Seperti diketahui, penghapusan Keppres Nomor 3/1997
tidak terlepas dari perjuangan panjang yang dilakukan oleh Front Pembela
Islam (FPI). “Ini merupakan prestasi bagi FPI dan saya salut atas
perjuangan ikhtiar mereka. Semoga langkah tersebut menjadi contoh bagi
gerakan-gerakan Islam lain untuk lebih mengedepankan perjuangan formal
dan jauh dari tindakan anarkis,” kata Fahira.
Fahira yang juga Ketua Yayasan Selamatkan Anak Bangsa
ini, mengatakan, Habib Rizieq Syihab selalu Ketua Umum FPI patut diberi
apresiasi dan sugesti positif. Mengingat FPI kerap mendapat stigma oleh
berbagai pihak sebagai ormas yang mengedepankan anarkis. “Saya Ucapkan
terima kasih pada Habib. Harus diakui, tidak banyak ormas Islam lain
yang berani melakukan itu. Saya bersimpati pada FPI yang telah melakukan
langkah konstitusional. FPI luar biasa.”
Fahira membantah tuduhan jika dirinya antipasti terhadap
FPI. Seperti diketahui, Fahira pernah didampingi jurnalis TV Uni Lubis
ke markaz FPI di Petamburan III untuk bertemu dengan Habib Rizieq untuk
menanyakan perihal berita tentang keterlibatan FPI terkait kasus
penusukan seorang pendeta di Ciketing - Bekasi.
“Ketika itu (tahun 2010) saya bertabayun atas laporan
dari masyarakat mengenai penusukan seorang pendeta di Ciketing. Setelah
tabayun, Habib bilang itu bukan anggota FPI yang melakukan penusukan.
Jadi salah kalau saya dibilang tidak suka dengan FPI. Saya kini justru
menjadi pembela FPI. Bahkan hingga saat ini, saya sering membangun
komunikasi dengan habib, baik via SMS maupun tweeters. Sampai-sampai
orang lain menyebut saya FPI,” ujar Fahira tersenyum.
Dikatakan Fahira, banyak orang menyalahartikan ketika ia
melakukan tabayun dengan Habib Rizieq sebagai Ketua Umum FPI. Yang
pasti, sepulang dari markaz FPI, ia menyampaikan pada masyarakat, bahwa
yang melakukan penusukan bukan dari FPI. Sejak itulah Fahira dicap
sebagai “Orang FPI”.
Fahira teringat pesan Habib, untuk menegakkan amar
ma’ruf nahi mungkar, terutama dalam menghadapi program kaum liberal,
diperlukan kesabaran dan ketegaran. “Sekali lagi saya support FPI untuk
melakukan langkah nyata dalam menyelamatkan anak bangsa dari bahaya
miras. Seharusnya ini dilakukan oleh Presiden. Tapi disayangkan,
Presiden SBY tidak punya konsep untuk menyelamatkan anak bangsa,”
tandas Fahira.
Sepertinya, kata Fahira, banyak orang liberal kecolongan
dengan dihapuskannya Keppres Nomor 3/1997. “Kalau seandainya bocor
pasti dihadang oleh mereka.”
Ketika ditanya, apakah keberadaan FPI diperlukan
masyarakat? Dijawab Fahira, keberadaan FPI memang diperlukan. “Ketika
saya berkomunikasi dengan aparat, ternyata mereka juga berterima kasih
pada FPI. Ketika aparat tidak bisa melakukan, FPI membantu meringankan
tugas aparat. Saya juga dukung FPI Mojokerto yang merazia miras.
Sedangkan saya baru mempressure dengan suara saja.”
Fahira berharap, untuk memerangi miras seyogianya harus
dengan pendekatan hukum, melakukan pressure melalui social media, bukan
dengan tindakan anarkis. Teruskan upaya untuk melakukan penyadaran
kepada masyarakat akan bahaya miras.
Putri Fahmi Idris ini mengaku salut dengan ibu-ibu
korban KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga) di Papua yang melakukan aksi
penolakan miras. Memang sebaiknya, gerakan anti miras bukan hanya
dilakukan oleh FPI dan komunitas gerakan anti miras, tapi juga seluruh
masyarakat. “Nanti akan saya kumpulkan ibu-ibu korban KDRT disebabkan
miras, untuk kemudian bersinergis dengan FPI untuk mengkampanyekan anti
miras.”
Dengan dihapuskannya Keppres Nomor 3/1997, Ketua Umum
Gerakan Nasional Anti Miras ini mendesak setiap Kepala daerah harus
segera membuat Perda Anti Miras.