Sudah menjadi hal
biasa, FPI selalu menjadi korban ketidak-adilan media. Media nasional
selalu menantikan momentum dimana ada hal negatif yang bisa
dikait-kaitkan dengan FPI. Jika terjadi sedikit saja
peristiwa negatif yang melibatkan ormas Front Pembela Islam (FPI),
media nasional cetak maupun online gegap gempita memberitakan bahkan
MENDRAMATISIR kabar tersebut untuk menyudutkan FPI.
Namun lain
halnya jika di berbagai tempat FPI melakukan kegiatan sosial atau
kegiatan positif, tak satu pun media nasional memberitakan hal tersebut.
Akibat dari pembentukan opini negatif oleh media, jelas saja jika
banyak pihak yang tidak tahu duduk permasalahan, akan langsung menghujat
FPI akibat terpengaruh "KEMASAN" kabar negatif dari media.
Front Pembela Islam (FPI), khususnya dalam menyambut Bulan suci
Ramadhan, selalu melakukan pengawasan yang merupakan kegiatan rutin
setiap tahunnya. Hal ini dilakukan untuk menghormati umat Islam yang
sedang menjalankan ibadah puasa sekaligus menjaga kesucian bulan
Ramadhan. Kegiatan monitoring ini biasanya berawal dari laporan
masyarakat, kemudian ditindak lanjuti dengan koordinasi bersama aparat.
Bila dalam kegiatan ini kerap terjadi bentrokan yang mengganggu
ketenangan suasana Ramadhan, Hal itu dikarenakan tidak adanya KETEGASAN
dari aparatur negara serta pihak terkait dalam pengawasan maupun kontrol
sosial. Jika APARAT sebagai pihak yang berwenang mengatur ketertiban
tidak bisa mengendalikan situasi, maka jangan salahkan ormas-ormas Islam
jika beraksi untuk menjaga kemuliaan bulan Ramadhan.
Terkait
insiden di Kendal, hal ini tidak semata-mata terjadi begitu saja.
Sebenarnya, FPI pada hari Rabu 17 Juli 2013 (8 Ramadhan), hanya
berkonvoi untuk melakukan acara buka bersama di Masjid Besar Sukorejo,
sekaligus memonitor tempat-tempat judi dan prostitusi yang berdasarkan
laporan warga, masih ‘bandel’ buka di bulan Ramadhan. Ternyata benar,
sarang PELACURAN SARIM (nama pemilik tempat pelacuran) ALASKA (alas
karet) Sukorejo - Kendal tetap beroperasi selama 24 jam sejak awal
Ramadhan.
Informasi itu diketahui berkat laporan dari
masyarakat. Atas permintaan warga Kendal, FPI Jateng terus mendesak
Polres Kendal untuk menutup tempat pelacuran tersebut, setidaknya selama
Ramadhan. Bahkan FPI sudah berulang kali mengingatkan aparat
kepolisian. Namun dalam perjalanan, barisan anggota FPI dihadang ratusan
preman yang menjadi BECKING tempat PELACURAN. Mereka menyerang 20
laskar FPI dan merusak mobil mereka.
Polres Kendal mau pun
Polda Jateng mengetahui peristiwa ini namun terkesan membiarkan. Padahal
arahan Kapolri kepada seluruh jajaran kepolisian agar ikut secara pro
aktif menjaga kemuliaan bulan Ramadhan dari segala maksiat atau PEKAT
(penyakit masyarakat).
Pada Kamis 18 Juli 2013 (9 Ramadhan),
FPI kembali mendatangi tempat maksiat pelacuran tersebut dan menuntut
Polres Kendal untuk menutupnya. Akhirnya, Polres menutup juga, namun
saat keluar dari lokasi, 26 anggota FPI dengan tangan kosong dihadang
ratusan preman dengan berbagai senjata tajam (sajam). Karena suasana
mencekam, salah satu sopir mobil rental yang mengemudikan rombongan FPI
panik dan menancap gas, sehingga menabrak 7 orang yang salah satunya
meninggal dunia di RS.
Akhirnya 26 anggota FPI yang sebagian
besar terluka diamankan dan diperiksa Polres. Lalu 1 ditahan karena
menabrak dan 2 ditahan dengan alasan kedapatan membawa sajam, sedang
yang 23 dipulangkan. Yang ditahan adalah Bayu dan Satrio Yuwono serta
Agung Wicaksono.
Kepala Kepolisian Resor Kendal AKBP Asep Jenal
menyatakan, Soni Haryanto, sopir Avanza tersangka penabrak warga hingga
meninggal dalam kasus bentrokan FPI di Sukorejo, Kendal, Jawa Tengah,
bukan anggota FPI. Soni, menurut Asep, hanya sopir mobil rental yang
disuruh oleh pemilik mobil untuk mengantarkan rombongan FPI. Hal itu
ditegaskan AKBP Asep Jenal, seperti dirilis kompas.com Jumat 19 Juli
2013.
Peristiwa kecelakaan itu dimanfaatkan para preman untuk
memprovokasi warga agar ikut menyerang FPI dengan dalih ada warga
dibunuh FPI, sehingga warga marah dan ikut menyerang serta merusak dan
membakar mobil FPI. Padahal sebagian warga itu semula mendukung dan
meminta bantuan FPI untuk menutup sarang pelacuran tersebut.
