oleh semua kalangan, khususnya para pencari kebenaran, untuk dianalisa dan didiskusikan serta diambil hikmahnya. Bagi saya, terlepas dari benar tidaknya "issue-issue" tersebut, yg jelas Ahlus Sunnah wal Jama'ah wajib merapatkan barisan dan mesti menyatukan kekuatan, serta harus selalu waspada dari segala bentuk infiltrasi mau pun konspirasi Zionis dan Salibis, yg sering menggunakan tangan orang Islam sendiri atau yg mengaku Islam, dlm upaya penghancuran Islam."
 
Dalam acara bedah buku tersebut hadir Ketua DPP FPI, H.Munarman SH, yang memaparkan beberapa Strategi Penyebaran Syiah di Indonesia, antara lain : Pertama, mempropagandakan Syiah sebagai satu-satunya Madzhab Ahlul Bait yaitu madzhabnya Keluarga Rasulullah SAW sepanjang masa. Kedua, mengeksploitasi penderitaan Ahlul Bait Keluarga Nabi SAW untuk menarik simpatik terhadap madzhab Syiah, khususnya peristiwa Karbala. Ketiga, mempropagandakan bahwa Negara Iran dan Hizbullah Libanon yang nota bene adalah Syiah sebagai negara dan organisasi terdepan dalam melawan Salibis Amerika dan Zionis Israel. Keempat, mengedepankan penggunaan akal, logika dan nalar dalam beragama hingga berpolitik. Kelima, menggiatkan "Studi Kritis" terhadap hadits-hadits Ahlus Sunnah, khususnya Bukhari dan Muslim, bahkan hingga riwayat sejumlah shahabat, teristimewanya Abu Hurairah RA.
 
Lebih jauh H. Munarman SH mengingatkan bahwa dengan strategi tersebut Syiah berhasil dengan pesat berkembang di Indonesia, khususnya di kalangan pelajar dan mahasiswa yang memang tertarik dengan sikap kritis dan konsep logika dalam beragama mau pun berpolitik yang ditawarkan Syiah.
 
Bahayanya, kelompok Rafidhoh dari kalangan Syiah ikut membonceng, sehingga mulailah bermunculan penghinaan terhadap para Shahabat Nabi SAW yang mulia, seperti Sayyidina Abu Bakar RA dan Sayyidina Umar RA. Apalagi Mu'awiyah RA mereka kafirkan. Akhirnya, melahirkan konflik di tengah umat Islam Indonesia yang nota bene mayoritasnya bermadzhab Ahlus Sunnah yang sangat menyintai keluarga Nabi SAW dan segenap para Shahabatnya. Bahkan tidak ketinggalan kelompok Ghulat ikut ambil bagian, sehingga mulailah terdengar pendapat-pendapat aneh dan sesat yang menyatakan Al-Qur'an kurang, lalu Malaikat Jibril salah menyampaikan Risalah kepada Muhammad yang mestinya kepada Ali. Bahkan gilanya, ada yang menuhankan Ali. Na'udzubillaah min dzaalik.
 
Apa yang dinyatakan H.Munarman SH sudah sejalan dengan sikap FPI terhadap Syiah selama ini, yaitu bahwa Syiah dengan berbagai macam sektenya dibagi menjadi tiga kelompok : Ghulat, Rafidhoh dan Mu'tadilah. Bagi FPI bahwa Ghulat telah nyata kafirnya, dan Rafidhoh telah nyata sesatnya, sehingga wajib diperangi. Sedang Mu'tadilah adalah kelompok Syiah yang tidak Ghulat dan bukan Rafidhoh, kelompok ini secara umum termasuk kaum muslimin yang tidak boleh dikafirkan selama mereka tidak menunjukkan pandangan atau pun sikap yang menyebabkab kekafiran. FPI selalu menyerukan dialog dalam suasana ukhuwwah terhadap kelompok Syiah Mu'tadilah.
 
Sikap FPI tersebut bukan suatu hal yang baru, dan FPI bukan perintis mau pun pelopor dalam membangun dialog antara Sunni dan Syiah. Bahkan para Ulama Ahlus Sunnah sejak lama sudah mendahului madzhab mana pun dalam mempelopori Dialog Sunni - Syiah. Sebut saja Masyaikh Al-Azhar, Cairo - Mesir, seperti Syeikh Abdul Majid Salim, Syeikh Mahmud Syaltut, Syeikh Muhammad Al-Madani, Syeikh Abdul Aziz Isa, Syeikh Hasanain Muhammad Makhluf, Syeikh Muhammad Abu Zahrah, Syeikh Muhammad Arafah, Syeikh Jaadul Haq, Syeikh Athiyyah Shoqor, Syeikh Abdul Mun'im An-Namr, dan lainnya, rohimahumullaah.
 