Terkait desakan pembubaran FPI, Ketua DPP FPI bidang Da'wah sekaligus
jubir FPI, Habib Muhsin Alattas memaparkan bahwa bagi pihak-pihak yang
berharap FPI dibubarkan tak perlu risau, FPI AKAN BUBAR SENDIRI JIKA
HUKUM DITEGAKKAN DENGAN BAIK OLEH APARAT DAN PEJABAT NEGARA.
Habib Muhsin juga menyesali sikap media terhadap FPI. Beliau mengatakan
FPI tidak perlu pembelaan dari media, yang dibutuhkan FPI hanya
pemberitaan yang berimbang apa adanya. Jangan hanya menyudutkan FPI dan
menyuarakan berita sepihak tanpa mendengar paparan dari pihak FPI.
Bila kita cermati, terlihat jelas cara media memaparkan berita yang
begitu tendensius terhadap FPI hingga bagi banyak kalangan yang terlihat
hanyalah kesalahan FPI semata. Padahal DPD FPI Jateng sudah melakukan
klarifikasi melalui selebaran dan SMS KRONOLOGIS yang sudah disebar ke
berbagai media, tapi kebanyakan media tidak memuatnya, karena media
punya kepentingan memojokkan FPI. Bayangkan saja, tidak ada satu pun
media memberitakan tentang puluhan PREMAN yang menyerang sejumlah
anggota FPI hingga terluka parah bahkan sampai kritis. Media begitu
sibuk menyoroti dan menyudutkan FPI, menutup mata untuk membuat berita
sebenarnya, bahwa yang terjadi adalah bentrok antara FPI dan PREMAN
bayaran cukong PROSTITUSI dan BANDAR JUDI bukan dengan warga. FPI selalu
didudukkan dalam posisi pihak yang bersalah serta menjadi sasaran empuk
untuk menjadi bahan berita negatif media.
Perlu diketahui,
dalam setiap aktivitas lapangan, FPI selalu bertindak secara prosedural.
Segala tindakan yang diambil adalah bagian dari proses yang berjalan
sebelumnya. FPI tidak akan sampai melakukan sweeping, jika saja aparat
tanggap dan sigap dalam menjaga ketentraman di bulan Ramadhan termasuk
penertiban tempat maksiat. Amar Ma'ruf Nahi Munkar adalah tugas FPI yang
tetap wajib dijalankan, tetapi prosedur tetap wajib ditegakkan.
FPI tidak ingin membela diri atau pun merasa tidak bersalah. Jika FPI
bersalah, silahkan di proses secara hukum. Hanya saja letakkan sesuatu
pada tempatnya, dengan kata lain pihak PREMAN serta pihak yang merekrut
mereka dan PROVOKATOR pemanas suasana juga harus ikut diproses secara
hukum. Bentrokan ini tentu terjadi karena ada dua pihak yang berseteru,
namun mengapa tuntutan di proses secara hukum hanya DIALAMATKAN kepada
FPI..???
“BILA BENTUKNYA PENYERANGAN, TENTU WAJAR HANYA FPI
YANG DIPROSES SECARA HUKUM. NAMUN PERISTIWA KENDAL ADALAH BENTROK,
HINGGA SEHARUSNYA YANG DIPANGGIL ATAU DIPROSES SECARA HUKUM TENTU TIDAK
HANYA FPI, MELAINKAN JUGA PIHAK LAIN YANG IKUT ANDIL DALAM KEJADIAN INI”
Semua tuduhan anarkis terhadap FPI adalah istilah media dalam
pembentukan opini masyarakat terhadap FPI, bahwa semua tindakan FPI
negatif. Maka apakah kita akan berdiam diri melihat begitu maraknya
peredaran MIRAS, NARKOBA, PROSTITUSI dan PERJUDIAN? Apakah kita rela
melihat bangsa ini semakin hancur? FPI juga bagian elemen masyarakat
yang seharusnya didukung dalam proses pengawasan, karena aparat tidak
akan mampu bekerja sendiri tanpa dukungan berbagai pihak yang punya
harapan sama.
Pada akhirnya semua pihak harus melihat
eksistensi dan tindakan FPI dengan mata melek dan pikiran yang lebih
terbuka. Tujuan utama FPI melakukan kegiatan nahi munkar tidak lebih
untuk membersihkan penyakit masyarakat yang sudah sangat jauh merusak
moral bangsa ini, agar paling tidak kerusakan moral tidak semakin parah.
Apakah demi mengedepankan ego dengan wacana PEMBUBARAN FPI bisa membuat
KEADAAN LEBIH BAIK? Apakah tindakan FPI dalam pengawasan penyakit
masyarakat begitu MENAKUTKAN dibandingkan dengan maraknya kegiatan
pengrusakan moral bangsa? Hendaknya media juga lebih cerdas dalam
mengungkap berita hingga tidak memutar balikkan pola pikir masyarakat.
Jangan mengedepankan kebebasan dan hak asasi kemudian membiarkan
penyakit masyarakat yang justru daya rusaknya lebih MENAKUTKAN dibanding
‘stempel anarkis’ yang selalu digemakan media terhadap FPI dan
menanamkan opini buruk tentang FPI. (fpi.or.id)