Selain mereka, generasi abad ini yang semangat mendorong Dialog Sunni - Syiah adalah Syeikh Muhammad Ramadhan Al-Buthi, Syeikh Wahbah Az-Zuhaili dan Syeikh Yusuf Al-Qardhawi. Mereka semua adalah para pendukung Dialog Sunni - Syiah.
 
Dari kalangan Habaib di abad ini yang terkenal berwawasan luas dan berakhlaqul karimah, serta mengedepankan Dialog Antar Madzhab, serta menjauhkan diri dari sikap Takfir sesama muslim, antara lain : Al-Habib Salim Asy-Syathri (Tarim), Al-Habib Zein bin Smith (Madinah), Al-Habib Abu Bakar Al-Masyhur Al-'Adani (Aden), Al-Habib Abdullah Ba Harun (Mukalla), Al-Habib Umar Al-Jailani (Mekkah), Al-Habib Ahmad Al-Maliki (Mekkah), dan lainnya.
 
Sikap tidak mudah mengkafirkan sesama muslim tidak hanya dimonopoli para Habaib Hadhromaut atau para Ulama Al-Azhar, bahkan kalangan Ulama Wahabi pun ada yang sejalan. Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah pernah ditanya tentang status Rafidhoh, apakah dikafirkan? Bagaimana seorang muslim berinteraksi dengan mereka, karena seringnya mereka tidak menampakkan kedengkian dan kebencian terhadap Ahlus Sunnah. Menjawab hal ini, beliau menyampaikan bahwa :
 
"Tidak mungkin memberikan jawaban secara gebyah uyah (disamaratakan), bahwa semua pengikut Rafidhoh (Syi’ah) adalah kafir dan setiap Rafidhoh fasik. Kedudukan mereka sebagaimana kelompok-kelompok ahli bid’ah lainnya. Apabila menampakkan sesuatu yang menjadikan kufur, maka mereka menjadi kafir. Jika mereka menampakkan sesuatu yang menjadikan fasik, maka mereka dihukumi fasik. Harus ada perinciannya dan melihat tingkat kebid’ahannya. Kewajiban kita adalah mengajak mereka kepada kebenaran. Kita jelaskan kebenaran kepada mereka. Jika kita tahu ia dari kelompok mana, maka kita jelaskan keburukan kelompoknya tersebut. Janganlah putus asa mendakwahi mereka, karena hati-hati manusia itu ada di antara dua jari-jemari Ar-Rahman‘Azza Wajalla. Boleh jadi Allah memberi petunjuk kepada mereka melalui tangan-tangan kita sehingga kita mendapat pahala yang besar. Dan seseorang yang mendapat petunjuk setelah sebelumnya ia tidak mendapat petunjuk terkadang manfaatnya untuk masyarakat itu lebih banyak dan lebih besar daripada orang yang mendapat petunjuk sejak awal. Karena ia mengetahui kebatilan dan meninggalkannya, menjelaskannya kepada manusia sehingga penjelasannya kepada manusia benar-benar di atas ilmu. Wallahu Ta’ala A’lam."
 
Berkaitan dengan penyebaran Syiah di Indonesia, Ketua Umum FPI, Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab, mengingatkan bahwa salah satu poin dari hasil Mu'tamar Antar Madzhab Islam di Dauhah - Qathar pada tanggal 1 - 3 Muharram 1428 H / 20 - 22 Januari 2007 menyepakati bahwa tidak boleh ada "Misionaris Madzhab" terhadap negeri dengan madzhab berbeda. Artinya, di Negeri Syiah jangan ada Misionaris Sunni yang menyebar-luaskan madzhab Sunni di Negeri Syiah. Begitu juga sebaliknya, di Negeri Sunni tidak boleh ada Misionaris Syiah yang menyebar-luaskan madzhab Syiah di Negeri Sunni. Itu merupakan "syarat mutlak" untuk membangun Dialog Sunni - Syiah. Karenanya, sekali pun Habib Rizieq termasuk yang selalu menyerukan Dialog Sunni - Syiah dan selalu kampanye Ukhuwwah Islamiyyah, serta sosok figur yang menolak Takfir antar sesama Madzhab Islam, namun dalam soal penyebaran Syiah di Indonesia, dengan tegas beliau menyatakan : "Jika ingin membangun Dialog Sunni -Syiah yang sehat di Indonesia, maka tidak boleh ada Misionaris Syiah di Indonesia, karena Indonesia adalah Negeri Sunni. Stop Pensyiahan Warga Sunni !!!"
 
Sumber : www.fpi.or.id